Karman Salim
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Jakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

DELEGITIMASI DEMOKRASI OLEH ORGANISASI MUSLIM REVIVALIS: PENDEKATAN ANALISIS WACANA Karman Salim
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol 19, No 2 (2015): Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik
Publisher : BPSDMP Kominfo Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (636.361 KB) | DOI: 10.33299/jpkop.19.2.342

Abstract

AbstrakIndonesia sebagai negara demokrasi mendapat tantangan dari organisasi Islam-revivalis, salah satunya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebagai organisasi Islam-revivalis, HTI menolak demokrasi, hermeneutika, pluralisme/relativisme, persamaan gender dan cenderung bersifat oposisionalisme. HTI melakukan eksternalisasi wacana antidemokrasi di halaman website-nya, hizbut-tahrir.or.id. Tulisan ini akan membahas wacana delegitimasi tersebut dari sudut apa yang menjadi alasan HTI mendelegitimasi demokrasi dalam wacana di situs HTI. Waktu penelitian ini tahun 2014. Artikel yang dijadikan unit analisis tidak dibatasi menurut waktu tapi berdasarkan diskursus yang terjadi. Penelitian ini juga mengidentifikasi kata-kata yang digunakan untuk mendelegitimasinya. Dengan analisis isi kualitatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa HTI menolak karena dua alasan pokok, sosial-ekonomi dan alasan teologi. Dari aspek sosial-ekonomi, HTI menolak demokrasi karena demokrasi tidak menciptakan kesejahteraan. Mereka yang sejahtera adalah penguasa dan pengusaha. Demokrasi menjadi alat bagi mereka untuk menguras kekayaan alam negeri dan melindungi kepentingan Amerika. Dari aspek teologis, HTI menolak demokrasi karena demokrasi menggiring ke perbuatan syirik (mengambil hak Allah sebagai pembuat aturan hukum). Demokrasi menjadikan pemimpin mengabaikan nilai-nilai spiritual. Bahasa yang digunakan dalam mendelegitimasi wacana demokrasi adalah dengan mengatakan bahwa demokrasi: sistem haram, sistem najis, sistem kufur, tasyabbuh bil kuffar, memiliki cacat bawaan, sistem rusak dan merusak, lokomotif yang membawa gerbong-gerbong kemaksiatan, kemungkaran, dan kezaliman. Selain itu, demokrasi memberi jalan lahirnya pemimpin boneka.Kata kunci: wacana delegitimasi, demokrasi, organisasi muslim revivalis.
PENERAPAN PRINSIP MEDIA MASSA DI INDONESIA DAN HAMBATANNYA Karman Salim
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol 18, No 1 (2014): Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik
Publisher : BPSDMP Kominfo Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33299/jpkop.18.1.315

Abstract

Media massa memiliki tiga prinsip utama, yaitu: kebebasan, kesetaraan, dan keaanekaragaman. Media massa Juga dituntut untuk mengedepankan prinsip objektivitas. Konsep ini diperkenalkan oleh Westerstahl. Ini meliputi dimensi faktualitas yang meliputi kebenaran yang diindikasikan dengan akurasi dan kelengkapan berita serta relevansi yang diindikasikan dengan kepatuhan media terhadap standar normatif, standar profesi, kode etik. Objektivitas juga dapat dilihat dari dimensi evaluatif, yakni media dituntut untuk tidak berpihak. Indikasinya adalah berita media bersifat proporsional dan non-sensasional. Tulisan ini akan melihat bagaimana praktik pemberitaan media massa di Indonesia dilihat dari konsep objektivitas werstehal tadi. Kesimpulannya adalah objektivitas masih merupakan barang mahal yang acapkali diabaikan oleh media massa di Indonesia. Objektivitas dan penerapan prinsip media terhambat oleh struktur kepemilikan media yang monopolistik. Konsekuensinya media massa abai terhadap kepentingan publik dan tidak bisa menghadirkan ranah publik.Kata kunci : media massa, prinsip media, objektivitas, kepemilikan media, ranah publik.