Nuri Meilan
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jl.A.H.Nasution 105 Cibiru Bandung 40614, Indonesia

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

MAKNA AL-MUTAKABBIR DALAM ALQURAN (STUDI KAJIAN SEMANTIK) Nuri Meilan; Kholid Al-Walid; Solehudin Solehudin
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.559 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v2i1.1807

Abstract

Takhallaqū bi akhlākillāh ‘berakhlaklah kamu seperti akhlaq Allah’, jika Hadith tersebut mesti dijadikan acuan untuk berakhlak maka ada beberapa persoalan dari al-Asmā’ al-Husnā diantaranya al-Azīz, al-‘Alī, al-Jabbār, al-Qahhār, al-Mutakabbir, dll. Sifat-sifat ini walaupun namanya sama dengan yang dinisbatkan pada manusia, namun mempunyai hakikat yang berbeda. Salah satunya adalah al-Mutakabbir (Yang memiliki segala keagungan). Jika merujuk kepada Hadith di atas tentu  bertentangan dengan ayat Alquran dan Hadith yang jelas mengatakan bahwa manusia dilarang bersikap sombong dan balasan yang berbuat sombong adalah neraka. Penelitian ini membahas makna lafal  al-Mutakabbir melalui pendekatan Semantik, jenis penelitian kualitatif, dengan menggunakan teknik pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan). Metode yang digunakan adalah deskriptif analysis yaitu menganalisis memaparkan dan menganalisis lafal  al-Mutakabbir dalam Alquran. Hasil dari penelitian ini ialah lafal  al-Mutakabbir berasal dari kata kabura mempunyai makna besar. Sedangkan jika dilihat dari kamus-kamus bahasa Arab kata kabura artinya mengagungkan, sombong, menjadi besar, membesarkan, lawan dari kata shagura (kecil), pembesar (pemimpim), sesuatu yang lebih tua atau lebih utama. Kata al-Mutakabbir ini selalu dikaitkan dengan dua subjek/ pelaku berbeda.  Subjek yang ditujukkan kepada Allah Swt., memiliki tendensi makna positif, sama dengan al-Asmā’ al-Husnā. Subjek kedua ditujukan kepada manusia yang memiliki makna negatif.