Ali Akbar
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Konsep Kepemilikan dalam Islam Ali Akbar
Jurnal Ushuluddin Vol 18, No 2 (2012): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v18i2.704

Abstract

Islam memberikan ruang dan kesempatan kepada manusia untuk mengakses segala sumber kekayaan yang dianugerahkan-Nya di bumi ini, guna memenuhi semua tuntutan kehidupannya. Konsep kepemilikan dalam ajaran Islam berangkat dari pandangan bahwa manusia memiliki kecendrungan dasar (fithrah) untuk memiliki harta secara individual, tetapi juga membutuhkan pihak lain dalam kehidupan sosialnya. Harta atau kekayaan yang telah dianugerahkan-Nya di alam semesta ini, merupakan pemberian dari Allah kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya guna kesejahteraan seluruh umat manusia secara ekonomi, sesuai dengan kehendak Allah Swt.
Metode Ijtihad Yusuf Al-Qardhawi dalam Fatawa Mu’ashirah Ali Akbar
Jurnal Ushuluddin Vol 18, No 1 (2012): January - June
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v18i1.695

Abstract

Yusuf al-Qardhawi adalah salah seorang ulama kontemporer yang memiliki gagasan dan ide cemerlang dalam upaya pembinaan hukum Islam seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan zaman. Di antara karyanya yang berkaitan dengan pemikiran ijtihad dikemas dalam karya monumentalnya “Fatawa Mu’ashirah”. Di dalamnya beliau mengupas tentang masalah-masalah kontemporer yang berkaitan dengan; akidah, ibadah, mu’amalah, jinayat, perkawinan, ekonomi, sosial, politik, kedokteran dan sebagainya dengan menggunakan beberapa macam pendekatan serta menawarkan metode-metode ijtihad kontemporer sesuai dengan tujuan syari’at.
Nikah Sirri Menurut Perspektif Al-Quran Ali Akbar
Jurnal Ushuluddin Vol 22, No 2 (2014): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v22i2.737

Abstract

Nikah sirri atau lazim juga disebut nikah bawah tangan dalam konteks masyarakat Indonesia adalah pernikahan yang dilakukan oleh wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah (PPN) sebagai aparat resmi pemerintah atau perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga dengan sendirinya tidak mempunyai Akta Nikah yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Terjadinya nikah sirri, antara lain disebabkan karena hamil di luar nikah, faktor tekanan ekonomi, ingin melakukan poligami secara diam-diam karena takut terjerumus dalam pergaulan bebas, atau karena ingin menghindar dari peraturan yang berlaku. Meskipun nikah tersebut dinilai sah, namun Rasul menyuruh masyarakat yang menikah untuk mengumumkan pernikahannya dengan walimah (kenduri/ syukuran), guna untuk menghindari dari fitnah. Selain dapat menimbukkan dampak negatif, nikah sirri dapat pula menimbulkan/dosa bagi pelakupelakunya, karena melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah (ulul amri). Sementara al-Quran memerintahkan setiap muslim untuk menta’ati ulul amri selama tidak bertentangan dengan hukum Allah. Dalam hal pencatatan tersebut, ia bukan saja tidak bertentangan, tetapi justru sangat sejalan dengan semangat al-Quran.
Ibn Mas’ud: Pemikiran Fikih dan Fatwanya Ali Akbar
Jurnal Ushuluddin Vol 16, No 2 (2010): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v16i2.672

Abstract

Abdullah bin Mas’ud atau yang lebih akrab dipanggil Ibn Mas’ud (W. 32 H) merupakan sosok fuqaha’ yang memiliki wawasan yang luas dan berpengetahuan komprehensif dalam bidang keagamaan. Di samping mampu melahirkan fatwa-fatwa yang relevan dengan tuntutan zamannya, ia juga terkenal cerdas dan fasih dalam bacaan al- Qur‘an. Pemikiran-pemikiran hukum yang diintrodusirnya mendapat apresiasi sebagai rujukan dalam penetapan hukum Islam. Dalam menghadapi berbagai masalah hukum, Ibnu Mas’ud mengikuti pola yang telah di tempuh umar bin al-Khattab, yaitu lebih berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan umat tanpa terlalu terikat dengan makna harfiah teks-teks suci. Sikap ini diambil umar bin al-Khattab dan Ibnu Mas’ud karena situasi dan kondisi masyarakat ketika itu tidak sama dengan saat teks suci diturunkan. Atas dasar ini, penggunaan nalar (analisis) dalam berijtihad baginya lebih dominan, yang kemudian dikenal dengan aliran ra’yu.