p-Index From 2019 - 2024
2.332
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Novum : Jurnal Hukum
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

PENEGAKAN HUKUM PENCEMARAN LINGKUNGAN LIMBAH MEDIS DI KABUPATEN MOJOKERTO Muhammad Khoirul Huda; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 8 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.36026

Abstract

Pencemaran limbah medis di Kabupaten Mojokerto merupakan suatu peristiwa pencemaran lingkungan yang harus ditegakkan dan memerlukan penanganan yang khusus karena akan mempengaruhi kehidupan masyarakat maupun makhluk hidup disekitarnya, selain itu dampak dari pencemaran tersebut akan menyebar karena merupakan suatu limbah infeksius dan dapat menularkan bibit penyakit. Tujuan dalam penelitian ini adalah meneliti, mengkaji, dan menganalisis penegakan hukum terhadap pencemaran Limbah Medis melakukan dumping tanpa izin di Kabupaten Mojokerto dikaitkan pasal 60 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan faktor kendala dalam penegakan hukum Pencemaran lingkungan limbah medis di Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis sosiologis dengan pendekatan penelitian kepustakaan, observasi, wawancara dan dokumentasi serta menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa Penegakan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup berupa pengawasan dan penindakan belum efektif, karena pengawasan dan penindakan pada hasil Jumlah Rekapitulasi Laporan Hasil Pengawasan dan Penindakan Dinas Lingkungan Hidup Terhadap Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik di Kabupaten Mojokerto Tahun 2017-2018 masih banyak yang melanggar.petugas juga mendapati beberapa Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik di Kabupaten Mojokerto yang tidak memiliki kelengkapan izin pembuangan limbah medis, belum adanya penindakan secara tegas dari dinas untuk melakukan penertiban terhadap pihak Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik di Kabupaten Mojokerto yang berkedapatan tidak memiliki izin pembuangan limbah medis tersebut dan kendalanya yakni pihak puskesmas,rumah sakit maupun klinik belum adanya tenaga teknis pengujian sampel serta belum adanya laboratorium sendiri untuk pengujian ditambah adanya faktor ekonomi dan operasional medis yang menjadi penghambat dalam penertiban pembuangan limbah medis.
TINJAUAN YURIDIS HAK IMUNITAS PEJABAT NEGARA DALAM PENANGANAN PANDEMI COVID SEBAGAI ASPEK KRIMINOGEN TINDAK PIDANA KORUPSI Tio Aldino Muhammad; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 8 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.37168

Abstract

The national legal policy has determined that Indonesia is a country that adheres to the Rule of Law system, as regulated in Article 1 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (hereinafter referred to as the 1945 Constitution). Mandated in Article 1 paragraph (3) Chapter I, the Third Amendment of the 1945 Constitution which returns that "the State of Indonesia is a State of Law". This means that the Unitary State of the Republic of Indonesia is a country based on law (rechtsstaat), not based on power (machtstaat), and its government is based on a constitutional system (basic law), not absolutism (unlimited power). This research has objectives it aims to describe the position of the Immunity Rights of State Officials in the legal system in Indonesia so that there is legal certainty in its application. Secondly, to analyze the affirmation of the right to immunity in the PERPPU clause No.1 of 2020 which has implications as a criminogenic aspect of corruption. In this study, choosing the type of normative law research (normative law research) or doctrinaire. The approach taken includes a legal review of the law (statute approach) to describe legal facts and provide a prescription that can explain the legal rules contained in PERPPU No.1 of 2020 Article 27 which is questioned because it has an impact as a criminogenic aspect of the occurrence of criminal acts corruption
Kajian Yuridis Pelecehan Seksual Terhadap Anak Melalui Daring (Dalam Jaringan) Djihan Yuniantari; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 8 No 3 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.37907

Abstract

Pengaturan hukum mengenai tindak pidana yang terdapat di Indonesia diatur dalam KUHP. Salah satu bentuk tindak pidana yaitu pelecehan seksual, karena sifat KUHP yang limitatif, sehingga membatasi penjatuhan sanksi terhadap pelaku pelecehan seksual. Hal ini memberikan kesempatan bagi pelaku yang mengikuti perkembangan zaman dalam melakukan tindak pidana pelecehan seksual supaya tidak mendapatkan sanksi. Seperti halnya yang dilakukan oleh pelaku pelecehan seksual terhadap anak melalui dalam jaringan (daring). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbuatan pelecehan seksual terhadap anak melalui daring berdasarkan Pasal 293 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, beserta pentingnya pembaharuan pengaturan perbuatan pelecehan seksual terhadap anak melalui daring sebagai perlindungan terhadap korban. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konsep, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan dianalisis menggunakan teknik preskriptif. Hasil dan pembahasan menyatakan bahwa pengaturan hukum yang telah ada di Indonesia mengenai pelanggaran norma asusila seperti KUHP, UU ITE, UUPA, serta UU Pornografi belum dapat menjadi pengaturan hukum untuk tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak melalui daring. Pelecehan seksual terhadap anak melalui daring juga belum termasuk dalam pelanggaran Pasal 293 KUHP karena hanya mengatur mengenai perbuatan cabul (secara fisik), sehingga pentingnya pembaruan peraturan guna melindungi korban serta memberikan kepastian hukum. Salah satu bentuk pembaruan peraturan tentang pelecehan seksual yaitu RUU PKS. RUU PKS memberikan pembaruan pengaturan hukum tentang perbuatan pelecehan seksual yang tidak hanya terjadi secara fisik tetapi juga non-fisik, sehingga korban mendapat perlindungan dan kepastian hukum sesuai dengan isi pasal 3, pasal 22 ayat (1), pasal 24 ayat (1), dan pasal 25 RUU PKS.
KAJIAN YURIDIS KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA TINDAK PIDANA PERPAJAKAN DIKAITKAN DENGAN KUHAP Ervindo Delpiro; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 8 No 4 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.38018

Abstract

Pajak merupakan bentuk iuran wajib yang dikeluarkan oleh warga negara guna mewujudkan kesejahteraan umum. Sifatnya yang penting sebagai salah satu pendapatan negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional menempatkan pelanggaran terhadap perundang-undangan pajak sebagai kejahatan berat (felony) dengan ancaman pidana penjara dan denda secara komulatif. Kewenangan penyidikan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) KUHAP diberikan kepada penyidik kepolisian dan pejabat pegawai negeri sipil. Kepolisian dalam tindak pidana perpajakan hanya memiliki kewenangan sebagai pengawas atas pekerjaan yang dilakukan oleh PPNS sebagi penyidik. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan yang melandasi kewenangan penyidik PPNS dalam menangani tindak pidana perpajakan pada Pasal 44 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan kesesuaian Pasal 44 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan Pasal 7 ayat (2) KUHAP. Penelitian ini yaitu yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, dengan pengumpulan data menggunakan aturan-aturan yang bersifat normatif atau berupa seperti jurnal hukum dan teknis analisa bahan hukum bersifat prespektif. Hasil penelitian menunjukan bahwa alasan yang melandasi kewenangan dari penyidik pegawai negeri sipil selaku penyidik tindak pidana perpajakan adalah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf b yang memberikan kewenangan PPNS untuk melakukan penyidikan berdasarkan wewenang undang-undang khususnya masing-masing. Maka, dalam tindak pidana perpajakan, PPNS juga memiliki kewenangan untuk menjadi penyidik sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kesesuaian Pasal 44 UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan Pasal 7 ayat (2) KUHAP dimaknai dengan menguatkan satu sama lain.
Penegakan Hukum Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 1999 Terhadap Lokalisasi Ban Sepur Wonokromo Audy Clara Puspita; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 8 No 4 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.38059

Abstract

Surabaya memiliki Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1999 yang mengatur tentang larangan menggunakan bangunan untuk melakukan perbuatan asusila serta pemikatan untuk melakukan perbuatan asusila. Pasal 2 huruf b Perda tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa setiap orang di Kota Surabaya dilarang melakukan perbuatan pemikatan untuk berbuat asusila. Perda tersebut menjadi acuan bagi Pemkot Surabaya untuk menanggulangi praktik prostitusi yang ada di Surabaya. Salah satu tempat yang digunakan sebagai praktik prostitusi di Surabaya adalah lahan di sebelah timur Stasiun Wonokromo. Prostitusi harus ditanggulangi karena mempunyai dampak buruk bagi lingkungan serta tidak sesuai dengan nilai-nilai agama. Prostitusi juga menjadi sarang penyebaran penyakit Human Immunodeficiency Virus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum Perda Nomor 7 Tahun 1999 serta hambatan yang terjadi dalam penegakan hukum terhadap pelaku prostitusi di Lokalisasi Ban Sepur Wonokromo. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis. Lokasi penelitian dilakukan di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya. Informan dalam penelitian ini yaitu Kepala Satpol PP Surabaya dan Mantan Pekerja Seks Komersial. Dengan melakukan wawancara, dokumentasi, dan observasi lalu dianalisa secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku prostitusi di Ban Sepur Wonokromo yang terjaring razia oleh Satpol PP Surabaya dilakukan sesuai dengan ketentuan Perda yang tergolong tipiring tidak memberi efek jera terhadap PSK yang tertangkap. Pada tahun 2018 dan 2019 dilakukan empat kali kegiatan penertiban hasilnya sebanyak empat puluh PSK terjaring. Hambatan penegakan hukum diantaranya jumlah personil minim untuk mengawasi dan melakukan patrol di wilayah Surabaya yang berpotensi digunakan sebagai tempat praktik prostitusi dan ancaman sanksi tergolong rendah.
Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Wanita Terhadap Seorang Pria Di Indonesia Kesna Elia Pasaribu; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 9 No 1 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.39407

Abstract

Tindak pidana pemerkosaan merupakan salah satu kejahatan terhadap hak asasi manusia. Tindak pidana pemerkosaan merupakan bentuk kejahatan yang merugikan dan dapat menimbulkan kecemasan terhadap masyarakat, pemerkosaan sering terjadi di Indonesia namun sering kesulitan untuk diadili karena salah satunya ada rasa enggan korban untuk melaporkannya, hal tersebut dikarenakan masih tertanamnya budaya malu di dalam lingkungan masyarakat. Pemerkosaan terhadap pria merupakan salah satu bentuk pemerkosaan dengan korbannya adalah pria. Meskipun beberapa kasus besar pemerkosaan terhadap pria telah diekspos ke media, secara luas pemerkosaan masih dianggap sebagai kejahatan terhadap wanita. Pemberitaan mengenai pemerkosaan terhadap pria di Indonesia masih menyiratkan rasa keheranan dan/atau lelucon. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis konsep tindak pidana pemerkosaan pada hukum pidana yang berlaku di Asia Tenggara dan untuk menganalisis apa perlindungan hukum terhadap pria yang menjadi korban tindak pidana pemerkosaan. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normatif, metode pendekatan yang digunakan berupa pendekatan perbandingan dan pendekatan konseptual, teknik pengumpulan bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, teknik analisis bahan hukum dengan metode preskriptif. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa Indonesia, Malaysia dan Singapura memiliki konsep perkosaan yang sama, yaitu adanya unsur kekerasan, tanpa adanya persetujuan dari pihak wanita, terjadinya penetrasi, dan korbannya adalah wanita, perbedaannya terdapat pada kategori umur korban perkosaan di ketiga Negara tersebut. Perlindungan hukum kepada pria secara umum dapat berupa pelayanan kesehatan dan perlindungan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan tersebut berlaku untuk korban wanita maupun pria.
TINDAK PIDANA PENGEDAR NARKOTIKA JENIS KARISOPRODOL (STUDY PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PARINGIN NOMOR 33/PID.SUS/2019/PN. PRN) dunga ashola; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 9 No 3 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.42163

Abstract

Penelitian berjudul Tindak Pidana Pengedar Narkotika Jenis Karisoprodol (Study Putusan Pengadilan Negeri Nomor 33/PID.SUS/2019/PN. PRN Putusan ini terkait dengan pengedaran karisoprodol yang awalnya merupakan obat keras daftar G. Namun setelah dikeluarkannya Permenkes No. 7 Tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika karisoprodol kini ditingkatkan statusnya menjadi narkotika golongan 1. Dengan berlakunya peraturan ini, maka seharusnya karisoprodol yang merupakan narkotika golongan 1(satu) didakwa dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Karena dengan memperhatikan tempus delictinya, terjadi saat aturan ini telah lebih dulu diberlakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui putusan nomor 33/Pid.Sus/2019/PN.Prn mengenai ijin peredaran pil karisoprodol jika mendasarkan pada UU Kesehatan dan Permenkes Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika sudah tepat atau belum dan untuk mengetahui akibat hukum putusan nomor 33/Pid.Sus/2019/PN.Prn apabila dikaitkan dengan pertimbangan hakim Pasal 196 UU Kesehatan dan Putusan MK Nomor 69/PUU-X/2012. Penelitian menggunakan metode penelitian yuridis normatif Teknik pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan perundang-undangan dan Pendekatan Kasus. Untuk bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis menggunakan metode preskriptif. Penggunaan metode preskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang dilakukan peneliti. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pada putusan hakim nomor 33/Pid.Sus/2019/PN.Prn menjatuhkan putusan kepada terdakwa Fitri Yadi karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Mengedarkan sediaan Farmasi yang tidak memenuhi standar, khasiat atau kemanfaatan dan mutu. Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika terdapat 147 daftar nama narkotika golongan 1 yang telah disesuaikan. Salah satu nama dari daftar narkotika tersebut adalah karisoprodol yang terdaftar dalam nomor urut 146. Karisoprodol disini termasuk kedalam narkotika golongan 1 maka hakim harus menggunakan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Karena disini karisoprodol sudah tidak lagi tergolong sebagai obat keras melainkan narkotika maka unsur dakwaan pada putusan ini tidak terpenuhi sebab hakim masih menganggap karisoprodol sebagai obat keras dan menggunakan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Untuk mengetahui putusan ini menjadi batal demi hukum atau tidak maka akan digunakan Putusan MK No. 69/PUU-X/2012.
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANGKUTAN KAYU HASIL HUTAN TANPA MEMILIKI SURAT KETERANGAN SAH HASIL HUTAN (Studi Putusan Kasasi Nomor 3102 K/PID.SUS.LH/2018) Novelio Hendika Putra; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 9 No 4 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.42293

Abstract

Terdakwa terbukti melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3102 K/PID.SUS.LH/2018. Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis mengenai kesesuaian dasar pertimbangan hakim pada Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3102 K/PID.SUS.LH/2018 pada perkara tindak pidana pengangkutan kayu hasil hutan tanpa SKSHH yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan Implikasi Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pengangkutan Kayu Hasil Hutan Tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Pada Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3102K/PID.SUS.LH/2018. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan,pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa pengangkutan kayu hasil hutan hanya bermasalah pada tahapan administrasi saja yakni dokumen mengenai SKSHH . sedangkan bagi Terdakwa dalam penerapan hukum pasal 88 ayat (1) dan Pasal 83 ayat (1 ) ) Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan jo. Pasal 12 Huruf e Undang –Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan jo. Pasal 55 ayat (1) Ke- 1 KUHP. Pasal 83 ayat (1) UU No 13 tahun 2013. Implikasi hukum bagi Terdakwa dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3102 K/PID.SUS.LH/2018 sekedar mengenai alasan hukum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam amar putusan dan putusan hakim pengadilan tinggi banding dibatalkan dan kembali mengacu pada putusan pengadilan tingkat pertama. Kata Kunci : Tindak Pidana, Penerapan Hukum, Implikasi Hukum, Terdakwa.
KAJIAN YURIDIS LEX SPORTIVA TERHADAP PEMIDANAAN PEMAIN SEPAKBOLA Ardhian Fadillah Rindiarto; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 9 No 3 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.42305

Abstract

Perkara kekerasaan dalam pertandingan sepakbola PSAP Sigli vs Aceh United yang berujung dijatuhkannya vonis Pengadilan Negeri Banda Aceh terhadap ketiga pemain PSAP Sigli menyebabkan ketidakpastian dalam penanganan perkara yang terjadi didalam pertandingan sepak bola yang dinaungi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) karena Komisi Disiplin sebagai badan peradilan yang ditentukan oleh PSSI juga sudah memberikan sanksi disiplin yang berupa skorsing larangan bertanding terhadap ketiga pemain PSAP Sigli. PSSI sebagai federasi sepak bola Indonesia mempunyai aturan yang mengatur tentang sistem peradilannya sendiri berdasarkan statuta PSSI yang juga merupakan ratifikasi dari statuta International Federation of Football Association (FIFA) yang disebut dengan lex sportiva dalam menyelesaikan perkara sepak bola nasional. Namun, Asas teritorial serta Hukum Pidana sebagai hukum publik juga menjadi dasar penerapan sanksi pidana atas perkara ini. Tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis keberlakuan lex sportiva dalam penanganan perkara kekerasan yang terjadi dalam pertandingan sepak bola dan untuk menganalisis pengaturan yang digunakan dalam penanganan perkara kekerasan yang terjadi dalam pertandingan sepak bola. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa lex sportiva tidak dapat diberlakukan dalam penanganan perkara kekerasan yang terjadi di pertandingan sepakbola) karena kekerasan yang terjadi di pertandingan sepakbola memenuhi unsur-unsur tindak pidana pengeroyokan, sehingga berdasarkan Asas Teritorial serta karena sifat memaksa yang dimiliki oleh hukum pidana, maka KUHP yang dipakai dalam penanganan perkara kekerasan di pertandingan sepak bola tanpa menghilangkan hukuman administratif yang berupa skorsing larangan bertanding terhadap pemain sepak bola melalui Statuta PSSI.
KUALIFIKASI MASKER SEBAGAI BARANG PENTING DI BIDANG PERDAGANGAN PADA MASA PANDEMI COVID-19 Rega Angga Gantara; Emmilia Rusdiana
NOVUM : JURNAL HUKUM In Press - Syarat SPK (10)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.45088

Abstract

Kasus penimbunan masker yang dilakukan pada masa pandemi covid-19 telah merugikan masyarakat karena perbuatan penimbunan masker tersebut membuat harga masker melambung tinggi dan stok masker di pasaran menjadi kosong, sehingga menimbulkan kesusahan bagi masayarakat dalam mendapatkan masker di masa pandemi covid-19. Perbuatan penimbunan diatur pada Pasal 109 jo. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, namun pengaturan tentang jenis-jenis barang penting diatur secara limitatif pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang Penting. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mengkaji apakah yang menjadi kualifikasi barang penting di dalam UU No. 7 Tahun 2014 dan untuk mengetahui dan apakah masker dapat dikualifikasikan sebagai barang penting di bidang perdagangan pada masa pandemi covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Pengumpulan bahan hukum dengan studi pustaka. Teknik analisis bahan hukum dengan preskriptif. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa barang penting yang memiliki sifat strategis dapat disamakan dengan sifat strategis pada barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam undang-undang perpajakan, yang dari kata strategis tersebut memiliki makna bermanfaat bagi masyarakat. Masker dapat dikualifikasikan sebagai barang yang memiliki sifat strategis, apabila mendasarkan pada ketentuan PMK No 34 2020, yang menunjukkan bahwa masker memiliki kegunaan dan manfaat dalam penanganan pandemi covid-19, sehingga dengan penanganan pandemi covid-19 tersebut dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya, serta menjaga stabilitas ekonomi nasional dan jalannya aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya.