Undri Undri
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

SEJARAH KOMANDEMEN SUMATERA DI PROVINSI SUMATERA BARAT (1945-1949) Undri Undri
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.383 KB) | DOI: 10.36424/jpsb.v1i2.91

Abstract

Tulisan ini ingin menjelaskan tentang sejarah komandamen Sumatera di Propinsi Sumatera Barat, mulai dari latarbelakang berdirinya, proses terbentuknya, perkembangan dan tentang akhir dari komandamen Sumatera tersebut. Pembentukan Komandemen Sumatera bisa dirunut dari kondisi bangsa Indonesia setelah merdeka. Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) sebagai bagian dari BadanPertolongan Korban Perang. BKR bukan badan militer dan semata-mata semacam Hansip Wanra saja saat itu. Pada tanggal 5 Oktober 1945, B.K.R ini dengan maklumat Pemerintah no.6, telah ditransformasikan menjadi T.K.R (Tentara Keamanan Rakyat). Isi maklumat untuk memperkuatperasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat. Pada tanggal 6 Oktober 1945 keluar maklumat tambahan yaitu, sebagai menteri keamanan rakyat diangkat Soeprijadi.Komandemen Sumatera pindah ke Bukitinggi beberapa hari sebelum agresi Belanda pertama. Pada waktu ini yang seharusnya komandemen yang membentuk kesatuan-kesatuan, tetapi sekarang terbalik. Devisi lebih dahlu lahir dari komandemen. Laskar-laskar lebih dahulu lahir dari komandokomando.Pada waktu agresi militer Belanda II ini markas komandemen Sumatera di Bukittinggi pernah di bom oleh Belanda ketika para anggota Komandemen Sumatera sedang rapat. Seiring dengan kondisi ini pada tanggal 21 Desember 1947 Bukittinggi dibumihanguskan. Dengan kondisi inipun basikomandamen Sumatera di pindahkan ke Rao. Komandemen memilih Rao sebagai basis mengingat letak geografisnya dan mudah berhubungan dengan Tapanuli. Dari Rao ada jalan yang menuju ke Rokan, Pasir Pangarayan dan Bagansiapiapi langsung ke Selat Malaya dan Singapura.
MIGRASI DAN INTERAKSI ANTARETNIS DI KABUPATEN PASAMAN BARAT PROVINSI SUMATERA BARAT Undri Undri
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2470.246 KB) | DOI: 10.36424/jpsb.v4i2.66

Abstract

Tulisan ini menjelaskan tentang migrasi dan interaksi antaretnisyakni Minangkabau, Mandailing, dan Jawa di daerah Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat. Interaksi ketiga etnis tersebut tidak terlepas dari proses migrasi. Di rantaunyaMinangkabau tersebut etnik Minangkabau sebagai penduduk asli (urang asa) menganggap dua etnis yakni Mandailing dan Jawa sebagai penduduk pendatang (urang datang). Penelitian ini mengunakan metode penelitian sejarah. Dalam metode penelitian sejarah ada empat tahapan penting yakni pertama heuristic,mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah atau pengumpulan sumber, Kedua, kritik menilai otentik atau tidaknya suatu sumber dan seberapajauh kredibilitas sumber. Ketiga, sintesis dari fakta yang diperoleh melalui kritik sumber atau disebut juga kredibilitas sumber, dan keempat, penyajian hasilnya dalam bentuk tertulis. Hasil penelitian yakni di daerah Pasaman Barat telah terjadi interaksi ketiga etnis tersebut. Interaksi tidak terlepas dari proses migrasi. Dari proses migrasi dan interaksiĀ  elah terjadi perkawinan campuran. Salah satu daerah yang paling menarik yakni Nagari Jambak. Sebuah daerah yang berada di Pasaman Barat dan ditempatioleh tiga etnis tersebut. Perkawinan campuran antar etnis telah terjadi di daerah tersebut, perkawinan campuran yang berbeda tentu membawa perubahan dari masing-masing etnik terutama menyangkut keyakinan dan nilai budaya yang dianut oleh masyarakat dan juga memperluas jaringan kekerabatan. Perkawinan campuran dalam masyarakat yang multienik membentuk keyakinan penduduk bahwa tidak ada lagi perbedaan antar etnik, berguna untuk menghilangkan streotype etnik yang tidak baikterhadap etnik lainnya.
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PEDESAAN DI SIMANCUANG KABUPATEN SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Undri Undri
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.413 KB) | DOI: 10.36424/jpsb.v1i1.111

Abstract

Kajian ini memusatkan perhatian pada kajian bentuk kearifan lokal dalam masyarakat pedesaan di Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat. Secara metodologi, penelitian ini mengunakan metode penelitian sejarah. Hasil kajian diperoleh bahwa bentuk kearifan lokal pada masyarakat Simancuang dapat dibagi dua yakni (1) pada persawahan dan (2) hutan. Sebagian besar warga desa yang berdiri sejak tahun 1974 ini berprofesi sebagai petani padi dan masih mempertahankan cara menanam padi tradisional sehingga jumlah pupuk dan pembasmi hama berbahan kimia yang digunakan jauh lebih sedikit. Kemudian dalam bidang kehutanan, berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.573/Menhut-II/2011 tanggal 03 Oktober 2011 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung sebagai areal kerja Hutan Desa/Nagari Simancuang Alam PauhDuo seluas + 650 (enam ratus limapuluh) hektar di Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan Propinsi Sumatera Barat, dan ini merupakan dasar hukum berdirinya Hutan Nagari Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan yang selanjutnya mendapatkan izin pengelolaan Hutan Nagari berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor: 522-43-2012 tanggal 19 Januari 2012 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Nagari pada Kawasan Hutan Lindung seluas + 650 hektar kepada Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Simancuang.
IRIGASI TRADISIONAL SUBAK DI DESA SUMBER AGUNG KECAMATAN ARMA JAYA KABUPATEN BENGKULU UTARA PROPINSI BENGKULU Undri Undri
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (491.107 KB) | DOI: 10.36424/jpsb.v4i1.97

Abstract

Tulisan ini memfokuskan tentang irigasi subak di Desa Sumber Agung Kecamatan Arma Jaya Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu. Persoalan subak menjadi menarik untuk dikaji jika ternyata dapattetap tumbuh di daerah yang jauh dari tempat asalnya, yakni Pulau Bali. Keberadaan subak di daerah tersebut tidak terlepas dari bermigrasinya orang Bali melalui program transmigrasi, tepatnya tanggal 17 Oktober 1963. Penelitian ini mengunakan metode penelitian sejarah. Dalam metode penelitian sejarah akan melalui empat tahapan penting yakni pertama heuristic, mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah atau pengumpulan sumber, Kedua, kritik menilai otentik atau tidaknya sesuatu sumber dan seberapa jauh kredibilitas sumber. Ketiga, sintesis dari fakta yang diperoleh melalui kritik sumber atau disebut juga kredibilitas sumber, dan keempat, penyajian hasilnya dalam bentuk tertulis. Hasil penelitianyakni tahun 1983 kelompok subak ini dibina oleh Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Kabupaten Bengkulu Utara, sehingga nama kelompok ini dirubah menjadi KP2A (Kelompok Petani Pemakai Air), peran strategis pengaturan air dipegang oleh Ketua KP2A dan pengurusnya, sedangkan pembagian air masih dilakukan oleh Ulu-ulu. Meskipun tujuan subak di Desa Arma Agung lebih menekankan bidang ekonomi, yaitu meningkatkan produksi pertanian beserta pemasarannya, namun bukan berarti aspek-aspek yanglain seperti sosial dan agama lepas dari ruang lingkupnya. Sesungguhnya aspek agamalah yang menjiwai dan sekaligus penggerak subak itu sendiri. Hal ini karena konsep Tri Hita Karana yang menjadi dasar dari subak yang bersangkutan bersumber dari agama yang mereka anut yaitu Hindu Dharma.
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI DESA TABALA JAYA KECAMATAN BANYUASIN II KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN1 Undri Undri
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (76.182 KB) | DOI: 10.36424/jpsb.v2i1.76

Abstract

Tulisan ini memfokuskan tentang kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan hutan di Desa Tabala Jaya Kabupaten Banyuasin II Propinsi Sumatera Selatan, mulai dari bentuk kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan hutan, faktor-faktor yang menentukan eksistensi kearifan lokal tetap terjaga dalam pengelolaan hutan serta pengaruh kearifan lokal dalam pengelolaan hutan di Desa Tabala Jaya Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini mengunakan metode penelitian sejarah. Dalam metode penelitian sejarah melalui empat tahapan penting yakni pertama heuristic, mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah atau pengumpulan sumber, Kedua, kritik menilai otentik atau tidaknya sesuatu sumber dan seberapa jauh kredibilitas sumber. Ketiga, sistesis dari fakta yang diperoleh melalui kritik sumber atau disebut juga kredibilitas sumber, dan terakhir dalam metode penelitian ini yakni, penyajian hasilnya dalam bentuk tertulis. Hasil kajian diperoleh bahwa salah-satu masyarakat yang masih mempertahankan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan yakni masyarakat Desa Tabala Jaya Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin Propinsi SumateraSelatan. Bagi masyarakat di Desa Tabala Jaya, hutan dipandang sebagai pengikat dan penanda kolektivisme serta media untuk terus mempertahankan ikatan kekerabatan. Karenanya bagi Masyarakatdi daerah tersebut, hutan yang merupakan bagian dari ulayat tidak dipandang dan diposisikan sekedar faktor produksi belaka, tetapi juga sekaligus mengikat hubungan sosial masyarakat. Penguasaan kolektiftersebutlah membentuk ikatan kekerabatan dalam penguasaannya diantara masyarakat tersebut. Bagi masyarakat di daerah tersebut, hutan yang merupakan bagian dari ulayat tidak dipandang dan diposisikansekedar faktor produksi belaka, tetapi juga sekaligus mengikat hubungan sosial masyarakat. Penguasaan kolektif tersebutlah membentuk ikatan kekerabatan dalam penguasaannya diantara masyarakat tersebut