Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Konstruksi Islam sebagai Simbol Identitas melalui Representasi Perempuan Muslim pada Novel Religi Husnan Nurjuman; Uliviana Restu; Bayu Teja Kususma
Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies Vol 12, No 1 (2018): Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies (Terakreditasi Sinta 2)
Publisher : Faculty of Da'wah and Communication, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/idajhs.v12i1.1937

Abstract

This paper describes the construction of the practice of Islam as a symbol of group identity in the midst of the reality of society through the representation of Muslim women in the Queen's Religion prostrate novel. This research with a qualitative approach to semiotic analysis from Roland Barthes describes the text with denotative, connotative and mythical systematics. The novel Ratu yang Bersujud which prostrates presents the Islamic concept of Muslim women in the form of protection and breeding for women, the primacy of the role of women in the household, women as male partners and equality of men and women. Representation of the concept of muslim women is part of Islamic construction as a group identity. The construction of reality as a result of the interaction between the writer and the reality of Islamic thought, the reality of women's progress, the reality of the negative stigma of western civilization towards Islam, and the reality of symbolic trends in religious life, which is then disignified in novel texts, and internalized by society. The results of this study become an illustration of the reality of trends in society that make the understanding of Islam about the position of women as representations of identity, through cultural products, in the form of religious novels. The findings and analysis can be an illustration of the process of intervention in social change, including interventions that are da'wah framed. Propagators can use cultural products as a medium or means to internalize various thoughts in Islam into a reality constructed in the community.Tulisan ini menggambarkan konstruksi pengamalan Islam sebagai simbol identitas kelompok  di tengah realitas masyarakat  melalui representasi perempuan muslim pada novel religi Ratu yang Bersujud. Penelitian dengan pendekatan kualitatif analisis semiotika dari Roland Barthes ini menguraikan teks dangan sistematika  denotatif, konotatif dan mitos. Novel Ratu yang Bersujud yang bersujud menghadirkan konsep Islam tentang perempuan muslim berupa perlindungan dan pemuliaan bagi perempuan, keutamaan peran perempuan dalam rumah tangga, perempuan sebagai mitra laki-laki dan  kesetaraan laki-laki dan perempuan. Representasi konsep perempuan muslim merupakan bagian dari konstruksi Islam sebagai identitas kelompok. Konstruksi realitas sebagai hasil interaksi antara penulis dengan realitas pemikiran Islam, realitas kemajuan perempuan, realitas stigma negatif peradaban barat terhadap Islam, serta realitas tren simbolik kehidupan beragama, yang kemudian disignifikasi dalam teks-teks novel, dan diinternalisasi oleh masyarakat. Hasil penelitian ini menjadi gambaran tentang realitas tren di masyarakat yang menjadikan paham agama Islam tentang posisi perempuan sebagai representasi identitas, melalui produk budaya, berupa novel religi. Hasil temuan dan analisis ini dapat menjadi gambaran bagi proses intervensi dalam perubahan sosial, termasuk dalam  intervensi yang berbingkai dakwah. Para pelaku dakwah dapat menggunakan produk budaya sebagai  media atau sarana dalam menginternalisasikan berbagai pemikiran dalam Islam menjadi realitas yang dikonstruksi di tengah masyarakat.
PERISTIWA KOMUNIKASI DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI OTAKU ANIME Uliviana Restu; Helmy Agustina
Jurnal Kajian Komunikasi Vol 5, No 2 (2017): December 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (265.218 KB) | DOI: 10.24198/jkk.v5i2.11405

Abstract

Otaku anime adalah istilah untuk menyebutkan seseorang yang memiliki obsesi terhadap film animasi yang berasal dari negara Jepang. Sebagian besar waktu dan uang yang dimiliki oleh otaku anime dihabiskan hanya untuk menyaksikan film anime secara berkala. Fenomena otaku anime merambah berbagai kelompok masyarakat, dewasa dan juga remaja. Penelitian ini berusaha untuk menggambarkan bagaimana otaku anime membangun identitasnya dalam masyarakat dengan kebudayaan yang establish di atas nilai dan norma agama seperti halnya kebiasaan di Indonesia.Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk menguraikan bagaimana mind dan self otaku anime terbentuk serta untuk memahami bagaimana society memaknai otaku anime. Penelitian ini menerapkan teori interaksi simbolik George Herbert Mead dengan pendekatan kualitatif deskriptif untuk memperlihatkan bagaimana otaku terbentuk melalui pengalaman pertama masa kanak-kanak, dan interaksi pertama dengan orang terdekat sebagai ingatan yang melekat pada diri subjek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman diri tersebut mendorong subjek untuk mencari komunitas yang akan membantunya untuk mengidentifikasi dirinya di tengah masyarakat yang establish, untuk menjamin kebebasannya dalam berimajinasi dan berinteraksi dengan tokoh anime favoritnya. Istilah otaku telah menjadi teks yang dikonsumsi secara bebas dan memberi makna baru bagi penggunanya untuk menemukan identitasnya dalam dunia sosial.
Hegemony of Saudi Arabia's Kafala System in The Relationship Between Employer and Indonesian Female Domestic Migrant Workers 2018-2020 Karin Caroline Kelly; Uliviana Restu; Ika Arinia Indriyany
International Journal of Social Sciences Review Vol. 3 No. 1: April, 2022
Publisher : Epistemik Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.801 KB) | DOI: 10.57266/ijssr.v3i1.83

Abstract

This study describes the hegemony produced by the Saudi Arabian state through the kafala system in the relationship between employers and female migrant domestic workers from Indonesia. The kafala system creates many problems due to the structural dependence between domestic migrant workers and their employers, ranging from heavy workloads and irregular wages to restrictions on access to mobility. Employers as individual sponsors have a large dominance of power so that the working conditions for domestic migrant workers become unbalanced. This study is analyzed using Antonio Gramsci's hegemonic perspective with three indicators of understanding, namely the ruling class, defense of the domination of the ruling class, and the crisis of ruling class hegemony. This study was dissected using a qualitative critical approach. This study indicates that the hegemony in this research phenomenon belongs to a declining level of hegemony characterized by the potential for disintegration hidden beneath the surface. Various restrictive Saudi Arabian regulations hamper the awareness of civil society, which has been gradually awakened. The limitations of civil society on access to participatory democracy have resulted in mass resistance to the Kafala system not coming to the surface.