Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, hidup berpasang-pasangan adalah naluri segala makhluk Allah termasuk manusia,maka setiap diri akan cenderung mencari pasangan hidup untuk menikah. Setelah adanya pernikahan, maka akan lahir status penerimaan baru dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, serta pengakuan yang baru oleh orang lain. Namun praktiknya, prinsip untuk membentuk keluarga kecil terlepas dari segala bentuk intervensi orang tua tidak dapat dilakukan secara menyeluruh oleh sebagian masyarakat. Adanya campur tangan dari orang tua terhadap rumah tangga anak akan menimbulkan ketidak harmonisan bagi keluarga anak dan keluarga orang tua. Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (field research), pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis sosiologis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Intervensi orang tua terhadap rumah tangga anak menurut hukum islam, diperbolehkan dengan syarat disaat adanya shiqaq dalam rumah tangga anak, dalam hal ini orang tua bertindak sebagai hakam (juru damai). Sedangkan menurut hukum positif orang tua tidak diperbolehkan ikut intervensi dalam rumah tangga anak dengan alasan apapun, karena orang tua sudah tidak mempunyai kewajiban terhadap anaknya yang telah menikah atau dewasa.