Nur Lailatul Musyafa’ah
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Rekonstruksi Fiqh Pendarahan Pervaginam dengan Pendekatan Medis Musyafa’ah, Nur Lailatul
ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman Vol 8, No 1 (2013): Islamica
Publisher : Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.466 KB) | DOI: 10.15642/islamica.2013.8.1.168-196

Abstract

This article discusses the reconstruction of fiqh (Islamic jurisprudence) with regard to vaginal bleeding using a medical approach. The fiqh of vaginal bleeding discusses menstruation, postpartum, and istiḥâḍah. The discussion of fiqh is normative in nature, as it is based on the Qur’ân and Hadîth. Technological developments in medical science affect the deconstruction of fiqh pertaining to vaginal bleeding. As a resut, the opinions of previous jurists become less relevant, and the fiqh of vaginal bleeding needs to be reconstructed accordingly. This reconstruction can be conducted by using the empirical-normative approach to the study of fiqh with regard tovaginal bleeding, redefining the fiqh of vaginal bleeding, reinterpreting the argument of fiqh concerning vaginal bleeding, and making medical experts as partners in determining vaginal bleeding.
STUDI HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA PERSPEKTIF GENDER Musyafa’ah, Nur Lailatul
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 4 No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.565 KB)

Abstract

Abstract: This article discusses Islamic family law from the perspective gender studies. The study of Islamic family law is a compulsory study for all students in the Faculty of Islamic Law and Legal Studies. The study, though, only referred to classical Islamic jurisprudence as reflected in Islamic law school (Maddhab). In addition, it uses the positive law of marriage in Indonesia, namely Law No. 1/1974 on Marriage and Presidential Degree No. 1/1990 on Kompilasi Hukum Islam. With the development of renewal in Islamic family law in contemporary state, Islamic family law should be studied through various approaches, including gender analysis. This is important because many modern muslim scholars formulate the renewal of Islamic family law to achieving gender equality in marriage. They do so by reinterpreting Quranic texts and prophet traditions. If the study of Islamic family law is conducted from, among other things, gender analysis, students will be able to think critically and flexible in discussing contemporary issues of Islamic family law. Abstrak: Tulisan ini mengkaji studi hukum perkawinan Islam dengan pendekatan gender. Hukum perkawinan Islam sebagai mata kuliah wajib yang diajarkan di Fakultas Syariah, masih cenderung merujuk kepada pendapat mazdhab klasik, UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dan Kompilasi Hukum Islam. Dengan perkembangan zaman dan adanya pembaruan pemikiran hukum Islam, perlu dikaji lebih mendalam materi Hukum Perkawinan Islam dengan berbagai pendekatan, salah satunya dengan pendekatan gender. Hal tersebut penting dilakukan, karena telah banyak pemikir modern muslim yang merumuskan adanya pembaruan dalam Hukum Perkawinan Islam demi tercapainya kesetaraan gender dalam perkawinan yang sesuai dengan perkembangan zaman, diantaranya dengan reinterpretasi teks al-Qur’an dan Hadis Hukum Perkawinan. Diharapkan dengan pembelajaran Hukum Perkawinan Islam dengan pendekatan gender, mahasiswa dapat berfikir kritis dan tidak kaku dalam berijtihad tentang masalah Kontemporer  Hukum Perkawinan Islam.Kata Kunci:Abstract: This article discusses Islamic family law from the perspective gender studies. The study of Islamic family law is a compulsory study for all students in the Faculty of Islamic Law and Legal Studies. The study, though, only referred to classical Islamic jurisprudence as reflected in Islamic law school (Maddhab). In addition, it uses the positive law of marriage in Indonesia, namely Law No. 1/1974 on Marriage and Presidential Degree No. 1/1990 on Kompilasi Hukum Islam. With the development of renewal in Islamic family law in contemporary state, Islamic family law should be studied through various approaches, including gender analysis. This is important because many modern muslim scholars formulate the renewal of Islamic family law to achieving gender equality in marriage. They do so by reinterpreting Quranic texts and prophet traditions. If the study of Islamic family law is conducted from, among other things, gender analysis, students will be able to think critically and flexible in discussing contemporary issues of Islamic family law. Abstrak: Tulisan ini mengkaji studi hukum perkawinan Islam dengan pendekatan gender. Hukum perkawinan Islam sebagai mata kuliah wajib yang diajarkan di Fakultas Syariah, masih cenderung merujuk kepada pendapat mazdhab klasik, UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dan Kompilasi Hukum Islam. Dengan perkembangan zaman dan adanya pembaruan pemikiran hukum Islam, perlu dikaji lebih mendalam materi Hukum Perkawinan Islam dengan berbagai pendekatan, salah satunya dengan pendekatan gender. Hal tersebut penting dilakukan, karena telah banyak pemikir modern muslim yang merumuskan adanya pembaruan dalam Hukum Perkawinan Islam demi tercapainya kesetaraan gender dalam perkawinan yang sesuai dengan perkembangan zaman, diantaranya dengan reinterpretasi teks al-Qur’an dan Hadis Hukum Perkawinan. Diharapkan dengan pembelajaran Hukum Perkawinan Islam dengan pendekatan gender, mahasiswa dapat berfikir kritis dan tidak kaku dalam berijtihad tentang masalah Kontemporer  Hukum Perkawinan Islam.
Penerapan Syariat Islam di Mesir Musyafa’ah, Nur Lailatul
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 2 No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2012.2.2.208-236

Abstract

Abstrak: Makalah ini memaparkan tentang penerapan syariat Islam dalam sejarah pemerintahan Islam di Mesir, yaitu dari awal masuknya Islam di Mesir hingga masa modern. Islam masuk ke Mesir pada masa khalifah Umar ibn al-Khattab. Semenjak Islam datang, penerapan syariat Islam berlaku di Mesir dengan  bentuk syariat yang disesuaikan pada dinasti yang berkuasa ketika itu, di antaranya dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyyah, Ayyubiyah, dan Usmaniyah. Perkembangan madzhab fikih di Mesir dipengaruhi oleh dinasti yang berkuasa, dan setiap dinasti memiliki sistem pemerintahan dengan ciri khas masing-masing. Setelah runtuhnya dinasti Usmaniyah Mesir dijajah Perancis, dan mempengaruhi perundang-undangan di Mesir. Saat ini Mesir adalah negara republik dengan mencantumkan syariat Islam sebagai landasan utama dalam undang-undang di Mesir.Kata Kunci: Penerapan, syariat, Islam, Mesir
Interpretasi Ayat Iddah Bagi Wanita Menopause, Amenorea, Dan Hamil Dengan Pendekatan Medis Musyafa’ah, Nur Lailatul
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 8 No 1 (2018): April 2018
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.427 KB)

Abstract

Abstrak: Ayat iddah yang dimaksud dalam artikel ini adalah QS. 65:4, yang menjelaskan tentang iddah bagi wanita menopause, wanita yang belum haid (amenorea) dan wanita hamil. Ulama sepakat bahwa iddah wanita menopause dan wanita yang belum haid adalah tiga bulan, dan iddah wanita hamil adalah melahirkan. Dengan pendekatan medis diketahui beberapa hikmah, di antaranya: Pertama, penyebutan “in irtabtum” (jika kalian ragu) bagi iddah wanita menopause, bahwa sebelum menopause biasanya wanita mengalami haid yang tidak teratur, dan dalam perspektif medis, seorang wanita dikatakan menopause apabila sudah tidak haid selama satu tahun. Kedua, penyebutan wanita belum haid sebelum hamil, karena secara medis, wanita belum haid (amenorea) ada dua; amenorea primer dikarenakan belum haid sama sekali dan amenorea sekunder dikarenakan kehamilan atau sebab lain. Ketiga, penyebutan iddah wanita hamil dengan kalimat “an yadha’na hamlahunna” bukan dengan kalimat “an yalidna”, bahwa kehamilan telah terjadi ketika ovum bertemu sperma, maka ketika kehamilan itu tiada, baik karena keguguran atau melahirkan maka masa iddahnya berakhir. Kata kunci: Interpretasi, ayat, iddah, medis.