Abraham Nurcahyo
Universitas PGRI Madiun

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Makna Simbolik Arsitektur Gereja Santo Cornelius Kelurahan Pangongangan Kecamatan Manguharjo Kota Madiun Jawa Timur Annisa Tri Rahmawati; Abraham Nurcahyo
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 7, No 2 (2017)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (686.213 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v7i2.1492

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna simbolik arsitektur Gereja Santo Cornelius. Penelitian ini dilakukan di Gereja Katolik Santo Cornelius Kelurahan Pangongangan Kecamatan Manguharjo Kota Madiun. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian sejarah, sehingga menggunakan metode sejarah dalam pelaksanaanya. Teknik pengambilan data dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik keabsahan data yang digunakan adalah analisis data model interaktif. Gereja Santo Cornelius berdiri tanggal 12 Maret 1899, dibangun dengan memiliki menara dan salib diatasnya. Dinamakan Gereja Santo Cornelius karena Cornelius adalah seorang imam yang bijaksana,saleh dan  seorang imam yang penuh kedamaian, keadilan dan kemuliaan Tuhan dengan Mahkota Kemartiran. Kerena hal itulah, umat Katolik menamakan dengan Gereja Santo Cornelius. Tabernakel dilengkapi dengan lampu yang menyala terus sebagai simbol Yesus Kristus Menyala abadi. Itu sebabnya, ketika orang masuk Gereja biasanya didahului dengan pengambilan air suci di depan pintu masuk lalu melakukan tanda salib dan seterusnya bersujud. Posisi menara diletakkan disebelah kiri pintu masuk, memberikan simbol Allah yang melindungi manusia dengan tangan kanan-Nya (apabila dilihat posisi altar adalah posisi dimana Allah hadir dan memandang ke arah masuk umat),dan makna psikologisnya yaitu memberikan rasa aman mengingat manusia selalu merasa lemah di sebelah kiri.
Kajian Sosioreligi Nilai-Nilai Upacara Aruh Baharin Dalam Masyarakat Dayak Meratus Halong Kabupaten Balangan Sebagai Sumber Pembelajaran Nilai Berbasis Multikultural Rydho Bagus Pratama; Abraham Nurcahyo
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (697.791 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v9i1.3640

Abstract

Penelitian ini, bertujuan untuk menyatakan bagaimana nilai-nilai positif dalam sistem religi dari budaya lokal Dayak Meratus Halong. Penelitian ini, juga menekankan pada aspek nilai-nilai positif dari budaya, adat-istiadat, dan kearifan lokal dari suku Dayak Meratus Halong. Hal tersebut termanifestasikan dalam sistem religi yang dinamakan sebagai “Aruh baharin”. Pembahasan tentang nilai-nilai upacara aruh baharin dalam masyarakat dayak meratus halong dijelaskan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dimana jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif yaitu jenis penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena yang ada, baik secara alamiah atau rekayasa buatan manusia. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi tahap reduksi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah Aruh baharin adalah sebuah hajatan besar atau pesta panen padi yang diadakan oleh masyarakat Dayak Meratus Halong. Prosesi upacara aruh baharin berlangsung pada empat tempat pemujaan, salah satu tempat terpenting bagi masyarakat Dayak Meratus Halong adalah dibalai adat Sarumpun. Kegiatan dibalai adat, upacara aruh baharin berlangsung dengan skala yang lebih besar. Prosesinya diadakan selama 7 hari siang dan malam. Sedangkan untuk skala yang lebih kecil lagi, diadakan dirumah warga secara pribadi selama 3 hari siang dan malam. Prosesi puncak dari ritual upacara aruh baharin terjadi pada malam ketiga hingga keenam, di mana para balian melakukan proses batandik (menari) mengelilingi tempat pemujaan dengan diiringi oleh bunyi-bunyian alat musik tradisional berupa gamelan.
Peranan Gemblak Dalam Kehidupan Sosial Tokoh Warok Ponorogo Andri Dwi Wahyu Wiranata; Abraham Nurcahyo
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 8, No 01 (2018)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (679.849 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v8i01.2036

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah perkembangan Gemblak di Kabupaten Ponorogo dan untuk menganalisis dan mendiskripsikan peranan Gemblak dalam kehidupan sosial tokoh Warok Ponorogo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Tempat penelitian dilaksankan di Kabupaten Ponorogo mulai bulan Mei sampai Juni 2017. Objek penelitian adalah peranan Gemblak dibalik kehidupan sosial tokoh Warok Ponorogo. Subyek penelitian yaitu pelaku sejarah, seniman daerah, serta narasumber rujukan dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ponorogo dan Pengurus PERPUSDA Kabupaten Ponorogo. Pengumpulan data menggunakan tiga macam, yaitu: observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan teknik purposive sampling. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi mengasuh Gemblak sudah berkembang lama di Kabupaten Ponorogo, bahkan diperkirakan sejak berdirinya Kabupaten Ponorogo tradisi ini sudah berlangsung di lingkungan masyarakat Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini juga menunjukkan peranan Gemblak sangat penting di dibalik kehidupan sosial tokoh Warok Ponorogo. Peranan Gemblak sebagai pendamping Warok yang setia menemani dan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan Warok dalam segala bentuk aktivitanya. Gemblak juga bisa di ibaratkan seperti istri Warok, sebab peranannya yang menggantikan sosok wanita dalam kehidupan Warok Ponorogo. Sebagai asuh yang dipelihara oleh Warok, Gemblak juga berperan sebagai lambang kejayaan  bagi Warok Ponorogo di lingkungan sosialnya.
Tradisi Jamasan Pusaka Di Desa Baosan Kidul Kabupaten Ponorogo (Kajian Nilai Budaya Dan Sumber Pembelajaran Sejarah) Kabul Priambadi; Abraham Nurcahyo
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.281 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v8i2.2678

Abstract

Tradisi dapat ditunjukkan dari hasil budaya yang masih ditemui, baik yang sederhana maupun modern. Hal ini merupakan kemajuan pola pikir nenek moyang kita dalam berkarya baik secara fisik maupun non fisik. Sebagai hasil teknologi, kebudayaan fisik cepat mengalami perkembangan. Kebudayaan sendiri merupakan kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari generasi berikutnya yang memiliki kelemahan dan keunggulan, oleh karena itu, tidak ada kebudayaan yang sempurna. Jamasan pusaka merupakan salah satu cara merawat benda-benda pusaka seperti keris yang di angggap memiliki tuah. Dalam tradisi masyarakat jawa, jamasan pusaka menjadi sesuatu kegiatan spiritual yang cukup sakral dan dilakukan hanya dalam waktu tertentu saja yaitu di bulan suro seperti yang dilakukan di Desa Baosan Kidul Kabupaten Ponorogo. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mendekatkan generasi muda dengan tradisi yang masih ada di dalam lingkungannya, supaya generasi muda dapat mencintai budaya lokal sendiri dan juga tradisi ini sebagai ajang silahturahmi masyarakat Desa Baosan Kidul. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu wawancara langsung ke narasumber atau tokoh masyarakat dan hasil wawancara berupa catatan lapangan yang kemudian diambil kesimpulanya yaitu Jamasan memandikan pusaka atau keris menggunakan perasan air jeruk nipis dan biasanya dilakukan disetiap masing-masing rumah pada bulan suro.