Evaena Febrieni Sumbayak
Jakarta Theological Seminary

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Ratapan dan Cinta Tuhan berdasarkan Mistisisme Mechthild dari Magdeburg dan Matius 26:36-44 Evaena Febrieni Sumbayak; Shella Gracia Vennya; Tasingkem Tasingkem
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.97

Abstract

Penderitaan merupakan realitas sehari-hari manusia. Setidaknya terdapat dua sikap yang akan dipilih: Seseorang, secara naluriah, akan berusaha mencari cara agar tetap bisa bertahan. Sebaliknya, seseorang juga dimungkinkan untuk “melarikan diri” sebagai bentuk perlawanan atau penyangkalan. Penderitaan, tidak jarang, mengusik dan menggelisahkan seseorang. Tuhan seolah tidak dapat ditemui. Dengan demikian, orang yang berlomba-lomba untuk “mengalahkan” penderitaan agar bertemu kembali dengan Tuhan menjadi logis. Melalui tulisan ini, penulis berargumen bahwa ratapan adalah praktik liturgi yang dapat menjadi cara manusia untuk bertahan hidup di tengah penderitaan. Dalam upaya membuktikan argumen ini, penulis mengintegrasikan tiga bidang Teologi, yaitu Pastoral, Mistik, dan Biblika. Pengintegrasian ketiga bidang teologi ini merupakan hal yang relatif baru dalam perkembangan teologi. Bidang yang berbeda tersebut memberikan perspektif baru dalam melihat ratapan di tengah penderitaan. Pengalaman Mechthild dari Magdeburg, mistikus perempuan yang tidak banyak dikenal di abad-abad pertengahan, yang kemudian dianyam dengan pengalaman Yesus di Getsemani memperkaya tawaran teologis doa ratapan sebagai cara Tuhan menunjukkan cinta-Nya kepada manusia.Kata-kata kunci: Penderitaan; ratapan; berdoa; Tuhan; Mechthild dari Magdeburg.
Ratapan dan Cinta Tuhan berdasarkan Mistisisme Mechthild dari Magdeburg dan Matius 26:36-44 Evaena Febrieni Sumbayak; Shella Gracia Vennya; Tasingkem Tasingkem
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.97

Abstract

Penderitaan merupakan realitas sehari-hari manusia. Setidaknya terdapat dua sikap yang akan dipilih: Seseorang, secara naluriah, akan berusaha mencari cara agar tetap bisa bertahan. Sebaliknya, seseorang juga dimungkinkan untuk “melarikan diri” sebagai bentuk perlawanan atau penyangkalan. Penderitaan, tidak jarang, mengusik dan menggelisahkan seseorang. Tuhan seolah tidak dapat ditemui. Dengan demikian, orang yang berlomba-lomba untuk “mengalahkan” penderitaan agar bertemu kembali dengan Tuhan menjadi logis. Melalui tulisan ini, penulis berargumen bahwa ratapan adalah praktik liturgi yang dapat menjadi cara manusia untuk bertahan hidup di tengah penderitaan. Dalam upaya membuktikan argumen ini, penulis mengintegrasikan tiga bidang Teologi, yaitu Pastoral, Mistik, dan Biblika. Pengintegrasian ketiga bidang teologi ini merupakan hal yang relatif baru dalam perkembangan teologi. Bidang yang berbeda tersebut memberikan perspektif baru dalam melihat ratapan di tengah penderitaan. Pengalaman Mechthild dari Magdeburg, mistikus perempuan yang tidak banyak dikenal di abad-abad pertengahan, yang kemudian dianyam dengan pengalaman Yesus di Getsemani memperkaya tawaran teologis doa ratapan sebagai cara Tuhan menunjukkan cinta-Nya kepada manusia.Kata-kata kunci: Penderitaan; ratapan; berdoa; Tuhan; Mechthild dari Magdeburg.
Ratapan dan Cinta Tuhan berdasarkan Mistisisme Mechthild dari Magdeburg dan Matius 26:36-44 Evaena Febrieni Sumbayak; Shella Gracia Vennya; Tasingkem Tasingkem
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.97

Abstract

Penderitaan merupakan realitas sehari-hari manusia. Setidaknya terdapat dua sikap yang akan dipilih: Seseorang, secara naluriah, akan berusaha mencari cara agar tetap bisa bertahan. Sebaliknya, seseorang juga dimungkinkan untuk “melarikan diri” sebagai bentuk perlawanan atau penyangkalan. Penderitaan, tidak jarang, mengusik dan menggelisahkan seseorang. Tuhan seolah tidak dapat ditemui. Dengan demikian, orang yang berlomba-lomba untuk “mengalahkan” penderitaan agar bertemu kembali dengan Tuhan menjadi logis. Melalui tulisan ini, penulis berargumen bahwa ratapan adalah praktik liturgi yang dapat menjadi cara manusia untuk bertahan hidup di tengah penderitaan. Dalam upaya membuktikan argumen ini, penulis mengintegrasikan tiga bidang Teologi, yaitu Pastoral, Mistik, dan Biblika. Pengintegrasian ketiga bidang teologi ini merupakan hal yang relatif baru dalam perkembangan teologi. Bidang yang berbeda tersebut memberikan perspektif baru dalam melihat ratapan di tengah penderitaan. Pengalaman Mechthild dari Magdeburg, mistikus perempuan yang tidak banyak dikenal di abad-abad pertengahan, yang kemudian dianyam dengan pengalaman Yesus di Getsemani memperkaya tawaran teologis doa ratapan sebagai cara Tuhan menunjukkan cinta-Nya kepada manusia.Kata-kata kunci: Penderitaan; ratapan; berdoa; Tuhan; Mechthild dari Magdeburg.
Ratapan dan Cinta Tuhan berdasarkan Mistisisme Mechthild dari Magdeburg dan Matius 26:36-44 Evaena Febrieni Sumbayak; Shella Gracia Vennya; Tasingkem Tasingkem
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.97

Abstract

Penderitaan merupakan realitas sehari-hari manusia. Setidaknya terdapat dua sikap yang akan dipilih: Seseorang, secara naluriah, akan berusaha mencari cara agar tetap bisa bertahan. Sebaliknya, seseorang juga dimungkinkan untuk “melarikan diri” sebagai bentuk perlawanan atau penyangkalan. Penderitaan, tidak jarang, mengusik dan menggelisahkan seseorang. Tuhan seolah tidak dapat ditemui. Dengan demikian, orang yang berlomba-lomba untuk “mengalahkan” penderitaan agar bertemu kembali dengan Tuhan menjadi logis. Melalui tulisan ini, penulis berargumen bahwa ratapan adalah praktik liturgi yang dapat menjadi cara manusia untuk bertahan hidup di tengah penderitaan. Dalam upaya membuktikan argumen ini, penulis mengintegrasikan tiga bidang Teologi, yaitu Pastoral, Mistik, dan Biblika. Pengintegrasian ketiga bidang teologi ini merupakan hal yang relatif baru dalam perkembangan teologi. Bidang yang berbeda tersebut memberikan perspektif baru dalam melihat ratapan di tengah penderitaan. Pengalaman Mechthild dari Magdeburg, mistikus perempuan yang tidak banyak dikenal di abad-abad pertengahan, yang kemudian dianyam dengan pengalaman Yesus di Getsemani memperkaya tawaran teologis doa ratapan sebagai cara Tuhan menunjukkan cinta-Nya kepada manusia.Kata-kata kunci: Penderitaan; ratapan; berdoa; Tuhan; Mechthild dari Magdeburg.