Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENGINGKARAN HAK MASYARAKAT ADAT ATAS TANAH ULAYAT OLEH KEBIJAKAN KEHUTANAN Setiati Widihastuti
Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol 8, No 1 (2008): Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v8i1.21006

Abstract

Forest is the part of customary system of the tribe society. However, the forest management done by them is not facilitated in the forestry policy. The centralistic forestry policy causes the overlapping conception of the tribe forest to the state  forest. While it formal normative aspect causes the acces of the tribes to the forest closed and causes reduction of wisdom-based supervision conducted by them. In fact, the community wisdom-based supervision in the socio-culture potential needing a revitalization and  development as the new basis of the change of natural resources management policy which is recently controlled by the goverment proved to be the cause of law and economy harassment to the tribes society of Indonesia. Now we need to change the perception about the forest natural recource management policy controlled only by the government of the forestry instances. It should be the policy based on the community and its development principles to realize the regulation of the forest natural resources consumption. Therefore, the area division is needed to overcome the problems.
Kajian Terhadap Perkawinan antar Orang Berbeda Agama di Wilayah Hukum Kota Yogyakarta Setiati Widihastuti, Sri Hartini, Eny Kusdarini *
SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol 11, No 2 (2014): SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial
Publisher : Yogyakarta State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/socia.v11i2.5295

Abstract

Penelitian ini bertujuan   untuk mengidentifikasi kemungkinan dilangsungkannya   perkawinan antar orang  berbeda agama  di wilayah hukum Kota Yogyakarta, dan mengidentifikasi    putusan Hakim Pengadilan Negeri atas  permohonan perkawinan antar orang  berbeda  agama di  Catatan Sipil Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Wawancara  dan dokumentasi dipilih sebagai teknik pengumpulan data. Subyek penelitian  ditentukan dengan teknik   purposive, yakni dua orang Hakim dan dua pejabat dari Bidang Pencatatan Sipil  Kota Yogyakarta. Analisis data dilaksanakan  secara induktif, yang tahapannya terdiri dari reduksi data, unitisasi dan kategorisasi data, display data,  kesimpulan serta verifikasi. Dalam simpulan  kajian ini dapat dikemukakan bahwa: 1) Perlu dispensasi dari Pengadilan Negeri untuk melangsungkan perkawinan beda agama di wilayah hukum kota Yogyakarta. 2) Sikap  Hakim  PN Yogya atas  permohonan  perkawinan berbeda agama: (a) menolak   memberikan   dispensasi, (b)   kemungkinan dapat  mengabulkan permohonan dispensasi, apabila Hakim  berpendapat UU Perkawinan memang tidak mengatur tentang perkawinan beda agama, sehingga  terdapat  kekosongan hukum. Kata kunci:  perkawinan antar orang  berbeda agama, Pengadilan Negeri, Pencatatan Sipil
Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Kesehatan Di Jogja Mediation Center Setiati Widihastuti, Sri Hartini, dan Eny Kusdarini
SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol 14, No 1 (2017): SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial
Publisher : Yogyakarta State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (703.913 KB) | DOI: 10.21831/socia.v14i1.15889

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya sengketa kesehatan, dan menggambarkan cara mediator Jogja Mediation Center (JMC)  mengupayakan perdamaian diantara para pihak yang bersengketa. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Wawancara  dan studi dokumentasi dipilih sebagai teknik pengumpulan data.   Subjek penelitian ditentukan dengan teknik   purposive. Analisis data  secara induktif, yang tahapannya terdiri dari reduksi data, unitisasi dan kategorisasi data, display data, kesimpulan serta verifikasi. Dalam simpulan penelitian ini dapat dikemukakan bahwa 1) terjadinya sengketa kesehatan disebabkan antara lain karena:  kurang efektifnya  komunikasi dalam menindaklanjuti  ketidakpuasan pasien atas layanan dan tindakan medis yang diterimanya,  serta meluasnya ketidakpuasan  pasien sampai ke ranah publik dan media massa, 2)     hampir semua sengketa kesehatan yang ditangani  oleh mediator Jogja Mediator Center,  bisa didamaikan dengan cara melakukan pendekatan psikologis pada para pihak yang bersengketa, mengadakan kaukus, memotivasi para pihak untuk hadir sendiri tanpa kuasa hukum dan melakukan manufer hukum dalam pembuatan akta  perdamaian Kata kunci: sengketa kesehatan,  mediasi,   Jogja Mediation Center
KAJIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL KARYA PERAJIN BATIK STUDI KASUS DI DESA WUKIRSARI IMOGIRI BANTUL Setiati Widihastuti; Eny Kusdarini
Jurnal Penelitian Humaniora Vol 18, No 2: Oktober 2013
Publisher : LPPM UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.762 KB) | DOI: 10.21831/hum.v18i2.3171

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui hak kekayaan intelektual yang dapat diberikan pada karya perajin batik Imogiri, kendala- kendala yang ditemukan dalam memberikan perlindungan hak kekayaan intelektual pada karya perajin batik Imogiri, serta  usaha-usaha yang telah dilakukan  untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Sebagai suatu penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, wawancara, osbervasi, dan dokumentasi dipilih sebagai teknik pengumpulan data. Subjek penelitian berjumlah tujuh orang yang ditentukan dengan teknik snow ball. Analisis datanya berupa analisis domain, analisis taksonomis, analisis komponensial, dan analisis tema. Simpulan kajian ini adalah bahwa hak atas kekayaan intelektual (HKI) yang dapat dipergunakan untuk melindungi karya perajin batik Imogiri adalah: 1) hak cipta; 2) hak paten sederhana; 3) hak merek; dan 4) hak indikasi geografis. Adapun kendala dalam pemberian perlindungan HKI atas karya perajin batik Imogiri adalah: 1) terbatasnya pengetahuan dan pemahaman para perajin batik Imogiri tentang HKI; 2) kentalnya budaya kebersamaan membuat para perajin sangat sulit menerima konsep-konsep HKI yang menonjolkan hak-hak pribadi; 3) ketentuan-ketentuan dalam HKI yang bersifat komersial dan berorientasi pada keuntungan ekonomis tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki para perajin; dan 4) mahalnya  biaya dan sulitnya prosedur pengurusan HKI.
PEMBERDAYAAN HAK PASIEN SEBAGAI PENCEGAH KEJAHATAN MALAPRAKTEK Setiati Widihastuti
Informasi Vol 31, No 1 (2005): INFORMASI
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4185.097 KB) | DOI: 10.21831/informasi.v1i1.6740

Abstract

Wacana mengenai maraknya "korbsn-korben" tindakan medik bermunculan di me­dia massa. Kegerahan mulai merebak di masyarakat, yang ditandai dengan keluhan di media massa, aduan ke Mahkamah Kode Etik Kedokteran Ikatan Ookter Indonesia (MKEK 101) yang tidak selalu direspon positii, atau upaya penyelesaian ke pengadilan. Namun yang apatis, dan ini jauh lebih banyak adalah memilih diam dan tidak memperpanjang masalah. Perlindungan terhadap pasien dari sisi hukum dan etika masih sangat lemah. Sejauh ini hukum kedokteran belum berpihak kepada masyarakat. Oi samping itu 101 sebagai penjaga etika dan moral profesi kedokteran terkesan tidak peka atas pelanggaran para anggotanya. jadi, menilik urgensinya serta untuk pembelajaran publik, melakukan action dengan menyelesaikannya secara hukum kadang-kadang memang perlu. Tujuannya bukan untuk menyerang, tetapi untuk peringatan agar dokter lebih berhati-hati. Tentu warga masyarakat perlu menyiapkan "peluru", supaya perjuangannya tidak sia-sia. Paham dan mencermati apa yang menjadi hak pasien merupakan langkah awalnya, kemudian memberdayakannya secara arif dan proporsional merupakan langkah selanjutnya. Sambil menunggu efektifnya undang-undang ten tang praktek kedokteran, "payung" perlindungan diri harus disiapkan supaya tidak lebih ban yak lagi korban melayang untuk sesuatu yang masih bisa dihindari.
PENGEMBANGAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK MELALUI LOCAL WISDOM KERATON YOGYAKARTA Eny Kusdarini; - Sunarso; Setiati Widihastuti
Jurnal Penelitian Humaniora Vol 21, No 1: APRIL 2016
Publisher : LPPM UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (494.652 KB) | DOI: 10.21831/hum.v21i1.13105

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) Keraton Yogyakarta yang merupakan ajaran-ajaran karakter yang baik bagi seorang pemimpin untuk melindungi masyarakat yang dipimpinnya. Nilai-nilai kearifan lokal ini bisa dipakai untuk mengembangkan asas-asas umum pemerintahan yang baik terutama pada pemerintahan daerah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan yuridi s dan budaya. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan tahap-tahap reduksi data, unitisasi/kategorisasi data dan penafsiran data. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa banyak nilai kearifan lokal Keraton Yogyakarta dan nilai-nilai lokal masyarakat Jawa yang merupakan nilai-nilai etik yang bisa dipakai untuk mengembangkan asas-asas pemerintahan yang baik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Di antara nilai kearifan lokal tersebut adalah nilai Hamemayu Hayuning Bawana, Sawiji Greget Sengguh Ora Mingkuh, dan Golong-gilig serta nilai-nilai kearifan lokal lainnya. Di samping itu juga ada nilai-nilai etik yang berasal dari ajaran Ki Hajar Dewantoro tentang kepemimpinan yang baik, yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani
PERGESERAN ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT BALI PERANTAUAN DI DIY Setiati Widihastuti; Iffah Nurhayati; Puji Wulandari; Chandra Puspitasar
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 11, No 1 (2022): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Pendidikan Sosiologi FIS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v11i1.58511

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji  pergeseran   pelaksanaan adat perkawinan  pada masyarakat Bali   di perantauan.   Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adat Bali yang tidak dapat dipisahkan dengan agama Hindu,  ibarat ”manik ring cecupu”,   merupakan adat leluhur yang harus dipertahankan masyarakat Bali. Salah satunya adalah kewajiban melaksanakan  nganten  keluar  ataupun perkawinan nyentana  guna menjaga kelangsungan sistem keluarga patrilieal.  Sebagai aktualisasi  darmanya,   masyarakat Bali wajib  mentaati hukum perkawinan adatnya karena swadharma dan swadikara  (hak kewajiban keluarga) hanya dilanjutkan oleh keturunan laki-laki atau kapurusa, reinkarnasi juga melalui kapurusa.  Perkawinan adat tersebut  menyisakan permasalahan  tatkala  keluarga tidak memiliki anak laki-laki.  Menjadi lebih rumit,   jika masalah tersebut dialami  masyarakat Bali perantauan termasuk yang merantau di DIY,  karena sulit mencari solusinya di lingkungan  masyarakat yang heterogen dan jauh berbeda  adat budayanya. Adanya pembauran dengan masyarakat di daerah perantauan dan faktor lainnya memunculkan pergeseran   pandangan para perantau sehingga  menjadi lebih terbuka, seperti menerima bentuk  perkawinan pada gelahang  untuk mengakomodasi kesulitan yang dihadapi  dengan tetap memegang prinsip utama hukum perkawinan adat Bali.
Land pawning practice in Semoyo Village, Patuk Sub-District, Gunungkidul Regency Setiati Widihastuti; Mita Choirunnisa
Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol 20, No 1 (2023): April
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/jc.v20i1.59594

Abstract

This study utilizes a qualitative approach to examine the customary practice of land pawning in Semoyo Village. This practice is based on traditional institutions passed down for generations. It involves the direct transfer of land without the need for a written agreement, witnesses, or village officials. The spirit of togetherness and trust in neighbors and relatives facilitate this practice. The borrower surrenders possession of the land to the lender, who can redeem the land within an agreed-upon time frame. In reality, land pawning has been a common practice in Semoyo Village for decades, as landowners have been unable to redeem their land. While the land is under pawn, the borrower has the right to possession and use. However, the land pawning practice in Semoyo Village is susceptible to disputes and coercion, despite being regulated by Article 7 of Law Number 56 PRP of 1960. Nonetheless, Semoyo Village residents continue to practice land pawning for various reasons, such as urgent needs, avoiding selling their land, difficulty obtaining loans from banks, mutual assistance, and obtaining additional cultivation land. Land pawning is only conducted among close neighbors or trusted relatives whose character is well-known.