Anna Puji Lestari
Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Komunikasi dan strukturasi gender petani di era revolusi industri 4.0 Anna Puji Lestari; Yuliyanto Budi Setiawan
Jurnal Kajian Komunikasi Vol 8, No 2 (2020): December 2020
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.775 KB) | DOI: 10.24198/jkk.v8i2.25732

Abstract

Selama ini, struktur komunikasi antara buruh tani perempuan dan laki-laki masih bias. Hal ini mengakibatkan kesejahteraan buruh tani perempuan sangat jauh dibandingkan buruh tani laki-laki. Hal tersebut berakar dari struktur dominasi komunikasi laki-laki dalam pengelolaan dan penggarapan lahan Pertanian. Oleh karena itu, penelitian ini menghadirkan pengalaman pengelola lahan pertanian perempuan sebagai wujud pemberdayaan petani perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi. Fenomenologi digunakan untuk mengetahui pengalaman sadar seorang perempuan dalam mengelola lahan pertanian terkait struktur atau aturan yang dibuatnya bagi buruh perempuan petani yang bekerja di bawahnya. Teori yang digunakan adalah Strukturasi Gender dan Ekofeminisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur komunikasi asimetris merupakan penyebab utama perempuan pengelola lahan pertanian masih mengadopsi pola pikir patriarki. Informan dalam penelitian memiliki pekerja laki-laki dan perempuan. Namun, laki-laki diberi peran lebih banyak dalam pengolahan lahan bertanian sehingga mendapatkan insentif lebih besar dari pekerja perempuan. Selain itu, status informan yang seorang perempuan dan tidak lagi memiliki suami ternyata membuatnya tidak memiliki kepercayaan diri dalam mengelola lahan pertanian tanpa memberikan akses lebih kepada para petani laki-laki. Informan yang merupakan perempuan ternyata menganggap buruh tani perempuan lemah. Dengan demikian, struktur komunikasi asimetris memberikan kekuasaan lebih pada petani laki-laki dikarenakan bias bahasa yang mengangap perempuan lemah sehingga berimplikasi pada pembagian pekerjaan dan penciptaan teknologi pertanian yang hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki.