Mansyur Radjab
Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tergerusnya Gotong Royong di Desa Tadang Palie Kecamatan Ulaweng Kabupaten Bone Bagas Bagas; Mansyur Radjab
Hasanuddin Journal of Sociology VOLUME 1, ISSUE 2, 2019
Publisher : Department of Sociology Faculty of Social and Political Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31947/hjs.v1i2.9431

Abstract

Gotong royong merupakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang berorientasi pada tindakan untuk saling meringankan beban pekerjaan. Dewasa ini, nilai gotong royong kian mengalami peluruhan yang drastis setelah masuknya modernisasi pertanian dan monetisasi di pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses tergerusnya gotong royong di Desa Tadang Palie Kecamatan Ulaweng Kabupaten Bone. Penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan informan: Kepala Urusan Umum, Ketua Rukun Tetangga, Ketua Rukun Warga, Ketua Kelompok Tani, Petani, Ibu Rumah Tangga, dan Mahasiswa. Tipe penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitian deskriptif dan dasar penelitian studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; gotong royong di Desa Tadang Palie telah tergerus terutama penanaman jagung. Hal itu disebabkan antara adanya ketidakseimbangan luas lahan jagung masyarakat yang semakin bertambah dengan sumber daya manusia yang semakin sedikit. Mayoritas masyarakat membabat kebun kakaonya untuk ditanami jagung, begitupula masyarakat banyak yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan bermigrasi bercocok tanam, sebagai solusi masyarakat menggunakan tenaga buruh dari desa lain. Adapun kegiatan masyarakat lainnya yang membutuhkan tenaga orang lain, maka masyarakat masih antusias dalam bergotong royong. Realitasnya di masyarakat, meskipun arus perubahan tidak bisa dibendung, namun nilai-nilai yang selama ini menjadi salah satu patokan dalam bermasyarakat masih tetap terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat ditemukan dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang ada di Desa Tadang Palie.
Construction of women's roles in the Andingingi Ritual in the Ammatoa Customary Area, Tana Toa Village, Kajang District, Bulukumba Regency Nurfadillah; Mansyur Radjab; Nuvida RAF; Muhammad Sabiq
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan Vol 16, No 1 (2023)
Publisher : Sangia Research Media and Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29239/j.agrikan.16.1.21-39

Abstract

Gender equality constructed through the culture of the Kajang Tribe in Bulukumba is very interesting to watch because, generally, in other societies it is hierarchical (patriarchal). Culture provides a large space for women's involvement in the Andingingi Ritual. The implementation is always coupled with the Bulukumba cultural festival which is attended by various groups and tourists. This study aims to determine the process of externalization, objectification and internalization of women in the Andingingi Ritual. This research was carried out using a qualitative approach with the case study method. Data collection was carried out using observation, interviews, and documentation techniques. Data analysis techniques are carried out by reducing data, presenting data and drawing conclusions. The research informants consisted of traditional leaders (Ammatoa), traditional stakeholders (Galla), the Kajang community and the village government. The results of this study indicate that the externalization of women's roles in the Andingingi ritual process, including A'runding (ritual preparation meetings), Appalenteng Ere (moving holy water to the ritual location), Drinking Tuak (drinking blessings), Abbebese (sprinking holy water around the four corners cardinal points), Bacca Or Mabarra' (gluing Bacca to the forehead and neck), Allabiang Dedde (gathering all the produce of the garden to be blessed by Ammatoa) and giving pap Pasang. Its objectivity can be seen from the habits that have been institutionalised by society. Women are starting to pay attention to feedback from the activities they carry out based on the results of their social interactions, for example the role played by women during ritual preparation to completion. Although internalisation can be seen from the acceptance of social values contained in each ritual activity, including the value of Gotong Royong, Mutual help, Solidarity, and Communicative values.