Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN PREVALENSI TB PARU DI PROPINSI DKI JAKARTA, BANTEN DAN SULAWESI UTARA Azhar, Khadijah; Perwitasari, Dian
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 23, No 4 Des (2013)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.144 KB)

Abstract

AbstrakSampai saat ini tuberkulosis (Tb paru) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Upaya-upaya  dalam mengeliminasi kasus  Tb paru  di  Indonesia  masih mengalami banyak kendala. Faktor lingkungan dan  perilaku  sangat  mempengaruhi  tingginya  prevalensi  Tb  paru.  Dari  33  propinsi  di  Indonesia, prevalensi  Tb  paru tertinggi berasal 3 propinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten dan Sulawesi Utara. Analisis bivariat menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan data Riskesdas 2010, bertujuan untuk melihat hubungan antara lingkungan (kondisi fisik) rumah dan perilaku dengan prevalensi Tb paru di ketiga propinsi tersebut. Hasil analisis menyatakan bahwa prevalensi Tb paru lebih banyak diderita oleh kaum pria sebanyak 52,0%-63,1%. DKI Jakarta dan Banten memiliki jumlah penderita terbanyak berusia 25-34 tahun (29,0% dan 23,5%), sedangkan di Sulawesi Utara penderita Tb paru didominasi usia 55 tahun ke  atas  (29,2%).  Sosial  ekonomi  tidak  mempengaruhi  tingginya  prevalensi  Tb  paru  di  ketiga  propinsi.  Perilaku yang  mempermudah  terjadinya  penularan  Tb  paru,  seperti  tidak  membuka  kamar  tidur  setiap  hari  berisiko  terinfeksi sebesar 1,36 kali, sedangkan perilaku tidak menjemur kasur berisiko terinfeksi sebesar 1,423 kali. Kondisi fisik rumah yang berpengaruh adalah lantai rumah berupa semen plesteran rusak/papan/tanah yaitu berisiko 1,731 kali lebih besar dibanding  rumah  berlantai  keramik,  marmer  atau  ubin.  Diperlukan  analisis  lebih  lanjut  untuk  melihat  faktor  lain  yang dapat mempengaruhi tingginya prevalensi Tb paru di Indonesia. Kata kunci: Tb Paru, Perilaku, Lingkungan, Kondisi Fisik RumahAbstractTuberculosis  (pulmonary  Tb)  is  still  a  health  problem  around  the  world,  inclunding  in  Indonesia  until  now. Efforts to eliminate cases of pulmonary Tb in Indonesia still have many obstacles. Environment and behavioral factors influence stature of Tb prevalence. From 33 Indonesian provinces three of them have the highest prevalence of Tb ie. DKI Jakarta, Banten and North Sulawesi. Bivariate analysis with crossectional design had been used for Riskesdas 2010 data, which had  purposed  to  show  the  relations  between  housing  environment  and  behavior  toward  of  prevalence  of  Tb  in  three provinces. Analysis result represented many patients of pulmonary Tb prevalence were men 52,0% - 63,1%. Province of DKI Jakarta and Banten had the higher number of patients pulmonary Tb in age between 25-34 (29,0% and 23,5%), while  in  North  Sulawesi  most  of  patients  were ≥  55  years  old  (29,2%).  Socioeconomic  had  no  effect  to  the  height prevalence  of  Tb  in  three  provices. Behaviors  were  facilitate  transmission  of  pulmonary  Tb  such  as  no  open  the bedroom’s window every day had risk 1,36 times, in the other hand, behavior no seasoning mattress had infections risk by  1,423  times.  Housing  physical  conditions  which  affected  the  prevalence  of  Tb  were  floor  with  cement  plastering damaged/board/ground 1,731 times greater risk than those with floor tile, marble or tile. Further analysis is needed to see the other factors that it can affect the high prevalence of Tb in Indonesia.Keywords: Pulmonary Tb, Behavior, Environment, Physical Housing Conditions
Kondisi Iklim dan Pola Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Yogyakarta Tahun 2004-2011 Perwitasari, Dian; Ariati, Jusniar; Puspita, Tities
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 25, No 4 Des (2015)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (572.211 KB)

Abstract

AbstrakKejadian demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi permasalahan global di Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kasus DBD adalah iklim, antara lain curah hujan, hari hujan, suhu dan kelembaban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pola kecenderungan antara kondisiiklim dan kejadian DBD di Kota Yogyakarta. Bahan penelitian sumber data berupa menggunakan data sekunder, berupa jumlah kasus DBD yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan data iklim yang berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data tersebut diambil dalamrentang waktu delapan tahun mulai dari 2004 sampai dengan 2011. Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan software Minitab 16 statistical data dan program exelanalitik menentukan pola hubungan keterkaitan antara iklim, dengan mengambil kasus di hasil analisa memperlihatkan adanya keterkaitan peningkatan curah hujan, hari hujan, dan kelembaban serta penurunan suhu yang terjadi di bulan Januari-Maret dan Oktober-Desember hubungan antara dan hari hujan dengan dengan peningkatan jumlah kasus DBD yang terjadi di Kota Yogyakarta. Peningkatan kasus DBD dapat dipengaruhi oleh curah hujan yang berkisar di atas 200 mm dan hari hujan lebih dari 20 hari. Perkiraan perubahan suhu antara ±25-27oC dan kelembaban sebesar 80-87% juga dapat mempengaruhi berpengaruh terhadap peningkatan jumlah kasus DBD sampai dengan lebih dari 200 kasus. Peningkatan jumlah kasus DBD tersebut disebabkan adanya peningkatan jumlah tempat perindukan nyamuk seperti genangan air sehingga terjadi peningkatan jumlah nyamuk. Dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi kejadian penyakit DBD di masyarakat khususnya di Kota Yogjakarta sekitarnya.Kata Kunci: Demam Berdarah Dengue, iklim, perubahan iklim, Yogyakarta AbstractIncident of dengue hemorrhagic fever (DHF) is still globally problem also in Indonesia. One factor that has impact on the increase of DHF cases is climate; among others were rainfall, rainy day, temperature and humidity. The source data of this study is used secondary data of DBD incidents derived from collected Health Office in Yogyakarta City and climate data from Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). For the span of the data were taken within eight years period starting from 2004 to 2011. The aim of the study was to sight trend of pattern between the incidence of dengue and climatic condition in the Yogyakarta city. Data was analyzed descriptively relation between climate and using cases used Minitab 16 statistical data software and excel program. The results showedthe relation among the increasing means of rainfall, rainy days and humidity as well as the decrease of temperature with the increase of DBD cases. Rainfall above 200 mm and rainy day more than 20 days, approximately temperature at between ±25-27°C and humidity at 80-87% affected the increase of DHF cases more than 200 cases. The number of dengue cases was increased due to an increase in the number of breeding places mosquitoes such as puddles, causing an increase in the number of mosquitoes. It can be concluded that climate change may affect the incidence of dengue disease in the community, especially in around Yogyakarta City.Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever, climate, climate change, Yogyakarta