Tety Rachmawati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ANALISIS SUBSISTEM DALAM PELAYANAN KESEHATAN IBU DI PUSKESMAS PERAWATAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR Betty Roosihermiatie; Gangga Anuraga; Tety Rachmawati; Agus Sulistiono
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 20 No 4 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.331 KB) | DOI: 10.22435/hsr.v20i4.74

Abstract

In Indonesia the Maternal Mortality Rate (MMR) increased from 228 per 100,000 to 359 per 100,000 live births. East Java province is one of 9 provinces faces high maternal deaths. Programs to support decreasing the MMR has been done and currently, the Ministry of Health policy on maternal health services is delivery assisted by health personnel at health facilities. It is an observational study with a cross sectional design. The study was conducted inMalang District, East Java Province which has the highest MMR in East Java Province year 2012. Analysis are for 7 subsystem of the maternal health services. Respondents are Head of in patient Primary Health Centers / Programmers of maternal health at In patient Primary Health Centers with their which location are relatively near, middle and far from the Kanjuruhan Distrcit Hospital in Kepanjen. Data were analyzed descriptively. For the implementation of Malang District regulation on the Gerakan Sayang Ibu for maternal health so sub-system analysis shows deficiencies such as midwifes in Inpatient PHC mostly had normal delivery training guide, and only 3 midviwes had obstetric complication training; there is a vacuum of RL fluid in one of the Inpatient PHC under study, ambulance driver is only one so sometimes there is vacancy for standby 24 hours, relatively many traditional birth attandance in Ketawang PHC who likely to help delivery, District Health Office fund for maternal health program is relatively small. To strengthen system for maternal health program in line with the BPJS Program, midwives at inpatient PHC should have obstetric complication training, improved management the availability of fluid, ambulance driver standby 24 hour, all villages have midwives living, and increase distict health office funds for maternal health program as the coverage areas. ABSTRAKAngka Kematian Ibu (AKI) meningkat dari 228 per 100.000 KH menjadi 359 per 100.000 KH. Provinsi Jawa Timur merupakan satu dari 9 provinsi yang bermasalah dalam kematian ibu. Program-program mendukung penurunan AKI sudah dilakukan dan saat ini, kebijakan Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan ibu adalah persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain potong lintang. Penelitian dilakukan di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur dengan AKI tertinggi di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012. Analisis dilakukan terhadap 7 subsistem dari pelayanan kesehatan ibu. Responden adalah pelaksana kebijakan di Puskesmas yaitu Kepala Puskesmas/Pemegang Program KIA di Kabupaten Malang pada Puskesmas Perawatan yang lokasinya relatif dekat, pertengahan dan jauh dengan RSUD Kanjuruhan di Kepanjen. Analisis data secara deskriptif. Dalam pelaksanaan regulasi Pemerintah Kabupaten Malang yaitu gerakan sayang ibu dalam pelayanan kesehatan ibu pada analisis sub- sistem kesehatan terdapat kekurangan-kekuranganseperti tenaga bidan di mana pelatihan kompetensi di Puskesmas Perawatan terutama APN, dan hanya 3 orang yang mendapat pelatihan komplikasi kebidanan; terjadi kekosongan cairan RL di salah satu Puskesmas Perawatan studi, sopir ambulans hanya seorang sehingga kadang terjadi kekosongan untuk standby 24 jam, relatif banyak dukun di Puskesmas Ketawang yang kemungkinan menolong persalinan, dana Dinas Kesehatan Kabupaten untuk pembinaan pelayanan kesehatan ibu relatif kecil. Untuk menguatkan program kesehatan ibu sejalan dengan Program BPJS maka bidan di Puskesmas Perawatan perlu mendapat pelatihan komplikasi kebidanan, perbaikan manajemen ketersediaan cairan, adanya sopir yang standby 24 jam, semua desa tinggal bidan yang membina, dan penambahan dana Dinas kesehatan untuk program kesehatan ibu sesuai luas wilayahnya.
PERANAN AGEN PERUBAHAN DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) DI KECAMATAN INDIHIANG, KOTA TASIKMALAYA Vita Kartika; Tety Rachmawati
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 20 No 4 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (993.775 KB) | DOI: 10.22435/hsr.v20i4.77

Abstract

Non-communicable diseases (NCD) death rates in Indonesia have significantly increased in the last twenty years. The government has strategies to control the NCD but not successful. The many controls for the NCD such as hypertension, diabetes, and stroke by health workers are not enough, but it needs full assist from agent of changes as support strength in community. The Government also needs Agent of Change who supports the society to assist the PTM control method. The type of research is operational research. The study was carried out in 4 sub districts Indihiang, Tasikmalaya City. Twenty one agents of changes were selected. Intervention was by triggering agent changes on the NCD control. Quantitative data were collected by questionnaires while qualitative data were by in-depth interviews. Data analysis of knowledge changes that include attitude and behavior was with t test. Results showed that knowledge of the agent of changes increased significantly, (p = 0.00). And after the agents follow the triggering process, there were changes in their behaviors. Their previous negative behaviors that affect high risk of exposure to NCH have been gradually reduced and turned to be positive behaviors to prevent the emergence of NCD such as reducing the number of cigarettes smoked per day. There were also agents of change who quit smoking. Other risky behaviors were also reduced as to reduce the consumption of fried foods and contain excessive fat and coconut foods. Another positive activity that was started by the agent of change after following the trigger was to do physical activity with exercise at least once a week. The agents of changes had do healthy behavior in everyday life. It is expected that healthy behavior of the agents of change could continue and applied by the surrounding community, especially young generation as successor of the nation. ABSTRAK Tingkat kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) telah meningkat secara signifikan selama dua puluh tahun terakhir di Indonesia. Pemerintah telah melakukan beberapa strategi pengendalian PTM tetapi belum berhasil. Upaya pengendalian PTM seperti hipertensi, diabetes, dan stroke tidak cukup hanya dilakukan oleh profesional kesehatan, namun juga harus mendapat dukungan penuh dari agen perubahan sebagai kekuatan pendorong di masyarakat. Jenis penelitian adalah riset operasional. Penelitian dilakukan di 4 kelurahan Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Dipilih 21 agen perubahan. Intervensi dengan pemicuan terhadap agen perubahan dalam pengendalian PTM. Pengumpulan data kuantitatif dengan kuesioner sedangkan data kualitatif dengan wawancara mendalam. Analisis data perubahan pengetahuan yang meliputi sikap dan perilaku dengan uji t test. Hasil menunjukkan pengetahuan agen perubahan meningkat secara signifikan, (p = 0,00). Dan setelah agen perubahan mengikuti proses pemicuan, terjadi perubahan perilaku mereka. Perilaku negatif sebelumnya yang berdampak pada tingginya risiko terkena PTM, telah perlahan dikurangi dan berubah menjadi perilaku- perilaku positif untuk mencegah munculnya PTM seperti mengurangi jumlah rokok yang dihisap per hari. Ada juga agen perubahan yang berhenti merokok. Perilaku berisiko lainnya yang juga berkurang adalah mengurangi konsumsi makanan yang digoreng dan mengandung lemak berlebihan juga makanan bersantan. Kegiatan positif lain yang mulai dibangun oleh agen perubahan setelah mengikuti pemicuan adalah melakukan kegiatan fisik dengan latihan minimal seminggu sekali. Agen Perubahan sudah mulai menerapkan perilaku hidup sehat di kehidupan sehari-hari. Diharapkan perilaku sehat dari para agen perubahan dapat terus dilakukan dan diterapkan oleh masyarakat di sekitarnya, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa.