Dewa K.S. Swastika
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jl. A. Yani 70 Bogor

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

ANALISIS KEBIJAKAN STRATEGIS DALAM MENDUKUNG SISTEM USAHATANI BERKELANJUTAN DI LAHAN PASANG SURUT SEBAKUNG KALIMANTAN TIMUR Nappu, Basir; Widowati, RR.; , Emilya; K.S. Swastika, Dewa
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 1 (2003): Januari 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Despite some existing problems, swampy areas in East Kalimantan are potential agricultural land. Oneof the problems is conflicting interest between the food crops farmers in the upstream and the brackish water fishgrowers in the downstream. The fish growers suspect that the water flows from upstream is contaminated withpesticides and sulfidic acid and it will be toxic to their ponds. Thus, they closed the primary canal flowing intothe ponds in the downstream. The results are destructive to both parties, namely flooding in the food crops fieldsin the upstream during the wet season and excessive inflow of salty water from the sea into the fish ponds in thedownstream. This assessment is aimed at investigating whether the food crops farming has negative impacts onthe brackish water fish growing. The results showed that closing of the drainage canal (Primer II) did not affectthe water acidity in the downstream. The negative impacts of the closing were bad drainage of the food cropsfields in the upstream and high salinity of the downstream fish ponds. Technically, if the Primer II canal wasopened it would function normally as a drainage canal and the supply of fresh water to the ponds. However,opening of the Primer II canal would raise protest of the fish growers because they kept assuming that water flowfrom the canal would be risky to the fish in the pond. The best option to take is widening and deepening bothbuilt alternative canals.Key words: policy analysis, sustainable agriculture, swampy areaMeskipun mempunyai banyak permasalahan, lahan pasang surut di Kalimantan Timur dapat dipandangsebagai sumberdaya pertanian yang potensial. Salah satu permasalahan yang memerlukan pemecahan segeraadalah konflik kepentingan antara petani tanaman pangan dengan petani tambak. Petani tambak menduga bahwalimpahan air dari usahatani pangan membawa racun pestisida dan pirit sehingga air bereaksi masam dan akanmeracuni ikan dalam tambak. Dugaan ini menyebabkan petani tambak menutup saluran primer (sungaiMaruwat) yang menuju ke areal tambak. Akibatnya, pada musim hujan terjadi banjir pada areal tanaman pangan,dan pada musim kemarau terjadi pemasukan air laut yang berlebihan di lahan tambak. Kondisi ini merugikankedua belah pihak, baik petani pangan maupun petani tambak. Pengkajian ini dilakukan untuk mengidentifikasiapakah benar usahatani tanaman pangan mempunyai dampak yang negatif terhadap budidaya ikan tambak. Hasilkajian menunjukkan bahwa penutupan saluran Primer-II tidak berpengaruh terhadap kemasaman air di bagianhilir. Dampak negatif dari penutupan saluran tersebut adalah buruknya sistem drainase pada lahan pangan dibagian hulu dan tingginya salinitas air tambak di bagian hilir. Secara teknis, saluran Primer-II akan berfungsisecara normal sebagai saluran drainase dan pemasok air tawar untuk tambak, apabila saluran tersebut dibukakembali. Namun langkah ini dapat menimbulkan gejolak di kalangan petani tambak, karena mereka masihberpendapat bahwa aliran air dari saluran Primer-II membahayakan ikan di tambak. Oleh karena itu, langkahyang paling strategis adalah memperlebar dan memperdalam dua saluran alternatif yang sudah dibangun.Kata kunci : analisis kebijakan, usahatani berkelanjutan, lahan pasang surut
DAMPAK KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Widowati, RR. Retno; , Hamsudin; K.S. Swastika, Dewa
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 7, No 2 (2004): Juli 2004
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Although share of agricultural sector in GRDP of East Kalimantan province is relatively small, but this sectoremploys significant labor. On the other hand, agricultural land resources are less utilized optimally. Results of thestudy showed that 89 percent of sample farmers reduced the dosage of fertilizers due to too expensive. The farmers(55%) did not difficulty in purchasing, but the price was unaffordable. Most of the farmers (96%) deemed that riceprice at farm level was too low. Negative impact of high price of fertilizers led farmers to use less SP-36 and resulted in lower average yields by 0.1 ton/ha. Real income of farmers from rice farming was relatively low due ineffective implementation of floor price policy to compensate increased price of fertilizers. It is essential to maintainfloor price of rice officially established by the government. For example, the government purchases farmers’ ricethrough Dolog. The local government could also intervene through credit program for input purchase at low interestrate.Key words: fertilizer subsidy, rice farming, floor priceWalaupun peran sektor pertanian dalam PDRB di Kalimantan Timur relatif kecil, tetapi cukup banyakmenyerap tenaga kerja. Dipihak lain, sumberdaya lahan masih relatif sedikit dimanfaatkan secara optimal. tercatatcukup luas, yaitu 856.195 ha lahan sawah potensial, sementara yang baru termanfaatkan baru Hasil penelitianmenunjukkan bahwa harga pupuk relatif mahal bagi 89 persen petani sampel sehingga mengurangi aplikasi pupuk danmenurunkan produktivitas. Sekitar 55 persen petani tidak kesulitan memperoleh pupuk di kios sarana produksi,namun harga pupuk terlalu tinggi. Sebanyak 96 persen petani menyatakan bahwa harga gabah antara Rp 900 sampaiRp 1.100 per kg tidak sebanding dengan biaya produksi. Sebagian besar (57%) tidak lagi mengandalkan lahanpertaniannya sebagai mata pencaharian utama. Untuk meningkatkan kemampuan petani membeli sarana produksi,maka pemerintah harus berupaya menyediakan fasilitas kredit murah dengan prosedur administrasi yang mudah.Pencabutan subsidi pupuk secara umum tidak berdampak negatif terhadap tingkat penerapan teknologi, kecualiberkurangnya penggunaan SP36 yang berakibat penurunan produktivitas padi sekitar 1 ku/ha. Dampak negatif yangcukup signifikan dari penghapusan subsidi ini adalah menurunnya pendapatan riil usahatani padi yang terutamadisebabkan oleh tidak efektifnya implementasi kebijakan harga dasar gabah. Untuk melindungi petani dari kerugianakibat kebijakan penghapusan subsidi, maka perlu ada upaya pengamanan kebijakan harga dasar gabah, berupapembelian gabah petani oleh Dolog melalui KUD atau melalui Tim Khusus Dolog. Alternatif lain adalah bantuansubsidi pupuk oleh pemerintah daerah kepada petani di Kalimantan Timur.Kata kunci : subsidi pupuk, usahatani padi, harga dasar gabah 
KAJIAN SISTEM USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN TENGAH N. Ahmad, Salfina; D, Deddy; , Siswansyah; K.S. Swastika, Dewa
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 7, No 2 (2004): Juli 2004
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengkajian Sistem Usaha Ternak Sapi Potong dilaksanakan di Desa Sumber Rejo, Kabupaten Barito Selatan,Kalimantan Tengah pada tahun anggaran 2002. Pengkajian ini bertujuan untuk mengintroduksikan teknologipeningkatan produktivitas sapi potong dan sapi bibit melalui perbaikan pakan dan penanggulangan penyakit ternakserta pengembangan hijauan makanan ternak (HMT). Pengkajian dilaksanakan secara on farm research di lahanpetani dengan melibatkan sebanyak 32 petani yang terdiri dari 16 petani yang menerapkan teknologi introduksi dan 16orang yang menerapkan teknologi yang biasa dilakukan petani (existing technology). Pada pengkajian usahapenggemukan dan pembibitan digunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan, yaitu teknologiintroduksi dan teknologi petani sebagai kontrol. Teknologi yang diintroduksikan terdiri dari beberapa komponen yaitupemberian pakan hijauan; pakan konsentrat dan pakan aditif. Selain perbaikan pakan, juga dilakukan penanggulanganpenyakit parasit cacing dengan pemberian obat cacing nematoda (Monil ®) dan cacing trematoda (Dovenix ®),antibiotika Terramycine® LA dan multivitamin-mineral, disertai dengan perbaikan sanitasi kandang dan ternak.Sedangkan untuk teknologi petani, sapi hanya diberi pakan rumput lokal, tanpa penanggulangan penyakit dan sanitasi.Variabel yang diamati pada usaha penggemukan dan pembibitan selama 5 bulan adalah rata-rata pertambahan bobotbadan harian (PBBH) dan penggunaan input serta perolehan output. Sapi yang digemukkan dengan teknologiintroduksi mengalami peningkatan PBBH secara sangat nyata. Rata-rata PBBH sapi Bali meningkat dari 296 menjadi528 gr/ekor/hari dan sapi PO meningkat dari 381 menjadi 697 gr/ekor/hari. Pada sapi induk bunting 3-4 bulanmenjelang melahirkan yang dikelola dengan teknologi introduksi mengalami peningkatan PBBH secara sangat nyata.Rata-rata PBBH pada sapi Bali meningkat dari 398 menjadi 625 gr/ekor/hari dan sapi PO meningkat dari 525 menjadi801 gr/ekor/hari. Rata-rata berat lahir pedet yang dihasilkan dari induk dengan teknologi introduksi lebih tinggi daripada pedet dari induk kontrol.Kata kunci : penggemukan, pembibitan, sapi Bali, sapi PO, bioplus, lahan kering.The assessment was conducted in Sumber Rejo village, South Barito district, Central Kalimantan in 2002.This assessment was aimed to develop a package of improved technology of beef fattening and cows breeding byimprovement of feed and diseases control. The assessment was conducted collaboratively with farmers, involving 32cooperators and consisting of 16 farmers with introduced technology and the other 16 farmers with existingtechnology. Components of introduced technology were fed with green forage, concentrate and feed supplement. Foranimal diseases control, anthelminthic drugs for nematode worm (Monil ®) and trematode worm (Dovenix ®),antibiotic drug and multivitamin-mineral, and improved the sanitation of housing and cattle. While the farmers’technology was fed with native grass only, without animal diseases control. Parameters observed for 5 months wereaverage daily gain (ADG) of cattle and farmer’s income. Steers with introduced technology was significantly highercompared to that of control. ADG of Bali steers improved from 296 to 528 gr/head/day and PO steers from 381 to 697gr/head/day. ADG of pregnant cows 3-4 months before calves with introduced technology was significantly highercompared to farmers’ technology. ADG of Bali cows improved from 398 to 625 gr/head/day and PO cows from 525to 801 gr/head/day. The average natal body weight of calves with introduced technology was higher than those offarmers’ technology.Key words : fattening, breeding, Bali cattle, Ongole-cross cattle, bioplus, dry land.