Aria Dian Primatika
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi Semarang

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Perbedaan Pemberian Midazolam dan Ketamin Terhadap PaCO2 dan HCO3 pada Pasien dengan Ventilator Tatag Istanto; Aria Dian Primatika; Ery Leksana
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 5, No 3 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.543 KB) | DOI: 10.14710/jai.v5i3.6310

Abstract

Latar belakang: Sekitar 42 – 72% pasien yang dirawat di Unit Rawat Intensif (URI) diberikan sedasi. Obat yang digunakan yaitu midazolam dan ketamin, yang berbeda efeknya terhadap pembuluh darah.Tujuan: Mengetahui perbedaan nilai PaCO2 dan HCO3 darah arteri pasien yang dirawat di URI yang menerima midazolam dibandingkan dengan ketamin.Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik eksperimental acak tersamar ganda pada subjek yang menggunakan ventilator di URI. Subjek (n : 28) dibagi menjadi K1 yang mendapat sedasi ketamin dan K2 yang mendapat midazolam. Sedasi diberikan selama 24 jam, dosis bervariasi, target Ramsay Score 3. Diperiksa nilai analisis gas darah pada jam ke- 0, 6 dan 24.Hasil: Hasil perbandingan pada jam ke- 0 dan ke- 24 kelompok K1 dan K2 nilai HCO3 p=0,565 (p>0,05). Nilai PaCO2 menunjukkan kemaknaan sebesar p=0,12 (p>0,05)Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang tidak bermakna pada penggunaan ketamin maupun midazolam sebagai sedasi terhadap nilai PaCO2 dan HCO3 pada subjek yang menggunakan ventilator antara jam ke- 0 dan ke- 24. 
Neurotransmitter Dalam Fisiologi Saraf Otonom Iwan Dwi Cahyono; Himawan Sasongko; Aria Dian Primatika
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (684.606 KB) | DOI: 10.14710/jai.v1i1.6297

Abstract

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis.Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal. Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X). Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan maupun penurunan aktivitas.Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi refleks otonom kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual, refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal, berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis sepertinya jauh lebih spesifik.