Almira Gusti Iqma
Universitas Brawijaya

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Community Plantation Forests: As Implementation of Agrarian Reform in Forestry Sector Village Lubuk Seberuk, Lempuing OKI, South Sumatera Almira Gusti Iqma; Genta Mahardhika Rozalinna
Interaktif : Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol 12, No 2 (2020): INTERAKTIF: Jurnal-jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aims to analyze agrarian reform policies in the management of Community Plantation Forests (HTR) in Lubuk Seberuk Village. In terms of methodology, this study uses a literature review - a qualitative approach. The results showed that the Community Plantation Forest (HTR) in Lubuk Seberuk Village is an effort to deal with land conflicts and improve the economy of the surrounding community. The people in Lubuk Seberuk Village have already reaped the rewards from managing rubber plantations so that they are able to pay for children's education up to university level thanks to the HTR rubber plantation. In addition, there is a Community Plantation Forest Timber Forest Product Utilization Permit (IUPHHK-HTR), which is expected by individuals or cooperatives to be able to increase the potential and quality of production forests.Keywords: Agrarian Reform; Community Plantation Forests; Community Plantation Forest Timber Forest Product Utilization Permit (IUPHHK-HTR); Production Forests Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan reforma agraria pada pengelolaan kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Desa Lubuk Seberuk. Dari sisi metodologi, penelitian ini menggunakan kajian literatur – pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Desa Lubuk Seberuk merupakan salah satu upaya untuk menangani konflik lahan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Masyarakat di Desa Lubuk Seberuk sudah memetik hasil dari mengelola kebun karet hingga sudah mampu membiayai pendidikan anak-anak hingga ke jenjang perguruan tinggi berkat hasil kebun karet HTR. Disamping itu, terdapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR), yang diharapkan perorangan atau koperasi mampu untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi.Kata kunci: Reforma agraria; Hutan Tanaman Rakyat (HTR); Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR); Hutan Produksi
Pembentukan Struktur Kelembagaan Sebagai Model Perencanaan Sosial Dalam Mewujudkan Kebangkitan Kampoeng Batik Karanglo Indah Saat Pandemi Andika Riyan Saputra; Almira Gusti Iqma; Imroatul Karimah; Rohmana Najihah
RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual Vol 4 No 1 (2022): Juni
Publisher : Prodi Sosiologi Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/resiprokal.v4i1.142

Abstract

Kampoeng Batik Karanglo Indah merupakan salah satu ikon wisata di Kota Malang dengan mengangkat konsep kebudayaan. Berdirinya kampung wisata tersebut dengan dalih untuk memperkuat sektor perekonomian masyarakat lokal dengan basis kerajinan batik. Sebelum pandemi, Kampoeng Batik Karanglo Indah mampu mendongkrak perekonomian masyarakat lokal. Namun, ketika pandemi mewabah di Kota Malang, Kampoeng Batik Karanglo Indah mengalami penurunan minat. Imbasnya profesi pengrajib batik beralih profesi dan mulai meninggalkan batik. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis permasalahan dilokasi penelitian dengan dilanjutkan merumuskan sebuah perencanaan untuk mempertahankan eksistensi Kampoeng Batik Karanglo Indah selama pandemi. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, penelitian ini didukung tengan teori perencanaan incremental. Pemilihan teori tersebut didasarkan atas ruang lingkup kajian yang dirasa cocok dengan fenomena lapangan. Secara singkat hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwasanya meredupnya Kampoeng Batik Karanglo Indah diakibatkan karena tidak adanya kelembagaan yang mengikat. Imbasnya, tidak ada pembagian kerja secara spesifik dan kurangnya rasa ikatan yang terbentuk antar pengrajin. Dari permasalahan tersebut kemudian peneliti merumuskan sebuah rencana untuk mewujudkan kebangkitan Kampoeng Batik Karanglo Indah melalui penguatan kelembagaan serta adanya re-branding.