Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENGARUH CARA INOKULASI Synchytrium pogostemonis TERHADAP GEJALA BUDOK DAN PERTUMBUHAN NILAM Herwita Idris; Nasrun Nasrun
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 20, No 2 (2009): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v20n2.2009.%p

Abstract

Penyakit budok disebabkan oleh patogen Synchytrium pogostemonis, merupakan salah satu masalah penting dalam budidaya nilam (Pogostemon cablin). Sampai saat ini aspek biologi dari penyakit ini belum banyak diketahui. Sehubungan dengan masalah ter-sebut, penelitian pengaruh cara inokulasi S. pogostemonis terhadap gejala budok dan pertumbuhan nilam dilakukan di rumah kaca KP. Laing Solok Sumatera Barat sejak Pebruari sampai Oktober 2007. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam pola faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah tempat inokulasi (batang dan daun) dan faktor kedua adalah umur inokulum S. pogostemonis (1; 24; 48; dan 72 jam). Parameter pengamatan adalah masa inkubasi gejala penyakit, intensitas penyakit, penyum-batan pembuluh kayu, dan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi S. pogostemonis pada batang dan daun nilam mempunyai pengaruh yang sama terhadap masa inkubasi gejala penyakit, inten-sitas penyakit, jumlah penyumbatan pembuluh kayu, dan pertumbuhan tanaman. Sebaliknya faktor umur inkulum S. pogostemonis inokulum paling tua (72 jam) mempunyai masa inkubasi gejala penyakit lebih lama (yaitu 6 minggu setelah inokulasi) dan intensitas penyakit lebih rendah (yaitu 2,25-2,35%) dibandingkan inokulum paling muda (1 jam) yang mempunyai masa inkubasi gejala penyakit yaitu 2 minggu setelah inokulasi dan intensitas penyakit yaitu 90,24-98,25%. Selan-jutnya inokulum paling tua mempunyai penyumbatan pembuluh kayu lebih rendah (2,16-3,87%) dibandingkan inokulum paling muda (52,60-59,00%). Sebaliknya inokulum paling muda mempunyai pertumbuhan tanaman lebih rendah (tinggi tanaman 0,38-0,70 cm; jumlah cabang 0,20 cabang; dan pertam-bahan tunas 1,40-1,80 tunas) dibandingkan inokulum paling tua dengan tinggi tanaman 1,02-1,34 cm; cabang 1,00-1,20 cabang; dan pertambahan tunas 6,00-6,80 tunas. 
POTENSI EKSTRAK GAMBIR, SIRIH-SIRIHAN DAN SAMBILOTO UNTUK MENGENDALIKAN Aphis schneideri PADA TANAMAN Klausena Herwita Idris; NFN Nurmansyah
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 27, No 2 (2016): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v27n2.2016.171-178

Abstract

Pestisida yang berasal dari tanaman relatif aman terhadap organisme bukan sasaran dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pestisida berbahan aktif kimia sintetik. Gambir, sirih-sirihan dan sambiloto merupakan tanaman potensial sebagai sumber pestisida nabati. Tanaman-tanaman tersebut mengandung senyawa fenolik, minyak atsiri dan metabolit lainnya yang belum dieksplorasi pemanfaatannya. Penelitian bertujuan untuk mengobservasi potensi ekstrak tanaman gambir, sirih-sirihan, dan sambiloto dalam menanggulangi serangga hama Aphis schneideri yang sering menyerang tanaman klausena. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap, empat ulangan. Perlakuan yang diuji terdiri dari ekstrak gambir, sambiloto, dan sirih-sirihan, masing-masing dengan tingkat konsentrasi yang berbeda (8, 12, dan 16 ml l-l) serta kontrol (tanpa perlakuan). Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Laing, Solok dari Februari sampai Agustus 2015.  Parameter yang diamati adalah persentase kematian (mortalitas) nimfa dan imago. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tanaman gambir, sirih-sirihan, dan sambiloto bersifat insektisidal terhadap serangga hama A. schneideri. Ekstrak gambir pada konsentrasi 16 ml l-l mampu mengendalikan nimfa dan imago A. schneideri 100% pada 6 jam setelah aplikasi, sedangkan ekstrak sambiloto pada tingkat konsentrasi yang sama dengan gambir memerlukan waktu 36 jam setelah aplikasi untuk mencapai mortalitas 100%. Ekstrak sirih-sirihan memiliki efikasi terendah dibanding gambir dan sambiloto dengan tingkat mortalitas hanya mencapai 63,83% (nimfa) dan 65,44% (imago) pada 36 jam setelah aplikasi. Ekstrak gambir paling potensial sebagai pestisida nabati untuk mengedalikan A. schneideri dibandingkan dengan ekstrak sirih-sirihan dan sambiloto. Perlu pengujian lapangan untuk mengetahui keefektifan ekstrak gambir dalam mengendalikan serangan hama A. schneideri pada tanaman klausena.
PENGARUH CARA INOKULASI Synchytrium pogostemonis TERHADAP GEJALA BUDOK DAN PERTUMBUHAN NILAM Herwita Idris; Nasrun Nasrun
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 20, No 2 (2009): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v20n2.2009.%p

Abstract

Penyakit budok disebabkan oleh patogen Synchytrium pogostemonis, merupakan salah satu masalah penting dalam budidaya nilam (Pogostemon cablin). Sampai saat ini aspek biologi dari penyakit ini belum banyak diketahui. Sehubungan dengan masalah ter-sebut, penelitian pengaruh cara inokulasi S. pogostemonis terhadap gejala budok dan pertumbuhan nilam dilakukan di rumah kaca KP. Laing Solok Sumatera Barat sejak Pebruari sampai Oktober 2007. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam pola faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah tempat inokulasi (batang dan daun) dan faktor kedua adalah umur inokulum S. pogostemonis (1; 24; 48; dan 72 jam). Parameter pengamatan adalah masa inkubasi gejala penyakit, intensitas penyakit, penyum-batan pembuluh kayu, dan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi S. pogostemonis pada batang dan daun nilam mempunyai pengaruh yang sama terhadap masa inkubasi gejala penyakit, inten-sitas penyakit, jumlah penyumbatan pembuluh kayu, dan pertumbuhan tanaman. Sebaliknya faktor umur inkulum S. pogostemonis inokulum paling tua (72 jam) mempunyai masa inkubasi gejala penyakit lebih lama (yaitu 6 minggu setelah inokulasi) dan intensitas penyakit lebih rendah (yaitu 2,25-2,35%) dibandingkan inokulum paling muda (1 jam) yang mempunyai masa inkubasi gejala penyakit yaitu 2 minggu setelah inokulasi dan intensitas penyakit yaitu 90,24-98,25%. Selan-jutnya inokulum paling tua mempunyai penyumbatan pembuluh kayu lebih rendah (2,16-3,87%) dibandingkan inokulum paling muda (52,60-59,00%). Sebaliknya inokulum paling muda mempunyai pertumbuhan tanaman lebih rendah (tinggi tanaman 0,38-0,70 cm; jumlah cabang 0,20 cabang; dan pertam-bahan tunas 1,40-1,80 tunas) dibandingkan inokulum paling tua dengan tinggi tanaman 1,02-1,34 cm; cabang 1,00-1,20 cabang; dan pertambahan tunas 6,00-6,80 tunas. 
KESANGGUPAN KECUBUNG (Datura metel) DALAM MENGHAMBAT MAKAN DAN MORTALITAS Plutella xylostella. L Herwita Idris
Menara Ilmu Vol 13, No 4 (2019): Vol. XIII No. 4 April 2019
Publisher : LPPM Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33559/mi.v13i4.1307

Abstract

Cabbage (Brasssica oleracea) is a vegetable product that is very much needed by the community. However, in its exploitation always encountered obstacle because of pest attack. P. xylostella L (Lepidoptera: Plutellidae) is a major pest in cabbage farming. Control efforts are commonly done with synthetic insecticides, but this is considered less wise because usually the buildup of pesticide residues is very high, so less good for health. This study aims to determine the ability of amethyst plants (Datura metel) to inhibit the eating and mortality of Plutella xylostella. L on cabbage plants. The experiment was conducted at Laing Solok Experimental Laboratory (Balittro) from July to November 2017. The study used a complete randomized design (RAL) with 4 treatments and 6 replications, each treatment was amethys 4000, 5000, 7500 ppm and without extract (0 ppm) as control. Each treatment was applied to the larvae stadia used by instar II, III and IV, imago from P. xylostella insects. L. From the results obtained that the amethyst extract was able to increase mortality and inhibit the feeding of major insect pests on cabbage plants such as P. xylostella, So for the control of this pest can be done with the use of botanical insecticides, given the whole production of these plants are generally food-oriented. The amethyst extract has good insecticidal properties so it can influence the biological aspects of P. xylostella insects, Keywords: cabbage, Datura metel, P. xylostella, feeding inhibitor, mortality