Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

OTORITAS DAN LEGITIMASI STUDI TENTANG KEDUDUKAN PEMIMPIN TRADISIONAL DI LOLODA MALUKU-UTARA (1808-1958) Mustafa Mansur; Kunto Sofianto; Dade Mahzuni
Sosiohumaniora Vol 15, No 1 (2013): SOSIOHUMANIORA, MARET 2013
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.321 KB) | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v15i1.5240

Abstract

Studi mengenai kedudukan kepemimpinan tradisional di Loloda Maluku Utara`pada masa kolonial hingga masa kemerdekaan Indonesia (1945-1958) merupakan studi untuk melihat aspek-aspek perubahan terhadap kedudukan pemimpin di Loloda sebagai akibat dari politik kolonial dan pengaruh Kesultanan Ternate. Berkaitan dengan hal tersebut, masalah yang diangkat adalah bagaimana kedudukan pemimpin tradisional di Loloda pada masa kolonial dan masa kemerdekaan Indonesia (1945-1958)? Adapun metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sementara konsep yang digunakan untuk menganalisis masalah adalah konsep kekuasaan, stratifikasi sosial dan legitimasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan pemimpin tradisional di Loloda pada masa kolonial (1808-1909) mengalami degradasi dengan diubahnya status Kerajaan Loloda menjadi distrik oleh Pemerintah Hindia Belanda. Namun, pemimpinnya tetap memakai gelar raja (kolano) karena didukung oleh otoritas dan legitimasi tradisional, kharismatik serta sistem pewarisan kekuasaan (assigned status) dalam status sosialnya. Dalam konteks ini, Pemerintah Kolonial juga mengakui gelar raja (kolano) sebagai strategi membangun kekuasaanya di Loloda. Pengakuan Pemerintah Kolonial Belanda terhadap gelar raja (kolano) berakhir pada 1909 ketika raja dianggap mendalangi pemberontakan warganya yang mengakibatkan tewasnya Petugas Belanda yang bertugas di Loloda. Saat itulah kepala distrik (hoofd district) memakai gelar sangaji. Pada masa kemerdekaan Indonesia, kedudukan pemimpin tradisional disimbolkan dengan mangkubumi (jogugu), namun masyarakat Loloda menganggapnya sebagai raja (kolano). Dengan demikian, kedudukan pemimpinnya terlembagakan berdasarkan otoritas dan legitimasi tradisional, kharismatik dan sistem pewarisan (assigned status).
Pengaruh Hindu pada Beberapa Wilayah di Jawa Barat Melalui Arca-Arca Koleksi Museum Sribaduga Mansur Mustafa
ETNOHISTORI: Jurnal Ilmiah Kebudayaan dan Kesejarahan Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2041.262 KB) | DOI: 10.33387/jeh.v1i2.815

Abstract

Tulisan ini membuat upaya serius untuk penelitian pengaruh Hindu padabeberapa wilayah di Jawa Barat melalui artefak sejarah adalah patung-patungyang di museum Sribaduga Maharaja Jawa Barat. Metode sejarah denganpendekatan deskriptif-kuantitatif. Produk dari penelitian merujuk bahwapengaruh Hindu di Jawa Barat lakukan melalui bentuk proses lembaga politikkerajaan dan media peribadatan bentuk patung. Dalam perspektif patungkeberadaan, setidaknya ada empat patung yang dapat mengatakan kepadadelegasi tentang hadir pengaruh Hindu ke beberapa wilayah di Jawa Barat,yaitu: Siwa patung, Mahadewa patung, Argasatya patung, dan PadmaPanistatue. Keberadaan empat patung untuk meningkatkan pengaruh Hindubenar-benar telah ada dalam kehidupan manusia di Jawa Barat sebelumpengaruh Islam masuk.
Sultan Ternate Iskandar Jabir Syah: Dari Konferensi Malino Hingga Menjadi Menteri Dalam Negeri Negara Indonesia Timur (NIT) 1946-1950 Rustam Hasyim; Mustafa Mansur
ETNOHISTORI: Jurnal Ilmiah Kebudayaan dan Kesejarahan Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.095 KB) | DOI: 10.33387/jeh.v2i1.820

Abstract

This study aims to reconstruct the political participation Iskandar Djabir Syah(Sultan of Ternate to 47) in the establishment of the State of East Indonesia. The focus ofthis study outlines some political events involving Iskandar Djabir Syah as the Malino andDenpasar conference to elected Minister of the Interior of Eastern Indonesia in the period1949-1950.The method used in this paper is a heuristic method that is history, criticism,interpretation and historiography. The results showed (1) Participation Sultan of TernateIskandar Djabir Syah the unitary state started early independence of the Republic ofIndonesia, is characterized by convening Malino and Denpasar conferences 1946.Formation of the State of East Indonesia became the inspiration for the political IskandarDjabir Syah to engage as a member of the Senate Negara Indonesia Timur/NIT representingNorth Maluku, as well as one of its disainer. (2) As one of the leaders who agreed to the ideaof van Mook to form a federalist country in Malino and Denpasar conference, so that whenthe formation of the State of East Indonesia was appointed Minister of the Interior in thecabinet of JE Tatengkeng period 1949-1950. (3) Malino to Denpasar Conference in 1946,initiated by HJ Dutch van Mook is an effort to establish the states in order to realize theUnited States of Indonesia (Republik Indonesia Serikat/RIS) based Linggarjati Agreement. Atthe conference formed the Eastern Indonesia State (Negara Indonesia Timur/NIT) covers anarea of Sulawesi, Sunda Kecil (Bali and Nusa Tenggara) and the Maluku Islands.
DINAMIKA SOSIAL-POLITIK KESULTANAN JAILOLO ( 2002 – 2017 ) Mustafa Mansur; Rusli Said
ETNOHISTORI: Jurnal Ilmiah Kebudayaan dan Kesejarahan Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.706 KB) | DOI: 10.33387/jeh.v5i2.1137

Abstract

Kesultanan Jailolo merupakan salah satu dari empat pilar pranata tradisional Maluku yang dikenal dengan Moloku Kie Raha. Kesultanan ini telah dianeksasi oleh Kesultanan Ternate sejak 1620, dan dibangkitkan kembali oleh Sultan Nuku dari Tidore pada 1796.  Sejak 1825, Kesultanan Jailolo ini pernah berkedudukan di Pulau Seram hingga dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1832. Sejak saat itu, tidak lagi berkedudukan seorang sultan baik di Jailolo Halmahera maupun di Seram. Pada 2002, Kesultanan Jailolo dihidupkan kembali untuk melengkapi kesempurnaan Moloku Kie Raha. Namun, kehadiran Kesultanan Jailolo dari 2002 hingga 2017, mengalami kontroversi berkaiatan dengan hubungan geneologis sultan yang menyebabkan Kesultanan Jailolo berada pada pusaran politik internal. Penelitian ini membahas bagaiamana pusaran politik itu membentuk dinamika sosial-politik dari 2002 sampai 2017. Hasilnya menunjukkan bahwa dinamika sosial-politik tersebut telah melahirkan terbentuknya dua kelompok masyarakat adat di Jailolo sebagai pendukungnya dalam  membangun solidaritas emosional dan sosial untuk mempertahankan legitimasi yang mereka yakini sebagai kebenaran.  Terdapat setidaknya empat orang sultan pada 2002 sampai 2017 yang masing-masing mengklaim memiliki hubungan geneologis dengan sultan-sultan Jailolo terdahulu. Dinamika tersebut menggambarkan  fenomena yang relatif sama dengan dinamika politik pada masa kolonial. Kata Kunci : Jailolo, sultan, dinamika sosial-politik
Situs Percandian Batujaya di Karawang Jawa Barat: Analisis Manajemen Sumber Daya Arkeologi Mustafa Mansur
ETNOHISTORI: Jurnal Ilmiah Kebudayaan dan Kesejarahan Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.822 KB) | DOI: 10.33387/jeh.v2i2.833

Abstract

This paper seeks to present the existence and preservation of the temple siteUnur Jiwa, Lempeng, and Blondongan in Batu Jaya Karawang - West Java asarchaeological resources. The method used in this study is the observation andstudy literature, using the concept of archaeological resource management. Theaim of this study is to see how the existence and preservation of these sites, aswell as the principle of benefit of preservation. The study shows that thepresence of the sites related to Hinduism and Buddhism eksistensii intoIndonesia in the 4th century AD to 16th century AD, where temples were madeas a means of worship of the two religions. The use of temples that date havebeen preserved and utilized based on the potential ecological, architectonic,historical, and geological, besides the scientific research, creative arts,education, recreation and tourism, symbolic representation, legitimation ofaction, social solidarity and integration, and monetary and economic gain.
Peranan Masyarakat Lokal Air Tege-tege Terhadap Perkembangan Wisata Sejarah Cengkeh Afo Di Kota Ternate Mustafa Mansur; Betly Taghulihi
TEKSTUAL Vol 20, No 1 (2022): Tekstual: Humaniora
Publisher : Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1081.812 KB) | DOI: 10.33387/tekstual.v20i1.4637

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu keterlibatan dan peranan masyarakat lokal di Air Tege – Tege dalam mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat. Diharapkan dari penelitian ini masyarakat lokal air tege – tege dapat menjaga kestabilan pengembangan pariwisata yang sudah berkembang di destinasi cengkeh afo. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan sebuah konsep pengembangan suatu destasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal. Salah satu representasi dari pembangunan pariwisata berbasis masyarakat adalah desa wisata. Cengkeh afo merupakan destinasi wisata sejarah yang menerapkan ekowisata dan melibatkan masyarakat lokal untuk mengelola destinasi tersebut. Destinasi ini terletak di desa Air Tege – Tege Kelurahan Tongole Kota Ternate. Masyarakat lokal disekitar objek memegang peranan penting dalam keberlanjutan destdiinasi tersebut. Target luaran penelitian ini adalah 1). Bertambahnya wawasan masyarakat Kota Ternate tentang Wisata Sejarah, 2). Publikasi di Jurnal ber ISSN, 3). Bahan ajar di Program Studi Usaha Perjalanan Wisata.  Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Lokasi penelitian di Cengkeh Afo Air Tege – Tege. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat air tege - tege benar – benar terlibat dan mempunyai peranan penting dalam pengembangan objek wisata sejarah cengkeh afo yang sampai sekarang masih berkembang dan menjadi saah satu destinasi favorit di kota ternate.Sejak awal pendirian wisata sejarah Cengkeh Afo dengan konsep pariwisata berbasis masyarakat membuat masyarakat begitu antusias dan bersemangat meskipun pada kenyataannya proses mengembangkan sebuah destinasi tidaklah mudah karena mengalami berbagai kendala kurangnya pengetahuan masyarakat lokal tentang pariwisata. Simpulan pada penelitian ini adalah terdapat 4 (empat) bentu partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam pengembangan wisata sejarah cengkeh afo seperti 1). Bentuk partisipasi yang mengawali aktivitas kepariwisataan , 2). Bentuk partisipasi proses awal kepariwisataan dimana masyarakat mulai melakukan musyawarah dan membicarakan keinginan mereka terhadap aktivitas. 3). Bentuk partisipasi dalam perencanaan serta 4). Bentuk partisipasi dalam pengembangan.This research aims to investigate the involvement and role of local community at Air Tege–Tege in developing the community-based tourism. This research expects the local community of Tege - Tege can maintain the stability of tourism development that has been developed in Cengkeh Afo destination. Community-based tourism is a concept of developing a tourist destination through the empowerment of local communities. One of the the representations of community-based tourism development is a tourist village. Cengkeh Afo is a historical tourist destination that implements ecotourism and involves local community to manage the destination. This destination is located in Air Tege–Tege, Tongole Village, Ternate City. The local community around the object holds an important role in the sustainability of the destination. The outcomes of this research are: 1). The increasing insight of Ternate people about Historical Tourism, 2). Publication in Journal with ISSN, 3). Teaching materials in the Travel Business Study Program. This research uses a qualitative method. The research location is Cengkeh Afo Air Tege–Tege. The findings in this research indicate that the Air Tege –Tege community is actively involved and has an important role in the development of the Cengkeh Afo historical tourist attraction which is still developing and has become one of the favorite destinations in Ternate City. The initial establishment of Cengkeh Afo historical tourism with the concept of community-based tourism makes people so enthusiastic and passionate even though in reality, the process of developing a destination is not easy because it experiences various obstacles and lacks local community understanding about tourism. The research concludes that there are 4 (four) forms of community participation in the development of Cengke Afo historical tourism such as: 1). The Form of participation that initiate tourism activities, 2). The form of participation in the initial tourism process in which the community begins to conduct deliberations and discuss their eagerness for the activity. 3). The form of participation in planning and 4). The form of participation in development.Keywords: Masyarakat Lokal, Pariwisata Berbasis Masyarakat, Wisata Sejarah