Airlangga Pribadi Kusman
Department Of Political Science, Faculty Of Social And Political Sciences, Universitas Airlangga

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Power relation of the 212 Islamic Group and the government in the 2019 presidential election Moch. Mubarok Muharam; Kacung Marijan; Airlangga Pribadi Kusman
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 34 No. 3 (2021): Masyarakat, Kebudayaan dan Politik
Publisher : Faculty of Social and Political Science, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (795.286 KB) | DOI: 10.20473/mkp.V34I32021.305-316

Abstract

The 212 Islamic Group was in opposition with the government of Joko Widodo (Jokowi) in the 2019 presidential election. This group made militant resistance against Jokowi in the presidential election. This resistance influenced the presidential election contestation became more dynamic and fierce. The fierce contestation had divided the community into two camps, namely the pros and cons of Jokowi. This study explored and analyzed the resistance of the 212 Islamic Group against the government in the 2019 presidential election. This study was a qualitative study, interviewing 12 informants, consisting of the 212 Islamic Groups, Moderate Islamic Groups, Indonesian Ulema Council, online media, and academics. This study showed that The 212 Islamic Group can offset the government’s political influence so that the presidential election becomes more dynamic and balanced. However, the resistance of this group can be substantial (prominent) because of the narration about the rise of Islam and their ability to ideologize mosques and social media. This paper concluded that there was a resistance of the 212 Islamic Group to the country because Jokowi was considered secular and detrimental to Islam in politics and law, such as disbanding Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Islam dan Media: Kontestasi Ideologi dan Ekonomi Politik Media Era Demokrasi Airlangga Pribadi Kusman
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.8

Abstract

Dalam konteks pertarungan politik saat ini, perkembangan media sosial dan informasi-informasi alternatif diluar media mainstream tidak memperlihatkan lahirnya kekuatan masyarakat sipil yang cerdas informasi yang dapat melakukan kontrol terhadap negara. Penyebaran hoax dan berita kebencian di media sosial justru berkembang menjadi kanker demokrasi, ketika penyebarannya dan kemampuannya untuk menarik publik dalam panggung politik justru menghancurkan fondasi dari tatanan dan nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Dalam konteks ketika tubuh politik demokrasi Indonesia mengalami sakit kronis akibat dominasi kekuatan-kekuatan oligarkhi yang menjarah sumber daya publik dan institusi negara, penyebaran hoax dan informasi kebencian justu berpotensi menghancurkan tatanan masyarakat multikultural dan penguatan kebhinekaan, sementara bagi kekuatan aliansi sosial dominan tertentu informasi-informasi hoax dan penyebaran kebencian tersebut berperan sebagai senjata ampuh mereka untuk merebut kekuasaan, tanpa harus bertentangan dengan kepentingan ekonomi-politik mereka sendiri.
Islam dan Media: Kontestasi Ideologi dan Ekonomi Politik Media Era Demokrasi Airlangga Pribadi Kusman
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.8

Abstract

Dalam konteks pertarungan politik saat ini, perkembangan media sosial dan informasi-informasi alternatif diluar media mainstream tidak memperlihatkan lahirnya kekuatan masyarakat sipil yang cerdas informasi yang dapat melakukan kontrol terhadap negara. Penyebaran hoax dan berita kebencian di media sosial justru berkembang menjadi kanker demokrasi, ketika penyebarannya dan kemampuannya untuk menarik publik dalam panggung politik justru menghancurkan fondasi dari tatanan dan nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Dalam konteks ketika tubuh politik demokrasi Indonesia mengalami sakit kronis akibat dominasi kekuatan-kekuatan oligarkhi yang menjarah sumber daya publik dan institusi negara, penyebaran hoax dan informasi kebencian justu berpotensi menghancurkan tatanan masyarakat multikultural dan penguatan kebhinekaan, sementara bagi kekuatan aliansi sosial dominan tertentu informasi-informasi hoax dan penyebaran kebencian tersebut berperan sebagai senjata ampuh mereka untuk merebut kekuasaan, tanpa harus bertentangan dengan kepentingan ekonomi-politik mereka sendiri.