Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Nuansa : Jurnal Studi Islam dan Kemasyarakatan

Filsafat Etika Mulla Shadra antara Paradigma Mistik dan Teologi Ismail Ismail
Nuansa : Jurnal Studi Islam dan Kemasyarakatan Vol 13, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/nuansa.v13i1.3334

Abstract

Secara historis, etika sebagai wahana filsafat lahir akibat dari rusaknya tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun yang lampau. Pandangan-pandangan lama mengenai hakekat baik dan buruk tidak lagi dipercaya, karenanya para filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi keakuan manusia saat itu. Persoalan yang sering mengemuka saat itu, apa norma-norma untuk menentukan sesauatu yang harus dianggap sebagai kewajiban? Misalnya, dalam bidang etika hubungan antara suami dan istri, hubungan anak dan orang tua, kewajiban terhadap Negara, etika dalam pergaulan serta penilaian terhadap nyawa manusia. Pandangan-pandangan tersebut sangat berbeda satu sama  lainnya. Untuk mengatasi pergolakan perbedaan pendapat tersebut, diperlukan refleksi kritis terhadap etika.Persoalan etika atau moralitas selalu menarik untuk dikaji kapanpun atau dalam kontek apapun. Tulisan ini membicarkan seorang filosof Muslim yang memiliki kepedulian terhadap etika atau moralitas manusia, yaitu Mulla Shadra. Filsafat moral yang ditawarkan oleh Mulla Shadra sering disebut dengan istilah al-Hikmah al-Muta’aliyah. Secara epistemologis al-Hikmah al-Muta’aliyah didasarkan pada tiga prinsip, yaitu pertama; intuisi intelektual (dzawaq atau isyraaq), kedua; pembuktian rasional (‘aql atau istidlal), dan ketiga; syariat. Dengan demikian, hikmah mengandung arti kebijaksanaan (wisdom) yang diperoleh melalui pencerahan rohaniyah atau intuisi intelektual dan disajikan dalam bentuk yang rasional dengan menggunakan argumen-argumen rasional. Hikmah ini bukan hanya memberikan pencerahan kognitif, tetapi juga realisasi yang mengubah wujud penerima pencerahan itu merealisasikan pengetahuan sehingga terjadi transformasi wujud hanya dapat dicapai dengan mengikuti syariat.