Ahmad M. Sewang
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Bureaucracy of The Sambas Sultanate During The Dutch Colonial Period (1818-1942) Risa Risa; Ahmad M. Sewang; Syamsudduha Syamsudduha; Hasaruddin Hasaruddin
Jurnal Adabiyah: Humanities and Islamic Studies Vol 20 No 1 (2020): Humanities
Publisher : Faculty of Adab and Humanities - Alauddin State Islamic University of Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jad.v17i120i1a4

Abstract

 This study aims to describe the enforcement of colonial power in Sambas Sultanate and to analyze the influence of the colonial bureaucratic system on changes in the bureaucratic system in Sambas Sultanate. This study uses a multidisciplinary approach namely the historical approach as the main approach assisted by social science approaches such as sociological, political, anthropological, and economic approaches. The method used is a historical method that includes four steps namely heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results showed that the establishment of colonial rule in Sambas Sultanate began with an agreement of friendship and fellowship in 1818, continued with the abolition of the Chinese Kongsis, and prevented the expansion of British power. The implementation of the colonial bureaucracy that had led to modernization then influenced changes in the bureaucratic system in Sambas Sultanate, including changes in the administrative area, the implementation of governance with an ambivalent government system (direct and indirect government systems) and the recruitment of officials adjusted to colonial interest. The ambivalent nature of the bureaucracy aims to maintain the hegemony and position of the Dutch colonial as a superstructure. As a result, there was a patron-client relationship between colonial and traditional governments.تهدف هذه الدراسة إلى وصف تطبيق القوة الاستعمارية في سلطنة سامباس وتحليل تأثير النظام البيروقراطي الاستعماري على التغيرات في النظام البيروقراطي في سلطنة سامباس .تستخدم هذه الدراسة نهجًا متعدد التخصصات هو النهج التاريخي باعتباره النهج الرئيسي الذي تدعمه مناهج العلوم الاجتماعية مثل النهج الاجتماعي والنهج السياسي والنهج الأنثروبولوجي والنهج الاقتصادي .الطريقة المستخدمة هي طريقة تاريخية تتضمن أربع خطوات هي الاستدلال، التحقق، التفسير والتأريخ. أظهرت النتائج أن إقامة الحكم الاستعماري في سلطنة سامباس بدأ بمعاهدة الصداقة والزمالة عام 1818 ، تلاه إلغاء المجتمعات الصينية ومنع توسع السلطة البريطانية. أثر تطبيق البيروقراطية الاستعمارية التي أدت إلى التحديث على التغييرات في النظام البيروقراطي في سلطنة سامباس، بما في ذلك التغييرات في المجال الإداري، وتنفيذ الحكومة بنظام حكومي متناقض (أنظمة حكومية مباشرة وغير مباشرة) وتجنيد المسؤولين الذين تم تعديلهم حسب الأذواق الاستعمارية. تهدف الطبيعة المتناقضة للبيروقراطية إلى الحفاظ على هيمنة ومكان الاستعمار الهولندي كبنية فوقية .ونتيجة لذلك، توجد علاقة راعية-عميل بين الحكومتين الاستعمارية والتقليدية. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penegakan kekuasaan kolonial di Kesultanan Sambas dan menganalisis pengaruh sistem birokrasi kolonial terhadap perubahan sistem birokrasi di Kesultanan Sambas. Penelitian ini menggunakan pendekatan multidisipliner yaitu pendekatan historis sebagai pendekatan utama dibantu dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti pendekatan sosiologis, politik, antropologis dan ekonomi. Metode yang digunakan adalah metode historis mencakup empat langkah yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan kekuasaan kolonial di Kesultanan Sambas dimulai dengan perjanjian persahabatan dan persekutuan tahun 1818, dilanjutkan dengan menghapus Kongsi-kongsi Cina dan mencegah perluasan kekuasaan Inggris. Pelaksanaan birokrasi kolonial yang sudah mengarah ke modernisasi kemudian mempengaruhi perubahan sistem birokrasi di Kesultanan Sambas antara lain perubahan wilayah administrasi, pelaksanaan pemerintahan dengan sistem pemerintahan yang bersifat ambivalent (sistem pemerintahan secara langsung dan tidak langsung) dan rekrutmen pejabat disesuaikan selera kolonial. Sifat birokrasi yang ambivalent tersebut bertujuan untuk mempertahankan hegemoni dan kedudukan kolonial Belanda sebagai superstructure. Akibatnya terjalin hubungan patron-client antara pemerintah kolonial dan tradisional.
Tradisi Messawe To Tamma’ di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar : (Studi Budaya Islam) Ahmad Zulkiram; Ahmad M. Sewang; Wahyuddin G
El-Fata: Journal of Sharia Economics and Islamic Education Vol. 2 No. 2: OKTOBER 2023
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Cokroaminoto Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61169/el-fata.v2i2.65

Abstract

Penelitian ini membahas tentang Tradisi Messawe to Tamma’ di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar (Studi Budaya Islam). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) mendeskripsikan dan menganalisis sejarah tradisi Messawe to Tamma di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar, 2) mendeskripsikan dan menganalisis prosesi tradisi Messawe to Tamma di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar, 3) mendeskripsikan dan menganalisis relasi Islam dengan tradisi lokal dalam tradisi Messawe to Tamma di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui field research (penelitian lapangan) yaitu meneliti peristiwa-peristiwa yang ada di lapangan sebagaimana adanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis, antropologi, dan agama. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu melalui tahapan observasi, wawancara dan dokumentasi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, tradisi messawe to tamma’ bermula pada masa raja ke IV Balanipa yaitu Tandi Bella I Kakanna Pattang yang diberi gelar Daeta Tommuwane. Kedua, Pada tradisi messawe to tamma’ terdapat tiga tahap dalam kegiatan ini yaitu pra pelaksanaan, dimana masyarakat membentuk kepanitiaan. kemudian pelaksanaan messawe to tamma. Pelaksanaan acara diawali di masjid seperti massikir dan marratas baca pada pagi harinya, kemudian pasca pelaksanaan. Setelah selesai acara messawe to tamma, maka masyarakat Mandar yang melaksanakan maupun menyaksikan acara messawe to tamma kembali kerumah masing-masing dan memberikan sebuah jamuan kepada tamu yang datang. Ketiga, dalam acara messawe to tamma terdapat pengamalan nilai-nilai sosial yang dimana sebelum pelaksanaanya masyarakat Desa Pambusuang bersama pengurus dan imam mesjid melakukan suatu kesepakatan atau bermusyawarah, untuk membuat atau membentuk suatu kepanitiaan. Pada aspek kultur Sebagaimana dalam tradisi adat Mandar dalam melakukan prosesi messawe to tamma seorang anak laki-laki memakai pakaian busana orang Arab, dengan jubah panjang dan memakai tutup kepala sama halnya dengan Nabi Muhammad Saw,.Pada kegiatan messawe to tamma’ juga memiliki dampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Implikasi penelitian ini adalah Bagi masyarakat yang melaksanakan tradisi messawe to tamma’ diharapkan dapat melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Islam yang terdapat dalam tradisi messawe to tamma’, sehingga tradisi ini tetap eksis untuk dijadikan sebagai sarana dakwah dan memotivasi generasi muda untuk menamatkan al-quran
Historitas Masjid Tua Al-Hilal Katangka di Kabupaten Gowa : (Studi Sejarah Peradaban dan Pendidikan Islam) St. Maisyah Nur Ali; Ahmad M. Sewang; Indo Santalia
El-Fata: Journal of Sharia Economics and Islamic Education Vol. 2 No. 2: OKTOBER 2023
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Cokroaminoto Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61169/el-fata.v2i2.67

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang Masjid Tua Al-Hilal Katangka sebagai simbol peradaban Islam di Gowa. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) menganalisis latar belakang berdirinya Masjid Tua Al-Hilal Katangka dan 2) menganalisis unsur-unsur peradaban Islam pada Masjid Tua Al-Hilal Katangka. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-analisis. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui field research (penelitian lapangan), yaitu menggunakan data dari hasil wawancara lapangan dari narasumber. Penelitian ini menggunakan pendekatan teologis, arkeologi, dan antropologi. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini, yaitu melalui tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, latar belakang berdirinya Masjid Tua Al-Hilal Katangka atas inisiatif Raja Gowa XIV I Mangngrangi Daeng Manrabbia pada tahun 1603. Beliau mendirikan masjid sebagai fasilitas ibadah tamu kerajaan yang beragama Islam. Peristiwa ini dilatarbelakangi ketika syekh dari Yaman beserta rombongannya melaksanakan salat Jumat di bawah pohon katangka. Kedua, inskripsi yang terdapat di beberapa bagian masjid seperti tiga pintu dan mimbar masjid menggambarkan bentuk perkembangan pembangunan masjid dari bebarapa Raja Gowa pada masanya hingga pemerintah setempat dan masyarakat