Ayu Fitri Kusumaningrum
Universitas Gadjah Mada

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Symbolic Annihilation Terhadap Tiga Tipe Perempuan Era Victoria dalam Hetty Feather Karya Jacqueline Wilson Kusumaningrum, Ayu Fitri
ATAVISME Vol 23, No 2 (2020): ATAVISME
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v23i2.641.189-205

Abstract

Narasi perempuan dapat ditemukan dalam berbagai macam media sejak berabad-abad lamanya. Mulai dari yang dinarasikan oleh laki-laki sampai yang dituliskan oleh perempuan sendiri, media menampilkan bermacam-macam narasi perempuan. Novel anak, sebagai salah satu bentuk media, sebenarnya juga tak luput memotret narasi perempuan dan isu-isu yang berkaitan dengan gender lainnya, meski penelitian terhadap sastra anak masih terpinggirkan dalam kalangan komunitas sastra. Penelitian ini kemudian melihat adanya narasi perempuan yang dimusnahkan dalam novel anak Hetty Feather karya Jacqueline Wilson. Menggunakan teori symbolic annihilation yang digagas Gaye Tuchman dan beberapa konsep pendukung mengenai tipe-tipe perempuan era Victoria, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk symbolic annihilation terhadap tiga tipe perempuan era Victoria. Penelitian ini kemudian menemukan adanya trivialization, omission, dan condemnation terhadap sosok angel in the house, fallen woman, dan new woman dalam Hetty Feather.Kata kunci:Era Victoria;narasiperempuan;media;sastraanak[The Symbolic Annihilation of Three Types of Victorian Women in Jacqueline Wilson’s Hetty Feather] Women’s narratives can be found in various types of media for centuries. Starting from one narrated by men to one written by women themselves, the media presents a variety of women’s narratives. Children’s novels, as one form of media, actually also capture women’s narratives and other gender-related issues, although research on children’s literature is still marginalized within the literary community. This research, then, examines the existence of the annihilation of women’s narratives in a children’s book Hetty Feather by Jacqueline Wilson. Using the theory of the symbolic annihilation proposed by Gaye Tuchman and some supporting concepts about types of Victorian women, this study aims to identify the forms of the symbolic annihilation of three types of Victorian women. This study, then, finds that there are trivialization, omission, and condemnation acts toward angel in the house, fallen woman, and new woman in Hetty Feather.
KRISIS IDENTITAS DALAM CERPEN A PAIR OF JEANS KARYA QAISRA SHAHRAZ Ayu Fitri Kusumaningrum
POETIKA Vol 7, No 1 (2019): Issue 1
Publisher : Literary Studies, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/poetika.v7i1.43500

Abstract

Multikulturalisme menjadi wacana yang diagung-agungkan di abad 21 karena men-cerminkan kemodernan yang mana pertemuan dan percampuran dua atau lebih kebudayaan dianggap sebagai cerminan masyarakat modern yang terbuka dengan akulturasi. Dewasa ini, multikulturalisme menjadi fenomena yang biasa terjadi di berbagai belahan dunia karena proses migrasi yang terus berlangsung di berbagai negara, salah satunya Inggris (Britania Raya). Berdasarkan sensus pada tahun 2011, tercatat Inggris menjadi rumah bagi delapan belas kelompok etnis berbeda yang tersebar di seluruh penjuru Inggris dan Pakistan adalah salah satu kelompok etnis tersebut, menduduki peringkat ketiga dengan persentase sebanyak 2% dari total populasi di Inggris. Kedelapan belas kelompok etnis ini pun hidup bersama sehingga kebudayaan mereka bertemu dan bercampur dalam ruang multikulturalisme. Multikulturalisme inilah yang kemudian memicu munculnya krisis identitas. Menggunakan karya sastra kontemporer yang diterbitkan pada abad 21, kajian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana krisis identitas tokoh Miriam, seorang perempuan muslim Pakistan yang tinggal di Inggris, digambarkan dalam cerpen “A Pair of Jeans” karya Qaisra Shahraz. Dengan mengaplikasikan metode analisis pascakolonialisme Homi K. Bhabha, kajian ini menemukan bahwa proses hibriditas dan mimikri dalam multikulturalisme dapat menimbulkan ambivalensi yang berupa krisis identitas.Kata Kunci: multikulturalisme; hibriditas; mimikri; ambivalensi; krisis identitas Multiculturalism becomes a glorified discourse in the twenty-first century because it reflects the modernity in which the meeting and mixing of two or more cultures are considered as a reflection of a modern society that is open to acculturation. Today, multiculturalism is a common phenomenon in various parts of the world because of the ongoing process of migration in various countries, one of which is Britain (United Kingdom). According to the 2011 census, it was recorded that Britain was home to eighteen different ethnic groups scattered throughout Britain and Pakistan is one of the ethnic groups, ranking third with 2% of the total population in the UK. These eighteen ethnic groups live together so their cultures meet and are mixed in the space of multiculturalism. This multiculturalism then triggers an identity crisis. Using contemporary literature published in the twenty-first century, this study aims to reveal how Miriam's identity crisis, a Pakistani Muslim woman living in Britain, is described in Qaisra Shahraz’s “A Pair of Jeans”. By applying the method of post-colonialism analysis of Homi K. Bhabha, this study finds that the process of hybridity and mimicry in multiculturalism can lead to ambivalence in the form of identity crisis.Keywords: multiculturalism; hybridity; mimicry; ambivalence; identity crisis  
HUKUM TARIK-MENARIK DALAM NOVEL KLASIK UNDER THE GREENWOOD TREE KARYA THOMAS HARDY Ayu Fitri Kusumaningrum
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 10, No 1 (2021): Jentera: Jurnal Kajian Sastra
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/jentera.v10i1.3492

Abstract

Paulo Coelho dalam buku The Alchemist pernah berkata bahwa, “ketika kamu menginginkan sesuatu, alam semesta berkonspirasi untuk membantumu mencapainya.” Mendapatkan apa yang diinginkan pada praktiknya tidak sesederhana itu. Dalam Under The Greenwood Tree, Dick Dewy tidak hanya menginginkan Fancy Day sebatas keinginan saja. Dick harus melakukan beberapa hal guna memastikan Fancy jatuh ke dalam pelukannya. Hukum tarik-menarik (the law of attraction) yang menjadi dasar rujukan penelitian ini bekerja secara universal menarik ke dalam kehidupan seseorang, apa pun (baik positif maupun negatif) yang orang itu berikan perhatian, energi, dan fokus. Menggunakan novel romance klasik karya Thomas Hardy, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan upaya-upaya Dick dalam mendapatkan Fancy. Penggunaan metode kualitatif dan teori the law of attraction yang dikembangkan Michael J. Losier membuat penelitian ini menemukan bahwa Dick menerapkan tiga proses dalam the law of attraction dalam mendapatkan Fancy. Tiga proses tersebut adalah law of attraction, law of creating, dan law of allowing.Kata-kata kunci: Hukum Tarik-Menarik, Thomas Hardy, Era Victoria, Sastra Banding, Michael J. Losier.