I.B. Wirawan
Universitas Airlangga

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGELOLAAN BENCANA BERBASIS KAPASITAS LOKAL DI KAWASAN GUNUNG KELUD PASCA ERUPSI TAHUN 2014 (STUDI ETNOGRAFI DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG KELUD KABUPATEN KEDIRI) Windiani Windiani; I.B. Wirawan; Sutinah Sutinah
IPTEK Journal of Proceedings Series No 5 (2018): Seminar Nasional Teknologi dan Perubahan (SEMATEKSOS) 3 2018
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (639.412 KB) | DOI: 10.12962/j23546026.y2018i5.4431

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaann bencana di kawasan Gunung Kelud pasca erupsi tahun 2014. Penelitian dilakukan di KRB Gunung Kelud Kabupaten Kediri dengan informan yang berasal dari institusi pemerintah (BPBD), NGO Jangkar Kelud dan Masyarakat Lokal. Pendekatan etnografi digunakan untuk mengeksplor fenomena sosial budaya yang terjadi di wilayah studi. Teknik pengumpulan data menggunakan participant observation, In depth interview dan penelusuran dokomen serta analisis data dilakukan secara deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca erupsi tahun 2014 upaya pengelolaan bencana yang dilakukan lebih mengndayagunakan kapasitas lokal yang ada di kawasan rawan bencana Gunung Kelud. Saat ini kegiatan pengelolaan bencana yang dilakukan adalah mitigasi dan membangun kesiapsiagaan masyarakat di KRB Gunung Kelud. Praktik pengeleloaan bencana dilakukan secara kolaboratif antara masyarakat lokal, BPBD dan LSM Jangkar Kelud. Salah satu program yang dikembangkan adalah ‘sister village’ (desa bersaudara). Penelitian ini juga mengungkap adanya dinamika dalam pengembangan program sister village. Program ini   didukung masyarakat dan tokoh-tokoh lokal termasuk orang-orang yang masih kokoh dalam memegang nilai-nilai adat, tradisi, sehingga program sister village dianggap sebagai model penanggulangan bencana yang lebih mengakar secara sosio-kultural dan selanjutnya dapat digunakan sebagai referensi dalam mengembangkan model pengelolaan bencana berbasis kapasitas lokal  di Indonesia. Di sisi lain penolakan (resistens) dari warga turut mewarnai pengembangan program sister village. Adanya anggapan bahwa ‘sister village’ hanya sebatas program dengan dana kegiatan yang sudah dianggarkan, sehingga sebagian warga menolak untuk mengikuti kegiatan yang dilaksanakan pemerintahan desa dan difasilitasi BPBD.
LOCAL POLITICS ARISTOCRACY OF BALI IN THE POST-REFORM ERA I Gusti Ayu Agung Dewi Sucitawathi Pinatih; Kacung Marijan; I.B. Wirawan
JWP (Jurnal Wacana Politik) Vol 7, No 1 (2022): JWP (Jurnal Wacana Politik) Maret
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jwp.v7i1.36688

Abstract

Puri (Balinese palace) is one of the cultural symbols of the Balinese people. The power system that once placed puri as a central actor became a political tradition that led to the local politics aristocracy model which still adopted the values of feudalism, including in the political life of government. This study itself aims to analyze the political culture that shapes the pattern of local politics aristocracy of Bali in the post-reform era. The theories used to analyze the problem are elite theory and patron-client theory using the point of view of political sociology. The research method is qualitative research in the form of literature studies derived from books, journals, and descriptive analysis related to the research topic. The findings in this study are that the survival of puri in Bali is caused by an elitist political culture that is influenced by the caste system, and the position of the puri which places itself as a patron (ruler) to clients (community) related to religion, economy, and politics.