Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaann bencana di kawasan Gunung Kelud pasca erupsi tahun 2014. Penelitian dilakukan di KRB Gunung Kelud Kabupaten Kediri dengan informan yang berasal dari institusi pemerintah (BPBD), NGO Jangkar Kelud dan Masyarakat Lokal. Pendekatan etnografi digunakan untuk mengeksplor fenomena sosial budaya yang terjadi di wilayah studi. Teknik pengumpulan data menggunakan participant observation, In depth interview dan penelusuran dokomen serta analisis data dilakukan secara deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca erupsi tahun 2014 upaya pengelolaan bencana yang dilakukan lebih mengndayagunakan kapasitas lokal yang ada di kawasan rawan bencana Gunung Kelud. Saat ini kegiatan pengelolaan bencana yang dilakukan adalah mitigasi dan membangun kesiapsiagaan masyarakat di KRB Gunung Kelud. Praktik pengeleloaan bencana dilakukan secara kolaboratif antara masyarakat lokal, BPBD dan LSM Jangkar Kelud. Salah satu program yang dikembangkan adalah ‘sister village’ (desa bersaudara). Penelitian ini juga mengungkap adanya dinamika dalam pengembangan program sister village. Program ini didukung masyarakat dan tokoh-tokoh lokal termasuk orang-orang yang masih kokoh dalam memegang nilai-nilai adat, tradisi, sehingga program sister village dianggap sebagai model penanggulangan bencana yang lebih mengakar secara sosio-kultural dan selanjutnya dapat digunakan sebagai referensi dalam mengembangkan model pengelolaan bencana berbasis kapasitas lokal di Indonesia. Di sisi lain penolakan (resistens) dari warga turut mewarnai pengembangan program sister village. Adanya anggapan bahwa ‘sister village’ hanya sebatas program dengan dana kegiatan yang sudah dianggarkan, sehingga sebagian warga menolak untuk mengikuti kegiatan yang dilaksanakan pemerintahan desa dan difasilitasi BPBD.