Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

MANAJEMEN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM DAN PESANTREN Sudarsono Sudarsono
EDUTHINK: Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : Prodi PAI Fakultas Tarbiyah IAI Miftahul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.627 KB)

Abstract

For educational institutions that hone the social and mental attitudes ofstudents with a unique, character-driven model of coaching, with itssimplicity, pesantren has been able to produce graduates who are ready totake part and withstand the challenges and temptations that hinder theirstruggles. uphold scientific and religious values. Management of organizingand implementing the curriculum with regard to all actions related to thedetailing and distribution of all possible tasks to be carried out. In curriculumimplementation management aims to ensure that the curriculum can beimplemented properly. In this case, the management is tasked with providingmaterial, personal facilities and conditions so that the curriculum can beimplemented.
Dinamika motivasi Personalia di Pondok Pesantren (Analisa Komparatif Teori Abraham Maslow dan Victor Vhroom) Sudarsono Sudarsono
Widya Balina Vol 3 No 1 (2018): Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ekonomi
Publisher : widya balina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.54 KB)

Abstract

Motivasi personalia pondok pesantren merupakan motivasi yang unik yang sulit dijelaskan secara empiris sebagaimana teori kebutuhan Abraham Maslow. Namun keunikan ini menjadi nilai tersendiri yang sulit ditemukan di luar lembaga pondok pesantren. Hal ini menjadi kekuatan pondok pesantren dalam mengembangkan lembaganya dan juga menjaga keberlangsungan hidupnya agar tidak tergantung seberapa banyak biaya yang mereka miliki.
Kebijakan Pendidikan Islam di Madrasah (Pra dan Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 dan dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003) Sudarsono Sudarsono
Widya Balina Vol 3 No 2 (2018): Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ekonomi
Publisher : widya balina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (78.394 KB)

Abstract

Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa madarasah sebagai lembaga pendidikan Islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui Perdana Menteri Bani Saljuk yang bernama Nizam al-Mulk, melalui Madarasah Nizamiyyah yang didirikannya pada tahun 1065 M. Selanjutanya, Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri madarasah terbesar setelah Nizam al_mulk adalah Salahuddin Al-Ayyubi. Sementara, di Indonesia diilihat dari sejarahnya setidak-tidaknya ada dua faktor penting yang melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu: pertama, adanya pandangan yang mengatakan bahwa sistem pendidikan Islam tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat; kedua, adanya kekhawatiran atas cepatnya perkembangan persekolahan Belanda yang akan menimbulkan perkembangan sekularisme, maka masyarakat Muslim-terutama para reformis berusaha melakukan upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah. Kata “madrasah” adalah isim makan dari kata: darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti: terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah merupakan tempat untuk mencerdaskan atau menghilangkan kebodohan.
Budaya Organisasi Sudarsono Sudarsono
Widya Balina Vol 4 No 2 (2019): Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ekonomi
Publisher : widya balina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (63.551 KB) | DOI: 10.53958/wb.v4i2.39

Abstract

Budaya organisasi adalah perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakian (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau sebuah norma yg sudah berlaku, disepakati dan di ikuti sumber daya manusia di sebuah organisasi sebagai prinsip atau pedoman dan pemecahan masalah yang timbul disebuah organisasi. Dalam membangun budaya organisasi tentu masing-masing organisasi apapun jenis dan level organisasi memiliki pengalaman yang berbeda pada beberapa keadaan dan memiliki sebuah persamaan dalam keadaan tertentu. Hal ini, menandakan adanya dinamisasi dalam sebuah organisasi dalam membangun budaya organisasi sebagai pedoman dan prinsip setiap individu di sebuah organisasi dalam menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing untuk mensukseskan tujuan organisasi dibangun. Budaya organisasi lahir dari proses panjang di mulai sejak awal pendirian organisasi sampai ke fase pembentukan dan ke fase kesuksesan. Sebuah perjalan panjang terserbut, baik perjalan yang berupa kegagalan dan kesuksesan merupak perjalan yang kemudian dijadikan pijakan dalam membagun budaya organisasi.
Implementasi Manajemen Kurikulum Pendidikan Agama Islam Multikultural di MA Al-Ma'ruf Denpasar Bali Sudarsono Sudarsono
Widya Balina Vol 5 No 1 (2020): Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ekonomi
Publisher : widya balina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (71.107 KB) | DOI: 10.53958/wb.v5i1.49

Abstract

Kurikulum sebagai salah satu bagian terpenting dalam pendidikan, harus dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik, sehingga akan mencapai hasil yang memuaskan sesuai dengan harapan semua pihak. Kurikulum di sini tidak dimaksudkan dalam pengertian sempit, yaitu kumpulan mata pelajaran/bahan ajar yang harus dipelajari oleh siswa/santri. Akan tetapi, kurikulum dalam pengertian yang luas, yaitu pengalaman belajar yang direncanakan untuk mencapati tujuan pendidikan. Atau sebagaimana kurikulum yang diartikan oleh Nana Syaodih Sukmadinata sebagai rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dari kekhasan kurikulum ini menunjukkan bahwa berbagai tuntutan yang harus ada dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Tuntutan ini terus berkembang sesuai dengan tantangan zaman yang sedang dihadapi. Tuntutan zaman Islam sekarang lebih kompleks. Dalam mengembangkan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, MA Al-Ma’ruf melaksanakan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam didasarkan pada kurikulum Dinas Pendidikan yang dipadukan dengan kurikulum YPI Al-Ma’ruf. Dengan adanya pengembangan kurikulum tersebut, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan. Meliputi, sumber daya kurikulum (baik berupa sumber daya manusia, sarana dan prasarana, maupun pendanaan), kesiapan organisasi, kesiapan siswa, dan kepercayaan serta dukungan masyarakat terhadap kurikulum yang dikembangkan.
Komunikasi Kiai dalam Menjaga Komitmen dan Kompetensi SDM Beda Agama di Pondok Pesantren Bali Bina Insani Tabanan Sudarsono Sudarsono
Widya Balina Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ekonomi
Publisher : widya balina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.673 KB) | DOI: 10.53958/wb.v6i12.99

Abstract

Komunikasi efektif bagi kiai penting dimiliki. Ada pelbagai dasar yang mendukung pentingnya komunikasi egektif bagi kiai. Pertama, komunikasi adalah proses pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian manajemen yang cukup banyak dilakukan oleh kiai di pesantren, kiai terus berupaya untuk menempatkan setiap orang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Kedua, komunikasi sebuah aktifitas yang cukup banyak menyita waktu pemimpin, kiai sebagai sosok sentral di pesantren tidak hanya melakukan komunikasi dengan santri dan pengurus pesantren akan tetapi dengan masyarakat luas. Saat terjadi komunikasi pemimpin bisa melakukan segala hal yang terkait dengan tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Semua informasi harus disampaikan melalui pelbagai bentuk media atau saluran komunikasi terhadap pemimpin. Supaya pemimpin memiliki dasar untuk membuat sebuah perencanaan dan kebijakan. Rencana oleh kiai dikomunikasikan dan disosialisakan bagi orang lain untuk kemudian dilaksanakan. Sebagaimana kiai dalam melakukan kebijakan yang menyangkut upaya menjaga komitmen dan kompetensi SDM yang dimiliki Pondok Pesantren Bali Bina Insani tanpa melihat perbedaan latar belakang.
Otoritas dan Kekuasaan Kiai Menjaga Komitmen Sumber Daya Manusia Beda Agama di Pondok Pesantren Bali Bina Insani Tabanan Bali Sudarsono Sudarsono
Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars Vol 6 No 1 (2022): AnCoMS, APRIL 2022
Publisher : Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta Wilayah IV Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/ancoms.v6i1.343

Abstract

The commitment of human resources in an organization is very important and influences the work relations. Organizational commitment cannot be separated from the term loyalty. Loyalty and commitment is a unity that has a confusing meaning. In simple terms, loyalty means how long employees work and obey the leadership's orders. This shows that maintaining commitment is an obligation for leaders. The commitment of human resources within the Bali BinaInsani Islamic Boarding School cannot be separated from the authority and power of the kiai as a leader. The kiai in the pesantren organization is the holder of full authority and power who can determine the path in maintaining the commitment of human resources of religious.
Respon Muslim Bali terhadap Pergub 79 Tahun 2018 tentang Aturan Penggunaan Busana Adat Bali Sudarsono Sudarsono
Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars Vol 3 No 1 (2019): AnCoMS 2019
Publisher : Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta Wilayah IV Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.604 KB) | DOI: 10.36835/ancoms.v3i1.218

Abstract

Culture is something that is vulnerable to change according to the times. So as to preserve and preserve the culture that is in the midst of society, it takes efforts and solutions to maintain the culture that has long been preserved. Thus, when an area in our country becomes a tourist destination of various regions of the archipelago and abroad, it becomes natural that there are fears of a change in culture and then an initiative to properly guard it will emerge. Therefore, the Governor of Bali issued a regulation on the use of traditional Balinese clothes, because he was worried that Balinese culture would be eroded by foreign cultures who came to Bali. This is very clear from the purpose of making the Governor of Bali related to the use of traditional Balinese clothing, namely maintaining and maintaining the preservation of Balinese Traditional Clothing in order to strengthen identity, character, and character.