Lahirnya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran memberi peluang bagi masyarakat marginal untuk menggunakan frekuensi penyiaran sebagai alat untuk memperkuat kelompoknya seperti dilakukan oleh organisasi perempuan Hapsari di Deli Serdang, Sumatera Utara. Organisasi ini mendirikan radio Hapsari FM sebagai media untuk menyuarakan kepentingan perempuan. Penelitian dengan metode studi kasus ini bertujuan mengetahui empat aspek terkait, yaitu proses pendirian radio, struktur organisasi, program dan programing, serta relasinya dengan komunitas dan stakeholder. Hasil riset menunjukkan bahwa proses pendirian Hapsari FM terkendala oleh kurangnya profesionalisme aparat negara sehingga cenderung mempersulit dan berpotensi menekan keberadaan Hapsari FM melalui celah-celah regulasi. Dalam operasionalisasi siaran radio tersebut terkendala oleh rendahnya kapasitas SDM sehingga radio tersebut tidak maksimal dalam memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan. Minimnya kualitas SDM menyebabkan porsi waktu untuk siaran penguatan perempuan sangat sedikit sehingga radio tersebut lebih banyak menyiarkan acara hiburan. Akibatnya komunitas perempuan tidak mampu membangun sikap profesional dalam bermedia.