Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Beberapa perubahan agro-ekonomi dalam pengembangan model farm di DAS Citanduy Husni Thamrin Kalo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v6n2.1988.9-22

Abstract

IndonesianTeknologi Model Farm yang sejak tahun 1981 telah dikembangkan di wilayah hulu DAS Citanduy telah berhasil meningkatkan produkstivitas usahatani, penggunaan tenaga kerja, pendapatan, dan mengurangi erosi. Sebagai suatu cara penyuluhan, teknologi Model Farm telah banyak dicontoh oleh para petani penggarap lahan miring di DAS Citanduy. Keberhasilan yang dicapai dalam pengembangan teknologi Model Farm ini tidak terlepas dari dukungan layanan penunjang lainnya yang dikembangkan oleh Proyek Citanduy (seperti: penyuluhan, penelitian terapan, kredit usahatani, bantuan peluasan paket teknologi pertanian, pembuatan jalan masuk), dan dukungan pemerintah daerah serta instansi-instansi terkait lainnya. Dalam masa mendatang ini sudah selayaknya teknologi Model Farm serta semua layanan penunjungnya dilembagakan. Dalam pelembagaan tersebut, masih perlu dibenahi beberapa hal yang menyangkut: fleksibilitas teknologi terhadap kondisi agro-ekologis yang beragam, keterbatasan petani dalam penguasaan lahan dan modal, keterbatasan petani untuk menjangkau jaringan pemasaran, pemantauan dan perbaikan teknologi, dan peran serta petani dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pengembangan sistem usahatani yang berwawasan lingkungan.
Hambatan Ekonomis dalam konservasi tanah pada lahan kering miring Husni Thamrin Kalo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v2n1.1983.1-7

Abstract

IndonesianDesa Cikupa yang merupakan salah satu desa dibagian hulu DAS Citanduy, sebagian besar lahan pertaniannya merupakan lahan kering dengan topografi miring (diatas 20 persen). Pengusahaan tanah kering didesa ini umumnya bersifat subsistem dan tidak mengindahkan tehnik konservasi tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilalaikannya konservasi tanah terutama disebabkan oleh kurangnya kemampuan ekonomi petani untuk membiayai keperluan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembuatan teras (sengsedak) secara baik.
Pengelolaan Irigasi di DAS Cimanuk Suatu Tinjauan Ekologis dan Sosial Ekonomis Husni Thamrin Kalo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v2n2.1983.43-53

Abstract

IndonesianStudi mengenai pengelolaan irigasi secara luas tidak saja mencakup persoalan teknis, tetapi juga mencakup persoalan ekologis dan sosial ekonomis. Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa ciri-ciri sistem irigasi dan pengelolaannya berbeda antara daerah bagian hulu dan hilir daerah aliran sungai (DAS). Perbedaan ciri tersebut menyangkut masalah penyediaan dan pembagian air irigasi, partisipasi petani dan masalah kelembagaan pengelolaan irigasi ditingkat petani. Dibandingkan dengan irigasi dibagian hulu DAS, penyediaan air irigasi dan pembagiaannya dibagian hilir DAS lebih sulit. Perbedaan kemampuan dalam penyediaan dan pembagian air antara irigasi di daerah hulu dan hilir ini, merupakan cermin dari akibat kerusakan ekologis dibagian hulu DAS. Beberapa masalah sosial ekonomi yang perlu mendapat perhatian pada sistem irigasi berskala besar dibagian hilir DAS Cimanuk (Sistem Irigasi Rentang) adalah masalah kepatuhan dalam mengikuti jadwal giliran air, masalah partisipasi petani dalam iuran dan pemeliharaan jaringan iriagsi, dan masalah kelembagaan pengelolaan irigasi. Berfungsinya kelembagaan irigasi baru sperti P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) dipengaruhi oleh penampilan kelembagaan tradisional yang sebelumnya telah ada (seperti: Raksabumi) dan tergantung pula dari kesulitan yang dihadapi petani dalam pengelolaan irigasi.