Soenarjo Soenarjo
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi Semarang

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Perkembangan Sirkuit Anestesi Taufik Eko Nugroho; Himawan Sasongko; Soenarjo Soenarjo
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 4, No 1 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v4i1.6436

Abstract

Bagi seorang ahli anestesi, pemahaman terhadap fungsi dari sistem penghantaran anestesi ini sangatlah penting. Berdasarkan fakta dari data American Society of Anesthesiologists (ASA), Caplan menemukan bahwa meskipun tuntutan dari pasien terhadap kesalahan dari sistem penghantaran anestesi jarang terjadi, akan tetapi ketika itu terjadi maka akan menjadi suatu masalah yang besar, yang sering mengakibatkan kematian atau kerusakan otak yang menetap. Sirkuit anestesi atau dikenal dengan sistem pernafasan merupakan sistem yang berfungsi menghantarkan oksigen dan gas anestesi dari mesin anestesi kepada pasien yang dioperasi. Sirkuit anestesi merupakan suatu pipa/tabung yang merupakan perpanjangan dari saluran pernafasan atas pasien. Sirkuit anestesi diklasifikasikan sebagai rebreathing dan non-rebreathing berdasarkan ada tidaknya udara ekspirasi yang dihirup kembali. Sirkuit ini juga diklasifi kasikan sebagai open, semi open, semi closed dan closed berdasarkan ada tidaknya (1) reservoir bag, (2) udara ekspirasi yang dihirup kembali (rebreathing exhaled gas), (3) komponen untuk menyerap korbondioksia ekspirasi serta (CO2 absorber) (4) katup satu arah.
Perbandingan Penggunaan Triamcinolone Acetonide dan Lidocaine Pada Pipa Endotrakea Terhadap Angka Kejadian Nyeri Tenggorok Pasca Intubasi Pada Anestesi Umum Erwin Ferdian; Soenarjo Soenarjo; Uripno Budiono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 6, No 3 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.265 KB) | DOI: 10.14710/jai.v6i3.9128

Abstract

Latar Belakang : Salah satu komplikasi pemasangan pipa endotrakea adalah nyeri tenggorok paska operasi akibat kerusakan mukosa trakhea. Triamcinolone acetonide gel mengandung kortikosteroid disamping dapat sebagai agen lubrikasi juga mempunyai efek anti inflamasi. Tujuan : Membandingkan efek lubrikasi pipa endotrakea dengan triamcinolone acetonide gel dan lidocaine jelly terhadap angka kejadian nyeri tenggorok paska intubasi. Metode : 58 pasien yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum di RSUP Dr.Kariadi Semarang dan memenuhi kriteria inklusi dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Induksi menggunakan propofol 2 mg/kgBB iv, rokuronium 0,6 mg/kgBB iv dan fentanyl 1 mcg/kgBB iv kemudian dilakukan intubasi dilakukan intubasi dengan pipa endotrakea high volume low pressure non kinking dengan ukuran 7.0 untuk perempuan dan 7,5 untuk laki-laki. Kelompok 1 (K1) diberikan triamcinolone acetonide in orabase 0,1 % pada pipa endotrakea, kelompok 2 (K2) diberikan Lidocaine Jelly masing-masing diberikan 0,5 cc dilubrikasikan pada pipa endotrakea sepanjang 15 cm dari ujung distal. Selanjutnya cuff dikembangkan dengan udara dalam spuit 20 cc sampai tidak terdengar kebocoran udara napas. Rumatan anestesi dengan isofluran 1-1,5 % dalam O2 dan N2O 50% dan pelumpuh otot rokuronium intermiten. Analgetik diberikan ketorolak 30 mg dan tramadol 2 mg/kgBB iv. Selesai operasi, ekstubasi pipa endotrakea dilakukan saat pasien sudah sadar. Dilakukan observasi nyeri tenggorokan 1 jam, 6 jam dan 24 jam setelah ekstubasi. Hasil : Angka kejadian nyeri tenggorok paska intubasi endotrakea pada kelompok 1 lebih rendah dibandingkan pada kelompok 2. Kesimpulan : Triamcinolon acetonide jelly lebih baik dibanding lidocaine jelly dalam mengurangi nyeri tenggorok paska anestesi umum dengan intubasi.