Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK DI MASA PANDEMI COVID-19 PERSPEKTIF QAWAID FIQHIYYAH Fachri Wahyudi; Muhammad Hanifannur
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v4i1.6844

Abstract

ABSTRAK            Pilkada adalah salah satu perwujudan dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Rakyat diberikan hak untuk aktif dalam menentukan pemimpinnya. Namun kali ini negara berada pada dua pilihan yang sulit, dimana pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 menuai penolakan, mengingat kondisi Indonesia yang masih dilanda Pandemi covid-19 berdampak pada keselamatan rakyat Indonesia, dan disisi lain negara harus melaksanakan amanat konstitusi agar roda pemerintahan terus berjalan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pandangan qawaid fiqhiyyah mengenai pelaksanaan pilkada serentak di masa pandemi. Penelitian menggunakan metode hukum normatif yang bersifat kualitatif dan digali dari sumber-sumber kepustakaan (library reseach) yang terkait dengan obyek penelitian, serta menggunakan pendekatan deskriptif-normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak yang ditimbulkan jika dilakukan pilkada serentak di masa pandemi covid-19 ini sangat beresiko, mengingat ada jutaan rakyat yang akan berpotensi terpapar covid-19, maka daripada itu menolak kemudharatan haruslah didahulukan dengan menunda kembali pilkada serentak demi menjaga jiwa (Hifdz An-Nafs) rakyat Indonesia dengan dasar kaidah “Menolak kemadharatan didahulukan daripada mengambil manfaat” dan kaidah fikih “Apabila ada dua kerusakan saling berlawanan, maka yang diperhatikan yang lebih besar bahayanya dengan melakukan yang lebih ringan bahayanya”. ABSTRACT               Pilkada is one of the manifestations of the implementation of the people's sovereignty in the administration of government. People are given the right to be active in determining their leaders. But this time the country is in two difficult choices, where the simultaneous regional elections which will be held on December 9, 2020 are reaping rejection, considering that Indonesia's condition, which is still hit by the Covid-19 pandemic, has an impact on the safety of the Indonesian people, and on the other hand the country must carry out the constitutional mandate so that the wheels of government keep going. The purpose of this study is to see the views of qawaid fiqhiyyah regarding the implementation of simultaneous regional elections during a pandemic. This research uses normative legal methods that are qualitative in nature and extracted from literature sources (library research) related to the object of research, as well as using a descriptive-normative approach. The research results show that the impact of simultaneous regional elections during the Covid-19 pandemic is very risky, considering that there are millions of people who will be exposed to COVID-19, so the agreement to reject harm must take precedence by returning the simultaneous regional elections for the sake of the soul (Hifdz An- Nafs) of the Indonesian people on the basis of the principle of "Refusing to take advantage first" and the rule of fiqh "If there are two opposing damages, then the one who is concerned is the greater the danger by doing the less dangerous". 
The View of Positive and Islamic Law Against Uploader Copyright Fachri Wahyudi; Muhammad Hanifannur
JURNAL PEMULIAAN HUKUM Vol 5, No 2 (2023): Jurnal Pemuliaan Hukum
Publisher : Universitas Islam Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30999/jph.v5i2.2516

Abstract

YouTube is a platform that is included in the protected cinematographic copyright. In this era of technology and creative industries, there are many people who commit criminal acts of video piracy on the YouTube platform and even broadcast without permission and get benefits. But for the creator, it is very detrimental. The subject matter studied in this research is about how copyright protection for YouTube uploaders in Article 40 of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and the perspective of Islamic law on copyright protection for YouTube uploaders. This research is a normative legal research using legislative and normative Islamic approaches. The results showed that copyright protection of YouTube uploaders is regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright which is technically regulated in Article 40 paragraph (1) letter m, although not specifically mentioned in the article but there are similarities in audiovisual form. When viewed in Islamic law, the act of YouTube re-uploader is included in jarimah ta'zir whose punishment is given to Ulil Amri (government).YouTube merupakan platform yang termasuk dalam hak cipta sinematografi yang dilindungi. Di era teknologi dan industri kreatif ini, banyak sekali oknum-oknum yang melakukan tindakan kriminal pembajakan video di platform YouTube bahkan menyiarkannya tanpa izin dan mendapatkan ke­untung­an. Namun bagi pencipta, hal tersebut sangat merugikan. Pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana perlindungan hak cipta bagi pengunggah YouTube dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan perspektif hukum Islam terhadap perlindungan hak cipta bagi pengunggah YouTube. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan mengguna­kan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan norma­tif Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa per­lin­dung­an hak cipta terhadap pengunggah YouTube diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang secara teknis diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf m, meskipun tidak disebutkan secara spesifik dalam pasal tersebut namun terdapat kesamaan dalam bentuk audiovisual. Jika ditinjau dalam hukum Islam, perbuatan pengunggah ulang YouTube termasuk dalam jarimah ta'zir yang hukumannya diserahkan kepada Ulil Amri (pemerintah).