Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) DI SALAH SATU RUMAH SAKIT DI BANDUNG Linda Suherman; Robby Ramdani; Vina Septiani; Wiwik Indrayani; Alfi Nurul Islamiyah; Putri Hasyim
Pharmacoscript Vol. 4 No. 2 (2021): Pharmacoscript
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Perjuangan Tasikmalaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36423/pharmacoscript.v4i2.713

Abstract

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah salah satu bentuk gangguan pencernaan dimana HCl naik dari lambung ke esofagus, sehingga menimbulkan gejala klinis dan komplikasi yang menurunkan kualitas hidup seseorang. Di Indonesia prevalensi GERD sudah mencapai 27,4%. Bahaya GERD jika tidak ditangani akan mengganggu kerja sistem pencernaan dan meningkatkan resiko kanker esofagus. Sehingga diperlukan pengobatan yang tepat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran profil dan rasionalitas penggunaan obat pada pasien GERD di salah satu Rumah Sakit di Bandung periode Januari - Desember 2019. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non eksperimental menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data diperoleh dari 41 rekam medik pasien GERD di instalasi rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi secara retrospektif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penderita GERD sebagian besar adalah perempuan sebesar 53,66%, berdasarkan usia paling banyak pada usia 26-35 tahun sebesar 29,26 %. Obat GERD yang paling banyak digunakan adalah kombinasi 2 obat Pantoprazol + Sukralfat sebesar 58,54%. Penggunaan obat pada pasien GERD sudah rasional dengan persentase penggunaan obat berdasarkan tepat obat 100%, tepat dosis 97,56%, tepat interval waktu pemberian 97,56% dan tepat rute pemberian 100%.
PERILAKU DAN PENGETAHUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA POPULASI MASYARAKAT BANDUNG RAYA Alfi Nurul Islamiyah; Vina Septiani; Eni Margayani
Pharmacoscript Vol. 6 No. 1 (2023): Pharmacoscript
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Perjuangan Tasikmalaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36423/pharmacoscript.v6i1.1171

Abstract

WHO melaporkan bahwa 64% negara di Asia Tenggara dapat memberi antibiotik tanpa resep. Di Indonesia, konsumsi antibiotik untuk beberapa provinsi mencapai lebih dari 80%. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku penggunaan antibiotik serta tingkat pengetahuan terkait antibiotik dan resistensi antibiotik, sebagai salah satu optimalisasi peran apoteker. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif berupa penelitian survei terhadap populasi masyarakat Bandung Raya dalam periode waktu September – November 2021. Survei dilakukan secara online menggunakan instrumen kuesioner yang berisi 15 buah pertanyaan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan kriteria subjek penelitian adalah responden yang berdomisili di kawasan Bandung Raya serta berusia ≥17 tahun. Sebanyak 96 responden mengisi kuesioner dan diperoleh 84 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Lebih dari setengah responden pernah meminum antibiotik dalam enam bulan terakhir (57,14%). Sebanyak 59,75% responden melaporkan bahwa mereka mengonsumsi antibiotik golongan beta laktam (amoksisilin 51,22%). Hampir sepertiga (35,71%) responden membenarkan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berpotensi berkontribusi pada masalah resistensi antibiotik. Namun, terdapat beberapa kesalahpahaman tentang kondisi mana yang dapat dan tidak dapat diobati antibiotik. Sebagian besar responden dengan benar mengidentifikasi serangkaian tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik. Namun, terdapat beberapa kesalahpahaman tentang apa yang dimaksud dengan resistensi antibiotik.
Identification of Drug-Related Problems in Hypertension Comorbid Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Primary Health Care Center Batununggal District Bandung Vina Septiani; Pudjiastuti Kartidjo; Alfi Nurul Islamiyah; Abdul Aziz MSW; Iis Rukmawati
Borneo Journal of Pharmacy Vol. 4 No. 3 (2021): Borneo Journal of Pharmacy
Publisher : Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33084/bjop.v4i3.1971

Abstract

Many factors can increase the risk of hypertension, one of which is diabetes mellitus. The study aims to provide an overview of Drug-Related Problems (DRPs) in patients with hypertension comorbid type 2 diabetes mellitus at Primary Health Care Center Batununggal District Bandung. This research was an observational study with retrospective data collection and descriptive analysis. Data were taken from patient prescriptions January-December 2019 period. The sample inclusion criteria are patients aged 30-75 years, patients diagnosed with hypertension comorbid type 2 diabetes mellitus, and patients treated in January-December 2019. The number of samples that met the inclusion criteria was 268 patients, of which 69 patients (25.75%) are male, and 199 patients (74.25%) are female. 164 patients (61.2%) are aged 60-75 years old. It is found that 1 case (0.37%) has the drug-related problem of drug overdose and as many as 34 cases (12.69%) have potential drug interactions.
Telaah Potensi Interaksi Obat Resep Polifarmasi Klinik Jantung pada Salah Satu Rumah Sakit di Bandung Alfi Nurul Islamiyah
Kartika : Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 8 No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26874/kjif.v8i1.283

Abstract

Reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROM) adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Sekitar sepertiga kasus ROM yang dapat dicegah merupakan interaksi obat. Obat kardiovaskular yang diresepkan secara tidak tepat bertanggung jawab atas hampir 25% dari semua ROM yang dapat dicegah, Saat ini, polifarmasi adalah hal biasa dijumpai dalam praktik kefarmasian. Studi observasional retrospektif dilakukan pada pasien rawat jalan klinik jantung salah satu rumah sakit di Bandung. DIlakukan identifikasi potensi interaksi obat pada resep dengan tujuh atau lebih obat (polifarmasi), untuk memberikan gambaran terkait frekuensi interaksi obat, obat yang terlibat dalam interaksi, dan tingkat keparahan interaksi obat. Terdapat 41 potensi interaksi obat dengan keparahan berat yang penting secara klinis, yang teridentifikasi pada 30 (22,06%) resep polifarmasi di klinik jantung. Sebanyak 8 (26,67%) resep diantaranya memiliki 2 potensi interaksi obat yang penting secara klinis, dan 1 (3,33%) resep memiliki 4 potensi interaksi obat yang penting secara klinis. Selain itu teridentifikasi pula 8 (19,51%) interaksi obat dengan indeks terapi sempit yaitu warfarin [5 (12,19%)] dan digoksin [3 (7,32%)]. Apoteker di rumah sakit harus berperan aktif dalam mengidentifikasi interaksi obat dan memberikan informasi terkait interaksi obat beserta rekomendasi manajemen terapi yang terbukti secara klinis.