Syarifuddin Usman
Universitas Muhammadiyah Maluku

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pemberatan Hukuman Terhadap Residivis dalam KUHP Ditinjau Menurut Hukum Islam Syarifuddin Usman; Muhammad Zikru
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v6i1.1843

Abstract

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aturan KUHP Indonesia menetapkan unsur-unsur pemberatan hukuman bagi para residivis, dan pandangan hukum Islam terhadap pemberatan hukuman bagi residivis dalam hukum positif Indonesia. Residivis yaitu pengulangan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang pernah dihukum karena kejahatan yang sama, dan di dalam kejahatan sebelumnya sudah diputuskan oleh hakim, dan suatu kejahatan secara umum dikatakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode penelitian secara deskriptif komparatif. Sumber utama diperoleh dalam aturan KUHP Indonesia dalam hal pemberatan hukuman bagi para residivis dan pemidanaan dalam hukum Islam. Hukum Islam telah menetapkan aturan-aturan pokok pengulangan tindak pidana secara keseluruhan. Meskipun demikian, para fuqaha tidak membedakan antara pengulangan umum dan pengulangan khusus, juga pengulangan sepanjang masa dan pengulangan berselang waktu. Bahwa seorang pelaku tindak pidana harus dijatuhi hukuman yang telah ditetapkan untuk tindak pidana tersebut, tetapi jika pelaku kembali mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya, maka hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya dapat diperberat.
Tindak Pidana Minuman Khamar dalam Qanun Provinsi Aceh Nomor 12 Tahun 2003 Syarifuddin Usman
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 1, No 2 (2012)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v1i2.1424

Abstract

Islam forbids his people to do acts that could harm future either again himself, nor to the community and surrounding environment. One of the prohibited acts and should be shunned by a moslem is the act of taking something that fifth major precept, like drinking alcohol. In Islamic law in Aceh Province Qanun Number 12 of 2003, a person who drink alcohol will be subject to maximum caning eighty lashes and least forty lashes. That Qanun will provide a detterent effects and embrassing to the perpetrators, because the punishment was carried out in front of crowds in presence of many people, let one published in the newspapers an television.
Evaluasi Kebijakan Satu Desa Satu Milliar Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai (Studi Desa Gotalamo Kecamatan Morotai Selatan dan Desa Bere-Bere Kec. Morotai Utara Syarifuddin Usman; Asrul Sani Habib
JIP (Jurnal Ilmu Pemerintahan) : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah Vol 1 No 2 (2016)
Publisher : Universitas Pancasakti Tegal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24905/jip.1.2.2016.352-376

Abstract

Sebelum berlakunya UU Desa nomor 6 tahun 2014 dimana anggaran dana desa dianggarkan 1 Milyar dari APBN, Kabupaten Pulau Morotai, melalui Kepala Daerahnya Rusli Sibua, pada tahun anggaran 2014 telah menganggarkan satu desa satu milyar (SDSM) untuk setiap desa di Kabupaten tersebut. Komitmen membangun desa ini dari Bupati Rusli Sibua tersebut merupakan janji politik saat kampanye pemilihan kepala daerah pada 2011. Setelah terpilih sebagai kepala daerah, Rusli Sibua merealisasikan janji tersebut melalui program pembangunan desa melalui SDSM yang diakomodir dalam APBD. Dengan kebijakan tersebut, program SDSM pemerintah Kabupaten Pulau Morotai terhadap pembangunan di dua desa yakni, desa Gotalamo kecamatan Morotai Selatan dan desa bere-bere kecamatan Morotai Utara hanya berdampak pada pembangunan infrastrtuktur desa, seperti pembangunan rumah ibadah (Masjid dan Gereja), Kantor Desa, dan Pagar Desa dan Jalan Desa. Belum ada program yang menyentuh perbaikan taraf ekonomi masyarakat sehingga meningkatkan kesejahteraan. Meskipun ada juga alokasi anggaran untuk para imam masjid, guru mengaji, kader posyandu dan sejmlah perangkat desa. Temuan penelitian menunjukkan kebijakan Satu Desa Satu Miliar tidak pernah pernah dilakukan evaluasi, baik di tingkat desa, kecamatan maupun di tingkat Kabupaten, sehingga kebijakan SDSM tidak bisa di ukur sejauh mana program yang diwujudkan dan seperti apa penggunaan anggarannya. Meskipun bukan merupakan factor penghambat, tapi akibat pengelolaan keuangan yang tidak transparan dan terpusat pada kepala desa, membuat hubungan BPD dan Kepala desa menjadi disharmonis.
THE EXISTENCE OF BITCOIN IN THE PERSPECTIVE OF MAQASID AL-SYAR‘IYAH Dara Lidia; Jabbar Sabil; Syarifuddin Usman
PETITA: JURNAL KAJIAN ILMU HUKUM DAN SYARIAH Vol 3 No 2 (2018)
Publisher : LKKI Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4101.534 KB) | DOI: 10.22373/petita.v3i2.45

Abstract

Historically, the means of payment has evolved from time to time. The current phenomenon is Bitcoin, claimed by its users as a means of future payments, that have been the major attention of many people, from people in business to students. The research question in this study was how the existence of Bitcoin as a medium of exchange is, and how its existence as a medium of exchange is viewed based on the maqāṣid al-syar 'īyah. This used the literature research method and the maqāṣidī approach by applying the tarjih maslahat method. The existence of Bitcoin as a medium of exchange is considered valid because of the 'urf recognition. However, it requires a legal status from the government because it is related to al-maslahat al-mmāmmah, the mafsadat (damage) value of Bitcoin is higher than its maslahat (benefit) value. Hence, it is concluded that Bitcoin is valid as a medium of exchange. Still, its use must be limited due to the mafsadat (harm) probability that is more dominant at the ḍarūriyyāt (primary needs) level, following the principle of "rejecting the harm is prioritized than realizing the benefit." Abstrak: Berdasarkan sejarah, alat pembayaran dari masa ke masa telah mengalami evolusi, pada saat ini terdapat sebuah fenomena yaitu fenomena Bitcoin yang diklaim oleh para penggunanya sebagai alat pembayaran masa depan yang telah banyak menyita perhatian orang mulai dari kalangan pengusaha hingga mahasiswa. Bitcoin memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan alat pembayaran yang biasa digunakan, di antaranya yaitu sifatnya yang desentralisasi sehingga tidak ada pengendali pusat yang akan ikut campur di dalamnya. Sedangkan pada kebiasaannya, alat pembayaran di suatu wilayah berada di bawah pengawasan pemerintah karena alat pembayaran tergolong kepada kebutuhan primer yang menyangkut kesejahteraan umum. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana eksistensi Bitcoin sebagai alat tukar dan bagaimana keberadaan Bitcoin sebagai alat tukar berdasarkan maqāṣid al-syar‘īyah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan pendekatan maqāṣidī dengan menerapkan metode tarjih maslahat. Keberadaan Bitoin sebagai alat tukar dianggap sah karena terdapat pengakuan secara ‘urf. Akan tetapi status sah tersebut perlu mendapatkan pengesahan pemerintah karena terkait dengan al- maslahat al-‘āmmah, nilai mafsadat pada Bitcoin lebih dominan jika dibandingkan dengan nilai maslahatnya. Dari paparan di atas disimpulkan bahwa keberadaan Bitcoin sah sebagai alat tukar, namun penggunaannya merupakan sesuatu yang harus dibatasi karena probabilitas mafsadatnya lebih dominan yang berada pada tingkat ḍarūriyyāt.. Hal ini sesuai dengan kaidah “menolak mafsadat di dahulukan dari pada mewujudkan maslahat.” Kata Kunci: Eksistensi, Bitcoin, Maqāṣid al-Syar‘īyah.