Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PERMASALAHAN PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM Dian Latifiani
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 1, No 1 (2015): Januari-Juni 2015
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v1i1.1

Abstract

Putusan akhir suatu pengadilan dapat bersifat komdenatoir, konstitutif dan deklaratoir. Hanya putusan yang bersifat komdenatoir yang dapat dipaksakan pelaksanaan putusaannya. Dalam perkara sengketa konsumen (studi putusan 732 K/Pdt/2007), pihak terhukum tidak melaksanakan hukuman berupa membayar sejumlah uang kepada pihak lain. Pihak terhukum, seharusnya berkewajiban untuk melaksanakan dengan sukarela untuk membayar kan sejumlah uang, namun ternyata tidak. Sehingga pihak lawan mengalami kerugian materiil, juga kerugian waktu (mengikuti proses persidangan sampai putusan) namun ternyata hak yang digugat tidak didapat. Alasan pihak kalah untuk tidak melaksanakan putusan bermacam-macam. Ada yang karena memang tidak menerima kekalahannya, ada juga yang tidak memiliki harta/ uang untuk membayar sejumlah kerugiannya tersebut. Dalam instrumen hukum acara perdata terdapat upaya paksa eksekusi melalui tahapan adanya aanmaning, sita eksekusi dan lelang. Ada juga paksa badan yang dapat dilakukan untuk memaksa pihak terhukum (yang tidak beritikad baik) agar dapat melaksanakannya. Dahulu lembaga paksa badan pernah dihapuskan namun sekarang dihidupkan kembali dengan adanya Perma No. 1 Tahun 2000.  Kata kunci: putusan pengadilan, pelaksanaan putusan, paksa badan.
IMPLEMENTASI SYARAT BERPOLIGAMI MENURUT UU NO 1 TAHUN 1974 (STUDI DI KOTA SEMARANG) Dian Latifiani
Masalah-Masalah Hukum Masalah-Masalah Hukum Jilid 42, Nomor 4, Tahun 2013
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2865.415 KB) | DOI: 10.14710/mmh.42.4.2013.549-556

Abstract

Starting from thoughfulness of many polygamy sirri because of ignorance about the submission requirement of permit polygamy on trial, than do the research about the submission requirement of polygamy. The research is using empirical juridical approaches to fill the polygamy requirement with verification which convince into consideration of judge to give permission. The petition of polygamy is only granted which fill the ruquirements according to Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
The Court Role in Providing E-court System Education to Community: Post-Enactment of Supreme Court Regulation Number 1 of 2019 Vania Shafira Yuniar; Jihan Syahida Sulistyanti; Dian Latifiani
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v8i1.3697

Abstract

The judicial system in Indonesia has now begun to adapt to the developments in information and technology to improve court case administration services which are realized through the digitization of court cases or known as the electronic justice system (e-court). E-court is a case processing service. It involves registration, payment of fees, and court summons via electronic media and online. The implementation of e-court in Indonesia is based on supreme court regulation No.1 of 2019 on Electronic case and trial administration in courts. This e-court system is designed to create an effective, efficient, and cost-effective Indonesian justice system for justice seekers. However, the lack of public understanding of the e-court system becomes an obstacle to implementing an e-court system in Indonesia. This research aims to analyze how the role of the court in socializing the e-court system to the public as an effort to improve case administration services in court. The research employed normative legal research and a literature study approach with the secondary assessment of legal materials and juridical data analysis. The findings revealed that the current courts are still working to improve technology-based court administration services (e-court) to the public by providing explanations and education through the official website of state court accounts spread throughout Indonesia. In addition, the court has also massively socialized the implementation of the e-court system to the public, advocates/lawyers, and court officials via online and offline. Unfortunately, for people who wish to litigate electronically at this time, it can only be done by cooperating with advocates/lawyers who have e-court access.
Supreme Court Policy On Underage Marriage Dispensation Realizing Legal Certainty Woro Mega Dwi Astuti; Jacinda Ilma Mayastika; Dian Latifiani
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v8i2.3700

Abstract

The issuance of Law Number 16 of 2019, Amendments to Law Number 1 of 1974 on Marriage, has given Indonesia a new perspective on the law of marriage. The Supreme Court has issued Supreme Court regulation of Republic Indonesia Number 5 of 2019 concerning adjudicating application guidelines for Marriage Dispensation. The study employed normative research. The findings showed that Supreme Court Regulation Number 5 of 2019 is a special rule made by the Supreme Court to explain the procedural law, applying for marriage dispensation, which has not been clearly regulated in Article 7 of Law Number 16 of 2019. One way to overcome marriage dispensation-related problems is by creating limited rules. Particularly, the reasons for filing such cases. The responsible law enforcers are also expected to tighten the application procedure. Thus,  the number of early marriages can be lessened.
HAMBATAN PEMBUKTIAN DALAM PELAKSANAAN E-LITIGASI GUNA MENDUKUNG PEMBARUAN HUKUM DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Fadhilah Rizky Aftriani Putri; Ikhda Fitria; Dian Latifiani
Jurnal Hukum PRIORIS Vol. 8 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Prioris Volume 8 Nomor 2 Tahun 2020
Publisher : Faculty of Law, Trisakti University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.961 KB) | DOI: 10.25105/prio.v8i2.14979

Abstract

lembaga pengadilan. Dinamika masyarakat dan perkembangan teknologi menuntut hukum agar ikut berimprovisasi melalui pembaruan hukum. Sejak tahun 2019, selain persidangan konvensional, Indonesia juga mulai menerapkan proses persidangan secara elektronik (e-litigasi). Pembaruan hukum melalui e-litigasi selain untuk mendukung pembaruan hukum di era revolusi industri 4.0, juga diharapkan dapat membuat pengadilan menjadi lebih murah, cepat, efisien, dan efektif sesuai dengan asas-asas dasarnya sehingga membuat peradilan menjadi terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun semenjak diterapkan, e-litigasi kurang diminati para pencari keadilan. Kurang diminatinya e litigasi ini, disebabkan oleh banyak faktor penghambat, beberapa diantaranya yaitu kurangnya standar infrastruktur yang dimiliki, padahal persidangan elektronik sangat bertumpu pada kesiapan infrastruktur seperti fasilitas internet ataupun sarana berupa laptop. Selain itu juga dikarenakan kurangnya kesiapan sumber daya manusia, masih barunya sistem, minimnya informasi di masyarakat, dan belum adanya prosedur tetap yang mengatur e-litigasi secara rinci, salah satunya dalam pembuktian. Pembuktian merupakan hal yang sangat penting dalam persidangan, karena prosesnya yang dilakukan secara elektronik maka diperlukan pencocokan barang bukti yang dimiliki para pihak. Namun dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2019 yang mengatur tentang e-litigasi, belum dijelaskan mengenai prosedur pencocokan barang bukti. Tulisan ini membahas mengenai Hambatan Pembuktian dalam E-Litigasi Guna Mendukung Pembaruan Hukum di Era Revolusi Industri 4.0.
English English Alviona Anggita Rante Lembang; Natanael Andra Jaya Nababan; Dian Latifiani
Wacana Hukum Vol 28 No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Universitas Slamet Riyadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33061/wh.v28i2.7705

Abstract

The absolute authority of the Religious Courts can be seen from Law Number 7 of 1989 in conjunction with Law Number 3 of 2006 concerning Religious Courts. Meanwhile, the District Court has the authority to examine, hear, and decide criminal and civil cases at the first level. Both the Religious Courts and the District Courts are authorized to settle inheritance disputes. Law No. 3 of 2006 concerning the Religious Courts states that for Muslims, the institution to settle inheritance cases is the Religious Courts. Meanwhile, non-Muslims can apply for dispute resolution to the District Court. However, the absolute authority of the Religious Courts still gives Muslim people a choice of law to choose what law to use in resolving inheritance disputes occurred which gives the potential to cause a conflict of authority between the two judicial institutions. Therefore, this conlifct must be resolved in order to create legal certainty
AKTE OTENTIK UNTUK MEMINIMALISIR SENGKETA HIBAH Dian Latifiani
Jurnal Abdimas Vol 19, No 1 (2015): June 2015
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/abdimas.v19i1.4699

Abstract

Peralihan hak atas tanah dapat melalui berbagai cara. Seperti jual beli, warisan dan hibah. Di setiap peralihan hak atas tanah tersebut memerlukan bukti peralihan yaitu akta otentik. Dalam hibah, masyarakat kurang paham tentang pentingnya akta otentik hibah. Padahal dengan adanya akta otentik hibah memberikan kepastian hukum bagi pemegang haknya dan meminimalisir terjadinya sengketa hibah. Pelaksanaan pengabdian telah didahului dengan survei awal daerah lokasi pengabdian di bulan april 2014. Hasil survei menunjukkan banyak masyarakat terutama yeng telah melakukan hibah tanah/rumah tidak paham pentingnya akta hibah. Sehingga tim pengabdi merasa sangat prihatin dan bersemangat untuk memberikan pemahaman tentang aturan hukum pentingnya akta hibah. Juli 2014, tim pengabdi menindaklanjuti dengan melakukan perizinan secara lesan terhadap sasaran pengabdian yaitu masyarakat Desa Karangmanggis. Setelah mendapat jawaban bahwa bisa dilakukan di bulan September, maka secara formal/prosedur perizinan, surat tertulis kami susulkan. Sosialisasi dilakukan pada hari Ahad tanggal 7 September pukul 13.00. Kegiatan ini dilakukan dengan materi pelatihan yang diberikan oleh Tim Pengabdian Kepada masyarakat secara dengan atmosfer diskusi dengan duduk bersama dalam suatu lingkaran dan bertautan erat pada materi yang diberikan secara bergiliran. Metode yang dilakukan secara diskusi interaktif yang didahului dengan pemberian materi terkait.Kata kunci : akta otentik, hibah
PENINGKATAN PENYADARAN HUKUM TENTANG PENCEMARAN AIR BAWAH TANAH AKIBAT INTRUSI AIR LAUT DI DESA KEL DADAPSARI KOTA SEMARANG Dian Latifiani; Anis Widyawati
Jurnal Abdimas Vol 15, No 2 (2011): December 2011
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/abdimas.v15i2.4579

Abstract

Ketersediaan air sebagai kebutuhan sehari-hari selain dari air PDAM juga berasal dari air bawah tanah dengan cara membuat sumur bor. Namun sayangnya daerah Semarang Utara yang merupakan pemukiman padat penduduk dan industri dalam pembuatan sumur tidak memperhatikan aspek lingkungan. Pembuatan dan pengeboran sumur secara besar-besaran selalu meningkat dari tahun ke tahun. Akibat dari pengambilan air bawah tanah secara berlebihan yaitu terjadi penurunan ketinggian tanah yang berdampak pada turunnya permukaan air bawah tanah dan juga kualitas dari air bawah tanah tersebut. Pada daerah kecamatan Semarang Utara yang merupakan daerah yang berbatasan dengan laut Jawa, sangat dimungkinkan terjadinya intrusi air laut, akibat dari pembuatan sumur bor secara besar-besaran. Air laut yang mengandung clorida (air asin)apabila merembes kedalam air tanah pada tingkatan tertentu, akan menyebabkan kualitas air bawah tanah turun dan tidak layak untuk dikonsumsi. Dapat dikatakan telah terjadi pencemaran air bawah tanah karena intrusi air laut.Untuk itu diperlukan sosialisasi peningkatan penyadaran hukum bagi masyarakat tentang pencemaran air bawah tanah akibat intrusi air laut. Model sosialisasi ini di pilih dengan pertimbangan untuk meningkatkan kesadaran hukum tentang perijinan dalam membuat sumur bor. Tim melihat keseriusan dan antusias peserta dalam mengikuti penjelasan mengenai penyebab terjadinya pencemaran air bawah tanah, akibat dari pencemaran air bawah tanah, mekanisme hukum untuk mencegah pencemaran air bawah tanah. Peserta pengabdian pro aktif dalam menanggapi dan merespon penjelasan pemateri. Sosialisasi dilaksanakan secara terus menerus dan konsisten serta melibatkan stake holders yang terkait yaitu Pemerintah Kota Semarang, Dinas ESDM dan SDA kota Semarang.
URGENSI PENGATURAN PENGAWASAN PELAKSANAAN PIDANA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL Anis Widyawati; Dian Latifiani; Heru Setyanto
Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif No. 2 (2023)
Publisher : Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/hp.v1i2.163

Abstract

Pengaturan pengawasan eksekusi pidana adalah elemen krusial dalam sistem peradilan pidana, dimaksudkan untuk memverifikasi bahwa penerapan hukuman kepada pelaku tindak pidana berjalan efisien, adil dan sesuai dengan norma hukum serta hak asasi manusia. Konsep dan pentingnya pengawasan pelaksanaan pidana dalam rangka mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga pelaksana hukuman. Pengaturan ini melibatkan mekanisme pemantauan, evaluasi dan pengendalian terhadap berbagai tahapan pelaksanaan pidana, mulai dari penahanan, pemasyarakatan, hingga rehabilitasi. Tantangan yang dihadapi dalam implementasi pengaturan pengawasan pelaksanaan pidana termasuk keterbatasan sumber daya, koordinasi antar lembaga, dan ketidakpastian hukum. Merujuk pada prinsip-prinsip hukum internasional dan praktik terbaik dalam bidang pengawasan pelaksanaan pidana. Dengan demikian, pengaturan yang kuat dan efektif dalam pengawasan pelaksanaan pidana akan berkontribusi pada terciptanya sistem peradilan pidana yang lebih adil, manusiawi, dan sesuai dengan nilai-nilai keadilan serta hak asasi manusia.