Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

AKIBAT HUKUM TERHADAP JAMINAN KREDIT YANG HILANG ATAU RUSAK INDRADEWI, AA. SAGUNG NGURAH
JURNAL KERTHA WICAKSANA Vol 21, No 1 (2017): MAJALAH ILMU HUKUM KERTHA WICAKSANA
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 butir 11, kredit adalah :Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam pelaksanaan pemberian kredit, Bank tetap meminta agunan dari pemohon kredit selain analisis etikad baik dan kemampuan pemohon kredit. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Perbankan yang mengartikan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas. Jaminan tambahan berupa jaminan materiil (berwujud) yang berupa barang-barang bergerak atau benda tetap atau jaminan inmateriil (tak berwujud). Di dalam pemberian kredit oleh suatu bank, sebelumnya dilakukan penilaian atas permohonan kredit tersebut. Maksud penilaian terhadap permohonan kredit itu, pertama untuk meletakkan kepercayaan dan kedua untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari bila kredit ternyata disetujui untuk diberikan. Dengan penilaian kredit ini diharapkan pemberian kredit ini tidak berdampak bagi kegagalan usaha debitur atau kemacetan kreditnya. Dalam hal ini bank selaku debitur jelas meminta jaminan atau anggunan kepada pihak kreditur. Bila jaminan tersebut telah sesuai dengan besar nominal pinjaman maka bank akan menyetujuinya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini setelah perjanjian kredit disetujui oleh para pihak debitur dan kreditur, bagaimana akibat hukumnya antara debitur dan kreditur bila jaminan kredit hilang. Kata Kunci : Akibat Hukum, Jaminan / Anggunan, Kredit ABSTRACT Law No. 10 of 1998 on the amendment to Law Number 7 of 1992 concerning Banking, Article 1 paragraph 11, credit is: the provision of money or claims that may be equalized at the money, based on a loan agreement or agreement between a bank and another party requiring the borrower to repay completely the debt after a certain period of time by giving interest. In practice of credit disbursement, the Bank still requests collateral from applicants for credit other than good ethical and capability analysis of the credit applicants. This is in compliance with the Banking Law defining collateral as an additional guarantee submitted by the debtors to the bank in the framework of granting the facility. The additional guarantees are material security (tangible) in the form of movable goods or fixed objects or immaterial guarantees (intangible). In providing a credit by a bank, prior appraisal to the loan application is made. The purpose of the appraisal to the credit application is, first, to lay down trust and second to avoid unexpected issues in the future if the credit is approved to be granted. Under this credit assessment, it is expected that the provision of this credit will not affect the failure of the debtor business or credit congestion. In this case the bank as the creditor will requests for a guarantee or collateral to the debtor. If the guarantee is in accordance with the nominal amount of loan, the bank will approve it pursuant to the applicable regulations. In this case after the credit agreement is approved by the parties, the debtor and creditor, what are the legal consequences between the debtor and creditor when the credit guarantee is lost. Key words: Legal, guarantee/collateral, credit
LEGAL REGULATION AUTHORITY TO GRANT PERMITS ON THE VENTURE CAPITAL COMPANY Indradewi, Anak Agung Sagung Ngurah
Legality : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 27, No 2 (2019): September
Publisher : Faculty of Law, University of Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.578 KB) | DOI: 10.22219/jihl.v27i2.10157

Abstract

The authority to grant permits to venture capital companies has a dualism of authority. The Financial Services Authority and the Ministry of Finance both have the authority to give licenses to venture capital companies. It can be seen that there are overlaps or conflicts of authority in this case institutional or legal institutions are authorized to give permission to venture capital companies. A norm of conflict over the authority of granting permission to venture capital companies, namely the Minister of Finance Regulation No. 18 / PMK.010 / 2012 concerning Venture Capital Companies (VCC) in Article 11 paragraph (1) VCCs are established in the form of limited liability companies or cooperatives, Article 12 paragraph (1) Legal entities as referred to Article 11 paragraph (1) the which carry out activities as VCC must first obtain a business permit from the Minister. Whereas the Financial Services Authority (FSA) Regulation No. 34 / POJK.05 / 2015 Concerning Business Licensing and Institutional Venture Capital Companies, in article 3 Paragraph (1) Every party conducting business activities for VCC or Sharia VCC must obtain a business license from the FSA. On the one hand the Ministry of Finance has the authority to issue a Venture Capital Company permit, but on the other hand the Financial Services Authority is also authorized to issue a Venture Capital Company permit. It is understandable that the position of state institutions and / or institutions of the Ministry of Finance with the Financial Services Authority is equal, in this case the same law was born, namely Law Number 39 of 2008 concerning the State Ministry and Law No. 21 of 2011 concerning Institutions Financial Services Authority.
ANALISIS YURIDIS KREDIT SINDIKAT INDRADEWI, SH.,MH, A.A SAGUNG NGURAH
Kerta Dyatmika Vol 12 No 1 (2015): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.716 KB) | DOI: 10.46650/kd.12.1.357.%p

Abstract

Abstrak Ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa salah satu usaha Bank selain menghimpun dana dari masyarakat namun juga dapat memberikan kredit. Dan dalam ketetuan pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dirumuskan bahwa Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan denga itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pada kredit sindikasi suatu sindikasi yang peserta â?? pesertanya terdiri dari lembaga â?? lembaga pemberi kredit yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan kredit kepada suatu perusahaan yang memerlukan kredit untuk membiayai suatu proyek. Kata Kunci : Kredit Sindikasi, Kreditur Debitur, Jaminan.
PENDAFTARAN HAK CIPTA DALAM PENEGAKAN HUKUM HAK CIPTA BERDASARKAN UU NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA INDRADEWI, SH.,MH, Dr. A.A SAGUNG NGURAH
Kerta Dyatmika Vol 13 No 1 (2016): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.795 KB) | DOI: 10.46650/kd.13.1.380.%p

Abstract

ABSTRACT The intellectual property rights is part of the law of property, intellectual property rights are individual rights that are intangible. existing copyright protection automatically since the creation of the birth of the creator, so registration Copyright is not a must, because without any registration of a rights reserved.Article 37 of Law Number 28 of 2014 regarding Copyright affirmed that the registration in the General Register of Copyrights shall be conducted on Yag petition filed by the creator or by the copyright holder or authorized. Creation of registration letter mentapkan early evidence of the validity of the author's copyright registration is ultimately required for the transfer of ownership for the benefit of the third party announcement for the benefit of their transition.
HAMBATAN SATUAN PROVOS DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN TERHADAP ANGGOTA POLRI (STUDI DI POLRESTA DENPASAR) Indradewi, SH.,MH, Dr. A.A Sagung Ngurah
Kerta Dyatmika Vol 12 No 2 (2015): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.797 KB) | DOI: 10.46650/kd.12.2.527.%p

Abstract

Masalah yang diuraikan dalam penelitian ini yaitu mengenai :1) bagaimanakah fungsi pengawasan provos terhadap anggota Polri di Polresta Denpasar dan 2) bagaimanakah hambatan satuan provos dalam melakukan pengawasan terhadap anggota Polri. Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui fungsi pengawasan provos terhadap anggota Polri di Polresta Denpasar dan untuk mengetahui hambatan satuan provos dalam melakukan pengawasan terhadap anggota Polri. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris yaitu penelitian yang berfokus pada perilaku masyarakat hukum (law in action), dan memerlukan data primer sebagai data utama disamping data sekunder (bahan hukum) serta melakukan observasi dan mengadakan penelitian langsung ke lapangan guna keabsahan data yang dalam hal ini penelitian dilakukan di Polresta Denpasar. Hasil penelitiannya yaitu fungsi pengawasan provos terhadap anggota Polri di Polresta Denpasar yaitu sebagai (1) Bidang pengamanan yang meliputi (a) pengamanan terbuka, (b) patroli, (c) pengawalan, (2) Bidang penegakan hukum meliputi (a) pemeriksaan dengan tugasnya melaksanakan administrasi pemeriksaan, (b) sidang displin dengan tugasnya melaksanakan sidang displin, (c) pengawasan dengan tugasnya pengawasan hukuman disiplin, (3) Bidang pembinaan disiplin meliputi (a) pemeliharaan ketertiban displin dengan tugas Peningkatan bimbingan atau penyuluhan, (b) penegakan displin dengan tugasnya melaksanakan operasi penegakan displin, operasi bersih dan opersai khusus sedangkan hambatan satuan provos dalam melakukan pengawasan terhadap anggota Polri di Polresta Denpasar yaitu: (1) kurangnya dukungan dari atasan langsung tentang pengawasan terhadap anggota Polri, (2) masih adanya duplikasi dalam tugas sehingga pada saat pengawasan anggota tidak ada, (3) terbatasnya anggota provos dengan jumlah anggota yang diawasi. Contoh: masih adanya saling melindungi pada saat tidak apel atau saat tugas. Kata Kunci: Efektifitas provos, pengawasan, anggota polisi.
PERAN DAN KEWENANGAN HUMAS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI BALI DALAM MENGELOLA KEGIATAN PEMBERITAAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI BALI SH.,MH, Dr. A.A Sagung N. Indradewi
Kerta Dyatmika Vol 14 No 1 (2017): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.005 KB) | DOI: 10.46650/kd.14.1.535.%p

Abstract

Undang-Undang KIP mengamanahkan dibentuknya Komisi Informasi baik Pusat, Daerah maupun Kabupaten/Kota jika diperlukan. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang menjalankan Undang-Undang KIP, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi dan penyelesaian sengketa informasi dan menyelesaikan sengketa informasi melalui mediasi dan ajudikasi nonlitgasi. Pembentukan dan kedudukan Komisi Informasi Bali didasarkan pasal 24 dengan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (3) dan Pasal 27 Undang-Undang KIP.Atas dasar latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk mengangkat judul:  Peran Dan Kewenangan Humas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali Dalam Mengelola Kegiatan Pemberitaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali. Atas dasar permasalahan tersebut diatas dalam penelitian ini adapun masalah-masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut: Bagaimanakah peran dan kewenangan Humas DPRD Provinsi Bali dalam mengelola pemberitaan kegiatan DPRD Provinsi Bali dan Apakah hambatan dalam mengelola pemberitaan oleh Humas DPRD Provinsi Bali Penelitian tentang peran dan kewenagan Humas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi bali dalam mengelola kegiatan pemberitaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi bali  ini merupakan penelitian hukum normatif yang didukung oleh fakta empiris.Dari pembahasan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut : Peran dan kewenangan Hubungan Masyarakat (Humas) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali dalam mengelola kegiatan pemberitaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  Provinsi Bali dalam melaksanakan kerjasama antara media masa dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  Bali, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  mengadakan kerjasama dengan media antara lain mengharapkan pemberitaan di media masa mampu membangun sinergisitas kegiatan di dewan kehadiran media masa mampu membangun sinergisitas setiap pemberitaan kegiatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  Bali. Hambatan-hambatan yang ditemukan oleh Hubungan Masyarakat (Humas) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  Provinsi Bali didalam mengelola kegiatan pemberitaan  DPRD Provinsi Bali antara lain karena banyaknya media masa yang tidak terditeksi oleh Sub bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  Provinsi Bali, masih sulitnya mengadakan kerjasama dengan wartawan masmedia yang belum terditeksi, terbatasnya dana subbagian tata usaha, kepegawaian dan protokol Humas untuk mengadakan kerjasama dengan masmedia. Kata Kunci: Kewenangan, DPRD dan Pengelolaan.
PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK DISIPLIN ANGGOTA SABHARA POLRI DI TINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN POLRI SH.,MH, Dr. A.A Sagung N. Indradewi
Kerta Dyatmika Vol 14 No 2 (2017): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.287 KB) | DOI: 10.46650/kd.14.2.541.%p

Abstract

Polri memiliki tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Kondisi melemahnya disiplin dan profesionalisme anggota Polri yang terjadi pada saat ini mulai sering menjadi pembicaraan masyarakat luas. Dengan sering diberitakannya di berbagai media berita mengenai banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri, adanya anggota Polri yang terlibat dalam tindak pidana, tindakan sewenang-wenang anggota Polri, dan masih banyak kasus lain yang menggambarkan kurang disiplinnya anggota Polri, menjadikan keprihatinan sendiri bagi masyarakat terkait dalam pelaksanaan tugas pokok Polri yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Peraturan terkait disiplin Polri tidak diatur secara jelas dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tetapi di jabarkan dengan detail dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Anggota Polri. Dalam peraturan tersebut tercantum jelas dimulai dari tugas dan tanggung jawab, jenis pelanggaran, sanksi serta penyelesaian pelanggaran terkait tindak disiplin Polri. Peraturan terkait Kode Etik menjadi salah satu peraturan yang menunjang penegakan disiplin anggota Polri.Kata Kunci : Tindak Disiplin, Kode Etik, Penegakan Disiplin
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN PAKAIAN BEKAS IMPOR YANG MERUGIKAN KONSUMEN DI PASAR KODOK TABANAN A.A. Sagung N.Indradewi; Ni Putu Sri Windayati
Kerta Dyatmika Vol 16 No 2 (2019): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.968 KB) | DOI: 10.46650/kd.16.2.731.1-11

Abstract

Pasar Kodok Tabanan is well-known as a market that sells the largest imported used clothing in Bali, imported used clothing has less quality so that it can couse losses to consumers. Law number 7 of 2014 concerning Trade in article 47 paragraph 1 states that each importer has to import goods in a new condition and based on Law number 8 of 1999 concerning Consumer Protection in article 8 paragraph 2 states that business actors are prohibited to trade damaged, defective or used and contaminated goods without providing complete and correct information on the intended goods. The focuses of this research are how the responsibilities of imported used clothing business actors harm the consumer in Pasar Kodok Tabanan and how the role of government overcomes the practice of buying and selling imported used clothing that can harm the consumers. The research method in writing this essay was: the types of research qualified as empirical legal research. The source of legal material is primary data that directly obtained from the sources and secondary data as primary legal material or data sourced from regulations and books. Material collection techniques were collected by observing, interviewing, and documenting. Data was processed by analytical descriptive. The results of the research showed that those used clothing importers have a tendency to not be responsible for compensation that should be a consumer right based on the article 19 of the Consumer and used clothing business actors can also hold accountable for various aspect of civil, legal, and administrative law. Protection and the Government is responsible for the guidance and supervision of consumer protection which guarantees the consumers rights and business actors as well as the implementation of the obligations of consumers and business actors. Industry and trade service Tabanan regency provides appeals to traders to think about business activities that can harm consumers and provide education to make easier in buying products. Keywords: imported used clothing, consumer loss, business actors’ responsibilities
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA AIR MINUM DALAM KEMASAN YANG TIDAK DILENGKAPI IJIN EDAR GUNA MENJAGA KEAMANAN PANGAN A.A. Sagung Ngurah Indradewi
Kerta Dyatmika Vol 17 No 1 (2020): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.337 KB) | DOI: 10.46650/kd.17.1.812.1-10

Abstract

The problems described in this study is law enforcement against bottled drinking water business actors not equipped with marketing permits to maintain food security and what factors are obstacles to law enforcement against bottled drinking water business operators that are not equipped with marketing permits in order to maintain food safety. This type of research is normative legal research that is moved from the absence of legal norms or legal principles. The absence of legal norms in this study is contained in the provisions of Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection which does not explicitly regulate bottled drinking water business actors that are not equipped with a marketing authorization to maintain food safety. This study uses a statutory approach and a case approach. The conclusion of this study is the law enforcement against bottled drinking water business actors that are not equipped with a marketing permit to maintain food security, namely by confiscating and destroying bottled drinking water without a distribution permit in maintaining food security based on statutory regulations namely Law Number 18 Year 2012 concerning Food, besides that, administrative sanctions are also given, namely warning letters and statements to bottled water companies that have not yet completed distribution licenses. Inhibiting factors in law enforcement against bottled drinking water business actors that are not equipped with marketing permits to maintain food safety are bottled drinking water companies that are unwilling to be inspected, implementation of supervision conducted by the Central Agency for Drug and Food Supervision, lack of supervisory personnel from the Food and Drug Supervisor, consumers do not understand the rights and obligations as consumers and retailers or retailers of bottled drinking water products are less responsible for their obligations. Keywords : Business actors in bottled drinking water, consumer protection, distribution permit.
TANGGUNG JAWAB YURIDIS ANALIS KREDIT TERHADAP PENENTUAN REKOMENDASI PENCAIRAN KREDIT NASABAH PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA KANTOR CABANG DENPASAR Ngurah Indradewi, Anak Agung Sagung
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 6, No 2 (2020): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v6i2.28093

Abstract

Berkembangnya jasa perbankan yang ditawarkan oleh Bank, minat masyarakat terhadap kredit semakin berkembang. Sejalan dengan hal  tersebut, resiko dengan adanya kredit semakin bertambah. Sebagai contoh resiko  adalah adanya kredit fiktif, kredit macet dan kredit bermasalah. Pihak yang  bertanggung jawab atas adanya masalah kredit tersebut salah satunya adalah  analis kredit. Jenis Penelitian yang digunakan  adalah jenis  penelitian hukum   Empiris yaitu suatu metode penelitian hukum dalam artian nyata dengan  meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat.Rumusan masalah, dari penelitian ini adalah Bagaimanakah mekanisme analis kredit dalam memberikan rekomendasi pencairan kredit nasabah dan Bagaimanakah tanggung jawab Yuridis  analis kredit dalam penentuan pencairan kredit pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Denpasar. Tujuan  penelitian ini yaitu untuk memahami  mekanisme analis kredit dalam memberikan rekomendasi pencairan kredit nasabah dan mengetahui tentang Tanggungjawab hukum analisis kredit dalam penentuan pencairan kredit pada PT.Bank Tabungan Negara cabang Denpasar. Simpulan dari penelitian ini adalah keputusan untuk merekomendasikan pencairan permohonan suatu kredit harus melalui ketentuan dan syarat-syarat tertentu. Mekanisme pemberian suatu rekomendasi pemberian kredit merupakan suatu pertahanan bank untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah, mekanisme dapat dilihat dari : RPC ( Repayment Capacity) yaitu metode sebagai penilaian atas kemampuan calon Debitur dalam membayar kembali pinjaman pada saat harus dilunasi dan untuk mengetahui besar plafon  kredit yang seharusnya diberikan pada nasabah dan juga menerapkan BI Checking  untuk memberikan  pencairan kredit. Dan jugaberdasarkan dari analisis 5C atau analisis watak, kemampuan, modal, kondisi atau prospek usaha dan jaminan. Seorang analis kredit harus sangat cermat dan teliti dalam melakukan analisis.Â