Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Problematika dan Solusinnya Tentang Penentuan Waktu Shalat dan Puasa di Daerah Abnormal (Kutub) Imroatul Munfaridah
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i1.2985

Abstract

Dalam Islam shalat mempunyai tempat yang khusus dan fundamental, karena shalat merupakan salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan, sebagaimana yang terdapat dalam surat an-Nisa’ayat 103 yang artinya: ”sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. Yang dimaksud didalam ayat tersebut adalah anjuran untuk melaksanakan shalat sesuai dengan waktunya, artinnya tidak boleh menunda dalam menjalankannya, sebab waktu-waktunya telah ditentukan dan kita wajib untuk melaksanakannya, sebagaimana yang telah terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Begitu juga dalam hal puasa, waktu mulai dan berakhirnya puasa juga sudah ditentukan. Kemudian sejak dahulu para ulama juga berbeda pendapat tentang masalah shalat dan puasa di daerah abnormal. Mereka telah banyak mengeluarkan pernyataan dalam kaitan perbedaan musim dan pergantiannya dikaitkan dengan datangnya bulan Ramadhan. Hal ini membuat problem atau masalah bagi umat Islam yang tinggal di daerah abnormal atau dekat dengan kutub. Ada beberapa kemungkinan untuk melaksanakan shalat dan puasa di daerah abnormal atau kutub,  yaitu:  1. Ada wilayah yang bulan-bulan tertentu mengalami siang selama 24 jam dalam sehari. Dan sebaliknya, pada bulan-bulan tertentu akan mengalami malam selama 24 jam dalam sehari.  Dalam kondisi ini, masalah jadwal shalat disesuaikan dengan jadwal shalat dan puasa wilayah yang terdekat dengannya dimana masih ada pergantian siang an malam setiap harinya. 2. Ada wilayah yang pada bulan teretntu tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi ini, maka yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu shalat `isya`nya saja dengan waktu di wilayah lain yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak puasa (mulai start puasa), disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib dan masih bisa membedakan antara dua mega itu. 3. Ada wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya. Dalam kondisi ini, maka waktu puasa dan juga shalat tetap sesuai dengan aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pada saat matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Dari kemungkinan tersebut umat Islam yang tinggal di daerah abnormal bisa memutuskan dan memilih berdasarkan wilayah tempat tinggal mereka.