Elida Marpaung
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Characteristics of Acute Transfusion Reactions and its related factors in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, Indonesia Pustika Amalia Wahidiyat; Elida Marpaung; Stephen Diah Iskandar
Health Science Journal of Indonesia Vol 10 No 1 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/hsji.v10i1.1847

Abstract

Latar belakang: Reaksi transfusi akut (RTA) merupakan sekelompok kejadian yang tidak diinginkan akibat pemberian transfusi darah. Manifestasi dari RTA bervariasi dari yang ringan hingga mengancam nyawa. Saat ini, data mengenai reaksi transfusi di Indonesia masih sangat terbatas. Dalam studi ini, kami bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik RTA dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Studi ini merupakan studi retrospektif yang melibatkan 288 subyek dengan RTA. Studi dilakukan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, dimulai sejak Januari hingga Desember 2017. RTA dikelompokkan berdasarkan sistem tubuh yang mengalami manifestasi, serta derajat manifestasinya. Hasil: Sel darah merah merupakan produk darah utama yang ditransfusikan ke subyek, diikuti dengan konsentrat trombosit, plasma segar beku, dan kriopresipitat. Lima gejala utama dari RTA adalah gatal, demam/kenaikan suhu tubuh, menggigil, urtikaria, dan angioedema. Berdasarkan sistem tubuh yang terkena, umumnya RTA bermanifestasi sebagai gejala pada kulit (56.6%). Berdasarkan derajat manifestasinya, RTA umumnya dikategorikan dalam derajat ringan (55.9%). Anak-anak cenderung mengalami manifestasi yang ringan (64.8%) dan utamanya bermanifestasi pada kulit (65.4%). Riwayat transfusi mempengaruhi derajat RTA secara signifikan. RTA derajat sedang dan gejala konstitusional lebih banyak ditemukan pada subyek yang mendapat PRC dibanding produk darah lainnya. Kesimpulan: Umumnya RTA bermanifestasi sebagai gejala dermatologi. Hanya sedikit kasus RTA yang disebabkan oleh reaksi inkompatibilitas. Manifestasi dan derajat RTA juga dipengaruhi oleh umur, riwayat transfusi, dan jenis komponen darah. Kata kunci: Transfusi darah, reaksi transfusi akut, riwayat transfuse, usia Abstract Background: Acute transfusion reactions (ATRs) are a group of adverse events caused by blood transfusions. Manifestations of ATRs vary from mild to life threatening. At present, data about transfusion reactions in Indonesia are still limited. In this study, we aim to determine the characteristics of ATRs and its related factors. Methods: This was a retrospective study of 288 subjects with ATRs. The study was conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital, started from January to December 2017. ATRs were categorized based on the body systems affected and degree of manifestations. Results: Packed red cells (PRC) was the predominant blood product (51.4%) which was transfused to subjects, followed by thrombocyte concentrate (TC), fresh frozen plasma (FFP), and cryoprecipitate. Five most common predominant symptoms of ATRs were pruritus/itch, febrile/increased temperature, chills, transient urticaria, and angioedema. Based on the affected body systems, the majority of ATRs manifested as dermatologic symptoms (56.6%). Based on the degree of manifestations, the majority of ATRs were categorized as mild degree (55.9%). Children tended to have milder symptoms (64.8%), which mostly manifested as dermatologic symptoms (65.4%). History of transfusion affected the degree of ATR significantly. Moderate degree of ATRs and constitutional symptoms were found more common in subjects who received PRC than other blood products. Conclusion: Most of ATRs manifest as dermatologic symptoms, which represent allergic reactions. Only a small portion of ATRs are caused by incompatibility reactions. The manifestation and degree of ATRs are also affected by age, history of transfusion, and type of blood components. Keywords: Blood transfusion, acute transfusion reaction, transfusion history, age
The safety of kidd-incompatible blood transfusion in a restricted setting: a case report elida marpaung
Health Science Journal of Indonesia Vol 10 No 2 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/hsji.v12i2.2439

Abstract

Latar belakang: Protein Kidd merupakan transporter urea pada sel darah merah. Walaupun jarang, adanya antibodi terhadap antigen ini dapat menyebabkan reaksi transfusi dan hemolytic disease of the newborn. Keberadaan anti-Jka dan anti-Jkb cukup jarang ditemukan pada pemeriksaan identifikasi antibodi pasien. Studi ini melaporkan kasus pasien dengan keberadaan anti-Jka and anti-Jkb, yang mendapat darah dengan kadar aglutinasi terendah pada kondisi dimana darah kompatibel sulit didapat sementara tindakan transfusi sangat dibutuhkan segera. Penyajian Kasus: Wanita, 36 tahun, G4P3A0, datang dengan perdarahan vaginam sejak sebulan terakhir. Dari hasil pemeriksaan USG, didapatkan adanya mola hidatidosa. Pasien memerlukan terapi kuret segera setelah anemia terkoreksi (Hb 8.3 g/dL). Pada uji kecocokan pre-transfusi dengan prosedur skrining antibodi yang dilanjutkan dengan identifikasi antibodi, ditemukan anti-Jka dan anti-Jkb. Dari setidaknya 50 darah donor yang dilakukan uji kecocokan, tidak ditemukan darah yang kompatibel, sehingga pasien diputuskan untuk mendapat transfusi menggunakan darah inkompatibel dengan derajat aglutinasi terendah (level 2) dari 5 level, disertai dengan pemantauan ketat terhadap potensi terjadinya reaksi transfusi. Demam dan pruritus dilaporkan dalam 24 jam setelah transfusi, dan membaik setelah pemberian injeksi difenhidramin, deksametason, dan parasetamol. Kesimpulan: Transfusi dengan darah yang inkompatibel merupakan pilihan terakhir bila tidak ditemukan darah donor yang kompatibel. Reaksi transfusi merupakan efek yang sulit dihindari, tetapi dapat dilakukan pemantuan ketat. Pemilihan darah dengan level aglutinansi terendah adalah keputusan terbaik, mengingat tindakan medis diperlukan segera untuk menyelamatkan nyawa. Pada kasus ini, pasien mendapat tatalaksana optimal dari aspek tindakan operasi dan respon transfusi, yang ditunjukkan melalui kenaikan nilai Hb yang bermakna. Sementara itu, efek samping reaksi transfusi yang muncul hanya ringan dan dapat ditanggulangi dengan pemberian obatobatan. (Health Science Journal of Indonesia 2019;10(2):137-9) Kata kunci: reaksi transfusi, inkompatibilitas, kelompok darah Kidd Abstract Background: Kidd protein is red blood cell’s (RBC) major urea transporter. Albeit rare, the presence of antibodies against Kidd antigen may cause significant hemolytic transfusion reaction and hemolytic disease of the newborn. Yet, anti-Jka and anti-Jkb are rare to be discovered during antibody identification. This paper reported “bestmatched” transfusion practice in a patient with anti-Jka and anti-Jkb, where compatible PRC cannot be found, but transfusion is urgently needed. Case Presentation: A 36 years old, G4P3A0 female, came with continuous vaginal bleeding for the past one month before admission. USG revealed hydatidiform mole. She needed immediate curettage following correction of her anemia (Hb 8.3g/dL). After antibody screening procedure followed by antibody identification, we found a positive anti-Jka and anti-Jkb in her blood sample. At least 50 blood donors were tested for compatibility and none was a match. She was then transfused with the lowest agglutination blood available (level 2 of 5 levels), with a closed monitoring to anticipate the possibility of transfusion reaction development. Fever and pruritus transpired within 24 hours post transfusion and it resolved following diphenhydramine, dexamethasone, and paracetamol injection. Conclusion: Incompatible blood transfusion is the last option when compatible blood cannot be found. The development of transfusion reaction is inevitable, but it can be anticipated by closed monitoring. In restricted setting, blood transfusion with the lowest level of agglutination is acceptable when transfusion is imperative. In this case, the patient got optimal treatment in term of the medical surgery and transfusion response, which was shown by the significant increase of Hb level. Meanwhile, the adverse transfusion reaction was only mild, and could be treated with medicine. (Health Science Journal of Indonesia 2019;10(2):137-9) Keywords: Transfusion reaction, incompatibility, Kidd blood group