Wahidin Wahidin
Universitas islam negeri sultan syarif kasim Riau

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

OTONOMI DAERAH DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN (STUDI MENGENAI PEMEKARAN DI KABUPATEN KAMPAR DAN KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU) Wahidin Wahidin; Firdaus Firdaus; M. Ihsan M. Ihsan
Eksekusi : Journal Of Law Vol 2, No 2 (2020): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v2i2.10632

Abstract

Pemekaran wilayah berpotensi menimbulkan kemajuan atau kemunduran bagi suatu daerah karena pemekaran wilayah bersifat rentan dalam tahapan perkembangan pemerintahan daerah. Berbagai studi menunjukkan bahwa dalam konteks pemekaran, peningkatan kesejahteraan menyiratkan berbagai permasalahan dalam implementasi kebijakan otonomi daerah. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengambil sampel daerah propinsi Riau yang telah mengalami beberapa kali pemekaran daerah khususnya daerah Kabupaten Rokan Hulu, sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Kampar. Penelitian ini adalah penelitian filed research dengan pendekatan doctrinal research dimana kajian kepustakaan menjadi data primerdalam bentuk indikator kesejahteraan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi dokumentasi. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa kabupaten Rokan Hulu pasca Reformasi telah berkembang menjadi daerah yang tidak hanya mampu menyusul berbagai indicator kesejahteraan dari wilayah induknya kabupaten Kampar namun juga bahkan akulturasi budaya masyarakat pendatang telah menempatkan kabupaten ini menjadi mandiri.
RESPON MASYARAKAT PESANTREN KOTA PEKANBARU TERHADAP FENOMENA NIKAH SIRRI Wahidin Wahidin
Kutubkhanah Vol 14, No 2 (2011): Juli - Desember 2011
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.494 KB) | DOI: 10.24014/kutubkhanah.v14i2.257

Abstract

Pernikahan atau yang lazim disebut Perkawinan, dalam Islam sebagaimana didasarkan pada QS.al-Nisa’ ayat 3, dan dalam Hukum Perkawinan di Indonesia (Undang-undang No.1 Tahun 1974 Pasal 3) pada azasnya adalah monogamy, yaitu bahwa dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Namun demikian, baik dalam Hukum Islam maupun Hukum Perkawinan di Indonesia keduanya membuka kemungkinan bagi seorang suami untuk berpoligami dengan syarat harus mendapat izin dari Pengadilan Agama dengan disertai alasan-alasan tertentu. Aturan hukum tentang persyaratan yang harus dipenuhi bagi seorang pria untuk berpoligami dirasakan amat menyulitkan bagi sementara pihak sehingga untuk tetap dapat melaksanakan hajatnya dalam berpoligami, maka jalan yang ditempuh adalah melangsungkan pernikahan secara sembunyi-sembunyi (tidak tercatat di Kantor Urusan Agama), atau yang lebih dikenal istilan Nikah Sirri. Fenomena Nikah Sirri telah banyak menimbulkan respon pro dan kontra, sikap positif dan negatif, baik di kalangan pakar Hukum Islam, pakar Hukum Positif, Pemerintah maupun masyarakat Indonesia umumnya, termasuk masyarakat di lingkungan Pondok Pesantren yang ada di Kota Pekanbaru. Fenomena Nikah Sirri ini menjadi semakin lebih menarik untuk diteliti karena selain pelakunya tokoh agama, pejabat negara, masyarakat awam, juga masyarakat di lingkungan Pondok Pesantren yang ada di Kota Pekanbaru. Penelitian ini bersifat kualitatif, dilakukan di 14 Pondok Pesantren yang ada di Kota Pekanbaru. Sampel yang diambil sebanyak 502 orang dari 5.020 populasi yang ada, dari angket disebarkan kepada mereka ternyata responden yang mengembalikan lembar angket kepada penulis sebanyak 435 responden dan dari jumlah tersebut yang tidak dapat diolah karena rusak sebanyak 35 lembar angket. Dengan demikian, maka jumlah angket yang dapat diolah dengan tabulasi dan perhitungan sebanyak 400 lembar angket. Karakteristik responden terdiri dari responden terdiri dari Kyai/Buya/Ustadz sebanyak 135 orang (33,75%), Ustadzah 65 orang (16,25%), sebanyak dan sisanya yang terbanyak adalah Santri/Alumni sebanyak 200 orang (50,00%). Respon masyarakat Pondok Pesantren terhadap fenomena nikah sirri di Kota Pekanbaru menunjukkan kecenderungan negatif. Respon tersebut secara detail terbagi ke dalam tiga kelompok yang keseluruhannya bersifat negatif, yaitu : (1)Respon masyarakat respon yang berupa komentar dan pendapat masyarakat Pesantren di Kota Pekanbaru terhadap fenomena nikah sirri diketahui berada pada level negatif, ditunjukkan dengan skor 56,8%, (2) Respon yang berupa sikap masyarakat Pesantren di Kota Pekanbaru terhadap fenomena nikah sirri diketahui berada pada level negatif, ditunjukkan dengan skor 51,2% dan (3) Respon yang berupa tindakan masyarakat Pesantren di Kota Pekanbaru terhadap fenomena nikah sirri diketahui berada pada level negatif, ditunjukkan dengan skor 56,0%.