Shalmont, Jerry
Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

FENOMENA MARAKNYA PEER TO PEER LENDING DI MASA PANDEMI COVID-19: MITIGASI RISIKO HUKUM BAGI PEMINJAM [The Phenomenon of Peer-to-Peer Lending During the Covid-19 Pandemic: Mitigation of Legal Risks for Borrowers] Jerry Shalmont; Dora Dominica
Law Review Volume XXI, No. 3 - March 2022
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pelita Harapan | Lippo Village, Tangerang 15811 - Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lr.v0i3.4806

Abstract

The use of Peer to Peer Lending (P2P Lending) has been increasing rapidly since the Covid-19 pandemic in Indonesia, online loan has become a financing option for individuals and business entities. However, the facts showed that some P2P Lending providers operate without proper licenses from the Financial Services Authority (OJK), resulting in huge disadvantages for the borrowers as a result of illegal P2P Lending. This paper will analyze the legal aspects of P2P Lending in terms of risks, from its legality to supervision, and the role of associations in building a sustainable fintech ecosystem. Legal risks should be differentiated from investment risks in which from the user side, especially the borrowers, it is important to act proactively to check whether P2P Lending providers are legal and registered with OJK for risk management. This paper uses normative research by referring to some P2P Lending prevailing laws and regulations in Indonesia as well as factual facts. There are two types of approaches used, namely the statute and conceptual approach, to obtain the desired research results.Bahasa Indonesia Abstrak: Penggunaan Peer to Peer Lending (P2P Lending) sangat berkembang pesat sejak pandemi Covid-19 di Indonesia, pinjaman online menjadi salah satu opsi pembiayaan baik bagi individu sampai dengan badan usaha. Akan tetapi, fakta menunjukan bahwa cukup banyak penyelenggara P2P Lending yang beroperasi namun tidak memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang pada akhirnya mengakibatkan banyak pengguna yang merasa dirugikan akibat P2P Lending ilegal. Tulisan ini akan menganalisis aspek hukum dari P2P Lending dari segi risiko, legalitas sampai dengan pengawasan, serta peranan asosiasi dalam membangun ekosistem fintech yang berkelanjutan. Risiko hukum harus dibedakan dari risiko investasi dari sisi pengguna terutama peminjam, sangatlah penting untuk berperan proaktif mencari tahu penyelenggara P2P Lending legal dan terdaftar di OJK dalam rangka manajemen risiko. Jurnal ini menggunakan penelitian normatif dengan mengacu pada ketentuan hukum dan peraturan P2P Lending yang berlaku di Indonesia. Ada dua jenis pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan undang-undang dan konseptual, guna mendapatkan hasil penelitian yang diinginkan.
SUSTAINABLE BEAUTY: KESIAPAN KONSUMEN DI INDONESIA DALAM MENGINTEGRASIKAN KONSEP KEBERLANJUTAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH KEMASAN PLASTIK PRODUK KECANTIKAN [Sustainable Beauty: Indonesian Consumers’ Readiness to Integrate the Concept of Sustainability in the Waste Management of Beauty Products' Plastic Packaging] Jerry Shalmont
Law Review Volume XX, No. 2 - November 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pelita Harapan | Lippo Village, Tangerang 15811 - Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lr.v20i2.2591

Abstract

The beauty industry is growing faster than ever. Naturally, this is the result of people wanting to look good and be at their best. When it comes to the environment, the beauty industry can be a pretty ugly place. The beauty industry produces 120 billion units of packaging a year. Most of the packaging is not recyclable. Consumers are demanding sustainability and beauty brands are up to the challenge. In fact, some brands have integrated sustainability issues to their production process, the next question whether the consumers especially in Indonesia are ready for these changes? This paper will discuss whether the consumers in Indonesia are ready for the sustainable trend and also discuss how the packaging of their beauty products can be managed properly which includes the waste management system in Indonesia. Sustainability is not limited to the production process but also covers the way of consumers manage the waste of their beauty products. Multiple stakeholders have their own interests and roles in order to make things work properly from the regulator, private sectors and also consumers. For this paper, the Author adopts a normative research by referring to some prevailing laws and regulations in Indonesia and Korea in terms of waste management policies. Further, the Author refers to statute and also comparative approaches in order to get the expected results.Bahasa Indonesia Abstrak: Industri kecantikan saat ini berkembang dengan sangat pesat dibanding periode-periode sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini dikarenakan adanya urgensi bagi orang-orang untuk tampil sebaik mungkin. Ketika bicara tentang lingkungan, industri kecantikan pun memiliki sisi gelap di mana industri kecantikan menghasilkan 120 miliar kemasan setiap tahunnya dan kebanyakan kemasan tersebut tidak dapat didaur ulang. Konsumen saat ini menuntut adanya konsep keberlanjutan dan beberapa brand sudah menunjukkan beberapa upaya untuk memenuhi permintaan konsumen. Pada kenyataannya, beberapa brand telah mengintegrasikan konsep keberlanjutan dalam proses produksi, pertanyaan sebelumnya apakah konsumen terutama di Indonesia telah siap untuk berpartisipasi dalam tren keberlanjutan ini dan bagaimana kemasan produk kecantikan dapat dikelola dengan baik dilihat dari sisi sistem pengelolaan sampah di Indonesia. Pada dasarnya konsep keberlanjutan tidak hanya terbatas pada proses produksi melainkan juga mencakup bagaimana konsumen mengelola sampah kemasan produk kecantikan mereka. Dalam hal ini, beberapa pemangku kepentingan memiliki kepentingan serta perannya masing-masing untuk memastikan konsep ini berjalan dengan baik dari sisi pembuat kebijakan, sektor swasta dan juga konsumen. Artikel ini akan berfokus pada penelitian normatif dengan mengacu pada ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia maupun Korea sebagai perbandingan dalam pengelolaan sampah secara umum. Selanjutnya, digunakan dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan asas-asas hukum serta perbandingan hukum, untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. 
Perlindungan Kesehatan Masyarakat sebagai Justifikasi dari Tobacco Plain Packaging Act Jerry Shalmont; Richard Sebastian Sugianto
Law Review Volume XVIII, No. 1 - July 2018
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan | Lippo Karawaci, Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lr.v0i1.1196

Abstract

 AbstractGlobalization and the rise of international trade of goods and services influence human health - can be both positive and negative. In order to strike a balance between trade and health, policy coherence at the country level is the key to achieve it. The first step towards policy coherence is the development of a good understanding of the issues, based on the analysis of the situation from both a health and trade perspective. This paper discusses on how to strike a balance between trade and health by referring to the latest plain packaging case which brought to WTO dispute settlement forum. After a long process, finally the Panel ruled in favor of the respondent, in this case Australia for their plain packaging policy. The Panel found that there is no alternative measure that can achieve the same objective – for public health which allows Australia to continue the implementation of their plain packaging policy.   Abstrak Globalisasi dan perkembangan perdagangan internasional pada barang maupun jasa mempengaruhi kesehatan manusia, dalam hal ini pengaruh dapat bersifat positif maupun negatif. Untuk dapat menyeimbangkan kepentingan perdagangan dan perlindungan kesehatan, koherensi kebijakan di tingkat negara memegang peranan yang penting. Langkah pertama dalam koherensi kebijakan ini dapat dimulai dengan adanya pemahaman yang baik terhadap isu terkait dengan didasarkan pada analisa situasi dari sisi perdagangan maupun kesehatan. Tulisan ini membahas tentang bagaimana menyeimbangkan kepentingan perdagangan dan kesehatan dengan mengacu pada studi kasus plain packaging yang dibawa pada sistem penyelesaian sengketa WTO. Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya Panel WTO berpihak pada responden/pihak tergugat dalam kasus ini yaitu Australia. Panel menyatakan bahwa tidak ada kebijakan alternatif yang dapat diterapkan untuk dapat memenuhi tujuan yang sama, yakni perlindungan kesehatan masyarakat yang mana memperbolehkan Australia untuk tetap melanjutkan penerapan kebijakan plain packaging yang sudah dimulai sejak tahun 2012.
Upaya Sektor Perbankan Guna Menanggulangi Tingginya Non-Performing Loan Pada Masa Pandemi Covid-19 Grace I. Darmawan; Jerry Shalmont; Alvin Nathanael; Fenyo Ezra Tania; Nitta Kandiah
Jatiswara Vol 37 No 1 (2022): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v37i1.374

Abstract

Meningkatnya penyebaran dan jumlah kasus COVID-19 yang pesat di Indonesia menyebabkan terjadinya pembatasan aktivitas masyarakat yang berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berdampak negatif pada ekonomi dibuktikan dengan adanya penurunan nilai ekspor dan impor Indonesia serta kapasitas investasi. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 telah mencapai minus 5,32%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan restrukturisasi kredit, khususnya penurunan suku bunga dan/atau perpanjangan jangka waktu kredit merupakan upaya yang paling efektif dalam menanggulangi kasus kredit bermasalah pada sektor perbankan di masa pandemi COVID-19 sebab kedua langkah tersebut paling dapat meminimalisir kerugian bank sekaligus mempermudah debitur melunasi utangnya. Bank Indonesia, OJK beserta LPS saling berkoordinasi dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing dalam rangka menangani bank bermasalah guna menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris, dengan menggunakan sumber data primer, sekunder dan tersier. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara.
ASPEK HUKUM BANTUAN BAGI PELAKU USAHA MIKRO (BPUM) DI MASA PANDEMI COVID-19 Jerry Shalmont; Grace I. Darmawan; Dora Dominica
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 10, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (767.252 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v10i3.773

Abstract

Demi penyelamatan perekonomian nasional, khususnya di sektor usaha mikro, maka Pemerintah menyalurkan Bantuan Bagi Pelaku Usaha Mikro (BPUM) atau Bantuan Presiden Produktif untuk Usaha Mikro (BanPres Produktif). Sampai dengan bulan Desember 2020, seluruh anggaran sudah direalisasikan sepenuhnya, namun masih banyak pelaku usaha mikro yang belum mendapatkan bantuan ini. Pemerintah berinisiatif memperpanjang jangka waktu BPUM hingga Juni 2021 melalui Permenkop 2/2021. Perpanjangan waktu ini tentu membawa angin segar bagi pelaku usaha mikro. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, serangkaian persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui justru menimbulkan hambatan bagi pelaku usaha mikro untuk mengakses bantuan tersebut mengingat banyak pengajuan mengalami penolakan dan tidak ada kepastian kapan dana bantuan ini dapat dicairkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji mekanisme penyaluran BPUM agar dapat mengidentifikasi faktor-faktor penghambat, sehingga dapat dicarikan solusi untuk meningkatkan akses pelaku usaha mikro. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif-empiris. Kesimpulannya pembenahan dari pihak Pemerintah Indonesia, di mana prosedur disederhanakan, sosialisasi baik secara offline maupun online digencarkan dari tingkat Pemerintah Pusat sampai dengan Dinas KUKM di daerah.
INSENTIF PAJAK PENGHASILAN BAGI UMKM: REFORMASI, KERINGANAN DAN KEPATUHAN Jerry Shalmont; Grace I. Darmawan; Dora Dominica
Justitia et Pax Vol. 38 No. 2 (2022): Justitia et Pax Volume 38 Nomor 2 Tahun 2022
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

As a response to COVID-19, the Government issued some income tax incentives based on the Minister of Finance Regulation (MoF Regulation) No. 23/PMK.03/2020 concerning Tax Incentives for Taxpayers Who Suffered from COVID-19. There are six tax incentives given by the Government to the Taxpayer, one of them is PPh Final DTP UMKM. In 2021, the Government issued two MoF Regulations which extended the period until December 2021. Through Law Number 7 of 2021 concerning Harmonization of Tax Regulations (UU HPP), the incentive arrangement is adjusted once again. The research topic will focus on the utilization of tax incentives by taxpayers, in particular, the SMEs after the enactment of UU HPP. This research is normative research using regulatory and structural approaches. The research result shows that the reformation of PPh incentives for SMEs through the UU HPP is meant to 1) simplify and make a permanent facility that can be utilized by the SMEs; and 2) improve legal certainty as part of community support. However, this is not enough. The Government shall enact the implementing regulations of UU HPP to improve awareness and compliance of the SMEs to register their businesses and become the registered taxpayer.