Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

EKSISTENSI HUKUMAN KEBIRI KIMIA BAGI PELAKU KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DITINJAU DARI PEMBENTUKAN NORMA HUKUM PIDANA dina roszana; Emmilia Rusdiana; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 3 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v7i3.32337

Abstract

Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia merupakan suatu permasalahan besar yang dihadapi oleh masyarakat. dalam setiap tahunnya. Kekerasan seksual terhadap anak mengalami peningkatan yang cukup siknifikan. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang memuat hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak dianggap belum efektif untuk memberikan efek jera kepada pelakunya. Menindaklanjuti hal tersebut pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perpu tersebut kemudian disahkan menjadi Undang-undang No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Perubahan yang terdapat dalam undang-undang tersebut adalah pemberatan hukuman kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang merupakan residivis serta pelaku yang mengakibatkan gangguan jiwa, luka berat, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, terkena penyakit menular, dan/atau mengakibatkan matinya korban dengan memberikan hukuman kebiri kimia. Hukuman ini menjadi kontrofersial di masyarakat terkait pemberlakuan dan efektivitasnya yang dianggap tidak sesuai dengan tujuan pembaharuan hukum dalam politik hukum pidana. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan adanya hukuman kebiri kimia dalam pembentukannya belum memenuhi pembentukan norma hukum pidana yang secara ideal harus mempertimbangkan necessity, adequacy, legal certainty, actuality, feasibility, verifiability, enforceability, dan provability. Dari delapan kriteria yang harus dipenuhi dalam pembentukan norma hukum pidana hukuman kebiri kimia hanya sesuai dengan kriteria legal certainty bahwa hukum harus benar-benar memuat kaidah-kaidah dengan jelas dan nyata, tidak samar-samar, dan tidak menimbulkan penafsiran.
Analisis Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 Tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 Mitha Annisa Ramadhani; Pudji Astuti; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 9 No 1 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

World Health Organization telah mengumumkan status pandemi global untuk penyakit COVID-19 pada tanggal 11 Maret 2020. WHO mengkonfirmasi bahwa COVID-19 merupakan darurat internasional. Berbagai sektor terkena imbas dari ganasnya persebaran virus COVID-19, salah satunya sektor hukum. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly membuat kebijakan pembebasan narapidana di tengah pandemi Covid-19. Melihat lapas dan rutan di Indonesia yang memiliki kondisi over kapasitas membuat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan aturan berupa Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang pengeluaran Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi, dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Keputusan Menteri yang dikeluarkan mengundang kontroversi dari berbagai pihak khususnya masyarakat. Dikatakan pada peraturan tersebut asimilasi dilaksanakan di rumah dan dilakukan secara daring yang dimana hal tersebut menimbulkan permasalahan baru yaitu munculnya recidivist. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan meneliti bahan pustaka. Pendekatan dalam penelitian menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep, dengan menggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan kesesuaian Keputusan Menteri Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 dengan Permenkumham No.3 Tahun 2018 yang dikeluarkan tidaklah sesuai karena pengeluaran keputusan menteri tidak memperhatikan kepentingan umum dan keadaan yang terjadi di masyarakat dan untuk mengatasinya digunakan asas praduga rechmatig sebagai pedoman. Kata Kunci : Covid-19, Narapidana, Asimilasi
JURIDICAL ANALYSIS OF THE PROSECUTOR'S ATTENTION TO THE CRIMINAL ACT OF ABUSE OF KETAMIN AS A NEW PSYCHOACTIVE SUBSTANCES IN INDONESIA (STUDY DECISION NUMBER : 105/PID/SUS/2021/PT.DKI) chorota ayun nurjanah; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press - Syarat SPK (10)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.45686

Abstract

Seiring dengan berkembangnya zaman tidak hanya teknologi saja yang ikut berkembang namun berbagai jenis tindak pidana pun ikut mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satunya ialah tindak pidana penyalahgunaan Narkotika. Saat ini telah muncul berbagai Narkotika jenis baru di Indonesia yang sudah diatur maupun belum diatur dalam Undang-Undang. Ketamin menjadi salah satu Narkotika jenis baru yang banyak di salah gunakan oleh masyarakat dikarenakan ketamin belum memiliki peraturan yang mengikatnya. Namun pada dasarnya Narkotika jenis baru memiliki prekursor atau merupakan turunan dari narkotika yang terdahulu. Salah satu permasalahan narkotika jenis baru tersebut terdapat dalam putusan nomor :105/PID/SUS/2021/PT.DKI. dimana dalam kasus tersebut pelaku merupakan pengedar narkotika jenis ketamine dan dalam dakwaanya pelaku dikenai pidana berdasarkan dengan Undang-Undang Kesehatan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui ketepatan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terkait pelaku Penyalahgunaan Narkotika jenis baru serta terkait penggunaan concursus dalam sebuah putusan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan kasus dan perundang-undangan. Dakwaan yang diberikan oleh jaksa penuntut umum kurang tepat karena terdakwa didakwa dengan menggunakan Undang-Undang kesehatan dimana seharusnya berdasarkan edaran yang dikemukakan oleh Badan Narkotika Nasional yang menerangkan bahwa Ketamine merupakan Narkotika jenis baru yang dilarang peredaranya. Maka seharusnya dakwaan yang diberikan ialah dengan menggunakan Undang-Undang Narkotika. Hal tersebut dapat dilihat dari prekursor serta turunan dari Narkotika tersebut. Selain itu dakwaan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum dapat berupa concursus idealis atau pebarengan peraturan antara Undang-Undang Kesehatan dan Juga Undang-Undang Narkotika. Dilanjutkan dengan menggunakan sistem pemidanaan Absorsi dengan menjatuhkan dakwaan dengan menggunakan satu peraturan dengan pidana terberat.
Analisis Penegakan Hukum Terhadap Publikasi Putusan Dalam Website Mahkamah Agung Yang Mencantumkan Data Optik Bermuatan Kesusilaan Elviana Ratri Pramithasari; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press - Syarat SPK (12)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.47376

Abstract

Mahkamah Agung dalam melaksanakan keterbukaan informasi kepada publik atau transparasi memiliki wewenang memuat salinan putusan ke dalam situs website milik Mahkamah Agung. Pemuatan Salinan Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor 259/Pid.Sus/2020 PN Plk terkait Perkara Tindak Pidana Kesusilaan lebih tepatnya pornografi balas dendan (revenge porn) yang dilakukan oleh terdakwa Alex Harto Bin Handil Alm. ke dalam situs Mahkamah Agung tidak sesuai dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan. Mekanisme yang harus mengaburkan informasi terkait identitas saksi dalam perkara tindak pidana kesusilaan, kekerasan dalam rumah tangga, tindak pidana menurut UU saksi korban yang harus dilindungi identitasnya dan perkara dalam persidangan yang dilakukan secara tertutup. Berdasarkan Keputusan tersebut Biro Hukum dan Humas yang bertanggungjawab mengelola situs website seharusnya melakukan pengaburan data optik yang bermuatan kesusilaan dan identitas korban. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penegakan hukum terhadap publikasi Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor 259/Pid.Sus/2020 PN Plk yang mencantumkan data optik bermuatan kesusilaan ke dalam website Mahkamah Agung telah sesuai Keputusan KMA Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 serta untuk mengalisis bentuk pertanggungjawaban pidana yang timbul terhadap publikasi putusan tersebut. Metode penelitian dalam penelitian ini ialah hukum yuridis sosiologis. Data yang digunakna merupakan data kualitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa publikasi putusan ke dalam situs Mahkamah Agung dalam perkara kesusilaan yang mencantumkan data optik bermuatan kesusilaan dengan tidak mengaburkan foto serta identitas saksi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan bentuk pertanggungajawaban yang timbul merupakan vicarious liability karena kesalahan yang dilakukan oleh petugas informasi merupakan kesalahan korporasi dimana Mahkamah Agung sebagai badan hukum publik dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap kesalahan seseorang yang memiliki hubungan kerja. Kata kunci: Publikasi Putusan, Website Mahkamah Agung, Kesusilaan
PERANAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM PEMENUHAN HAK PEKERJA RUMAH TANGGA PEREMPUAN YANG MENGALAMI TINDAK KEKERASAN FISIK DI SURABAYA (STUDI DI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA) Nining Pratiwi; Arinto Nugroho; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press - Syarat SPK (13)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.48258

Abstract

Pekerja Rumah Tangga adalah orang yang bekerja pada orang perorangan dalam rumah tangga dengan menerima upah dan ketidakseimbangan dalam bentuk lain. Hak Pekerja Rumah Tangga diatur dalam Pasal 7 Huruf B Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang menyatakan bahwa Pekerja Rumah Tangga berhak untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari pengguna dan anggota keluarganya. Berdasarkan data dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) pada tahun 2020 kasus kekerasan yang terjadi pada pekerja rumah tangga yaitu sebanyak 893 kasus. Kekerasan tersebut meliputi kekerasan fisik mencapai 423 kasus. Dalam Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyebutkan salah satu perlindungan korban kekerasan yang dilakukan oleh Lembaga Sosial. Contoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) adalah organisasi perempuan yang berjuang mewujudkan keadilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan kendala yang dihadapi KPI dalam memenuhi hak pekerja rumah tangga perempuan yang mengalami kekerasan fisik di Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis. Data dikumpulkan dengan wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data deskriptif kualiatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPI dalam memenuhi hak pekerja rumah tangga perempuan korban kekerasan fisik di Surabaya sudah sesuai dengan Pasal 13 Huruf E Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2018 Tentang Pararegal Dalam Memberikan Bantuan Hukum dengan cara Mediasi. Dalam memenuhi hak pekerja rumah tangga perempuan KPI mengalami beberapa kendala. Kendala yang dihadapi oleh KPI yaitu pekerja rumah tangga dan regulasi.
TINDAK PIDANA PENYERANGAN KELOMPOK LASKAR PADA ACARA MIDODARENI (ANALISIS PUTUSAN NOMOR. 672/PID.B/2020/PN.SMG) Nur Shabrina Shabrina; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press - Syarat SPK (14)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.48507

Abstract

Abstrak Upaya penangan perkara diskriminasi ras dan etnis terhadap suatu golongan minoritas harus ditangani dengan serius mengingat saat ini di indonesia sedang terjadi maraknya darurat intoleransi. Jaksa Penuntut Umum dalam memberikan dakwaan harus memperhatikan dampak dari perbuatan terdakwa karena perbuatan terdakwa dipandang sebagai perbarengan tindak pidana. Dakwaan Jaksa Jaksa Penuntut Umum yang mendakwa hanya dengan peraturan umum, sedangkan pelanggaran diskriminasi ras dan etnis mengatur adanya sanksi tersendiri sebagai aturan yang khusus .. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif menggunakan bahan hukum primer, sekunder serta bahan non hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tindakan terdakwa Misran dari kelompok Laskar yang melakukan penyerangan pada acara Midodareni, apabila dikenai sanksi berdasarkan Pasal 16 dan 17 UU No. 40 Tahun 2008 dan Menganalisis Dakwaan Penunut Umum dalam Putusan Nomor 672/PID.B/2020/PN.SMG apakah sesuai dengan perbuatan terdakwa. Hasil dari penelitian ini melalui analisis membuktikan bahwa terdakwa Muhammad Misran terbukti melakukan tindak pidana perbarengan yaitu consursus idealis dengan pidana kumulatif terbatas diberikan hukuman yang paling berat berdasarkan pasal 16 dan 17 UU No. 40 Tahun 2008 terbukti memenuhi unsur-unsur didalamnya dan Dakwaan Jaksa Penunut Umum dalam Putusan Nomor 672/PID.B/2020/PN.SMG tidak sesuai dengan perbuatan terdakwa, karena dakwaan yang disusun secara kumulatif tersebut jaksa tidak mendakwa dalam dakwaan keempat melanggar Pasal 16 UU No. 40 Tahun 2008 dan atau dakwaan kelima melanggar Pasal 17 UU No. 40 Tahun 2008 Kata Kunci: Perbarengan Tindak Pidana, Diskrimnasi Ras dan Etnis, Dakwaan Jaksa Penutut Umum
Analisis Yuridis Cross Posting Pada Akun Media Sosial Meta Platforms, Inc. Yang Disita M Fachrizal Alfiandika; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press - Syarat SPK (14)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.48777

Abstract

Richard Lee ditangkap oleh penyidik dengan dasar akses ilegal yang diatur dalam Pasal 30 ayat (3) UU ITE 2008. Penangkapan tersebut didasari karena Richard Lee mengunggah postingan pada akun Instagram yang telah disita. Diketahui jika publikasi tersebut sebenarnya dilakukan menggunakan metode cross posting melalui akun Facebook miliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mengunggah melalui cross posting pada akun media sosial Meta Platforms, Inc. yang telah disita dapat dikatakan sebagai akses ilegal dan apa akibat hukum dari cross posting pada akun media sosial Meta Platforms, Inc. yang telah disita. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan metode analisis deskriptif preskriptif. Hasil dari pembahasan menemukan bahwa Cross posting pada platform akun media sosial Meta Platforms, Inc. yang telah disita seharusnya tidak diklasifikasikan sebagai tindak pidana akses ilegal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 30 ayat (3) UU ITE 2008. Lebih lanjut, kaidah hukum mengenai penyitaan akun media sosial sesungguhnya harus dikaji kembali. Kata Kunci: Akses Ilegal, cross posting, media sosial
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 1/Pid.Sus.Anak/2020/PN Kis TINDAK PIDANA NARKOTIKA DENGAN PELAKU ANAK Masayu Khofifah; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press - Syarat SPK (15)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.50707

Abstract

Putusan hakim merupakan putusan yang penting dalam penyelesaian suatu perkara. Putusan hakim berguna bagi terdakwa dan korban dalam mendapatkan kepastian hukum dalam perkara tersebut. Kekuasaan kehakiman bersifat bebas, hal tersebut digunakan untuk menegakan hukum dan keadilan, akan tetapi kebebasan hakim bukanlah bebas sebebas-bebasnya namun tetap dibatasi oleh aturan dan norma. Selain itu, pada putusan ini yang berhadapan dengan hukum adalah Anak maka hakim hendaknya memperhatikan Undang- Undang Perlindungan Anak. Faktanya ada Hakim dalam memutus perkara belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 1/Pid.Sus.Anak/2020/PN Kis. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan menganalisis apakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara ini telah sesuai dengan pasal 81 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan menganalisis apakah Putusan Nomor 1/Pid.Sus.Anak/2020/PN Kis telah sesuai dengan Pasal 67 Undang – Undang No. 35 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif untuk mengkaji serta menganalisis norma hukum dan putusan hakim tersebut. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan statute approach dan case approach. Adapun analisis menggunakan preskriptif. Hasil penelitian ini yaitu pada Putusan Nomor 1/Pid.Sus.Anak/2020/PN Kis, telah memenuhi unsur-unsur yuridis tetapi kurang sesuai dengan 81 ayat (5) Undang–Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan kurang sesuai dengan pasal 67 Undang – Undang No. 35 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terkait penjatuhan pemidanaannya.
ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE TERHADAP PELAKU USAHA SEBAGAI KORBAN ainun mardiyah; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press SPK 18
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v2i2.54980

Abstract

Pelaku usaha juga banyak yang merasa dirugikan karena dengan berkembangnya kemajuan teknologi saat ini banyak sekali modus yang dilakukan para oknum tidak bertanggung jawab yang menyebabkan pelaku usaha merasa dirugikan, modus-modus tersebut contohnya seperti ada konsumen yang order barang secara online dengan metode pembayaran COD (cash on delivery) atau bisa disebut bayar di tempat, namun pada saat barangnya datang konsumen tersebut tidak mau membayar dengan berbagai alasan atau bahkan ada yang tidak menemui kurir paketnya yang mengakibatkan paket yang sudah dikirim ke alamat penerima harus mengembalikan lagi pada pelaku usaha. Ada juga konsumen yang memesan barang namun tidak memberikan alamat yang sesuai atau hanya diberikan alamat fiktif. Dengan demikian, ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak dapat menjerat konsumen yang tidak bertanggung jawab. Penelitian ini adalah penelitian hukum normative dengan menggunakan pendekatan penelitian undang-undang dan pendekatan koseptual. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan metode studi literatur.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA SEKS KOMERSIAL SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI SURABAYA Hadi Widodo Saputro; Gelar Ali Ahmad
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press SPK 19
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v3i3.56683

Abstract

Commercial sex workers (CSWs) are vulnerable to sexual violence as they engage in a profession that involves providing sexual services to meet the biological needs of their clients. However, crimes often occur outside the agreed-upon terms or in cases where no agreement on the exchange of services has been made, resulting in harm to workers who often engage in CSW due to economic necessity. Thus, clear and robust legal protection is necessary to maximize justice and achieve legal certainty as the aim of criminal law for both victims and non-victims, thus minimizing future incidents. This research employs an empirical juridical method, utilizing an online questionnaire distributed through social media platforms such as Twitter and Instagram to collect data, as well as conducting direct interviews with victims and law enforcement personnel to gain accurate information based on field observations. The results include various forms of protection afforded to the victims, as well as an explanation of the challenges faced during the awareness-raising process within the community regarding sexual violence. This high level of awareness is crucial to ensure that individuals are no longer indifferent or ashamed to protect or assist close relatives who may be victims of sexual violence within their immediate communities. Especially in Surabaya