Jefri Andri Saputra
Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Published : 18 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : SOPHIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen

WAHYU DALAM ALUK MAPPURONDO: Studi Cross-Textual Reading terhadap Kisah Masuknya Injil di Buntu Malangka’ dan Kisah Kornelius sebagai Kritik Terhadap Label To Malillim Jefri Andri Saputra
SOPHIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol. 3 No. 2 (2022): SOPHIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/sophia.v3i2.102

Abstract

Abstract: “Wahyu dalam Aluk Mappurondo” is the author's critique which is motivated by concern about the stereotypes that develop among Christians against Aluk Mappurondo. The stereotype in question is the label "to malillim", which literally means "people who are in the dark". This label is used to distinguish Christians from Aluk Mappurondo adherents. In this paper, the author identifies the label attached to Aluk Mappurondo as a Christian error in understanding God's work in other religions. To prove this error, the author examines the story of the development of the Bible in Buntu Malangka' and also the story of Cornelius (Acts 10:1-48). Both of these texts tell about the work or revelation of God that occurs in religions outside of Christianity. The approach used is cross-textual reading. At the end of this paper, the author finds that the story of the arrival of the Gospel in Buntu Malangka and the story of Cornelius indicates that religions other than Christianity also receive revelations from God, and are able to guide them towards God's plan. This conclusion confirms that the stereotype that regards Aluk Mappurondo as To Malilim is a wrong assumption. Abstrak: “Wahyu dalam Aluk Mappurondo” adalah kritik penulis yang dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap stereotip yang berkembang dikalangan penganut agama Kristen terhadap Aluk Mappurondo. Stereotip yang dimaksud adalah label “to malillim”, yang secara harafiah diartikan sebagai “orang yang berada di dalam kegelapan”. Label ini digunakan untuk membedakan  orang Kristen dengan penganut Aluk Mappurondo. Dalam tulisan ini, penulis mengidentifikasi label yang disematkan pada Aluk Mappurondo sebagai sebuah kekeliruan kekristenan memahami karya Allah dalam agama lain. Untuk membuktikan kekeliruan tersebut, penulis mengkaji kisah perkembangan Injil di Buntu Malangka’ dan juga kisah Kornelius (Kis. 10:1-48). Kedua teks ini mengisahkan tentang pekerjaan atau wahyu Allah yang terjadi dalam agama di luar kekristenan. Pendekatan yang digunakan adalah cross-textual reading. Di akhir tulisan ini, penulis menemukan bahwa baik kisah masuknya Injil di Buntu Malangka’ maupun kisah Kornelius, mengindikasikan bahwa agama di luar Kristen juga menerima wahyu dari Allah, dan mampu menuntun mereka sampai kepada rencana Allah. Kesimpulan ini menegaskan bahwa stereotip yang menganggap Aluk Mappurondo sebagai To Malillim adalah asumsi yang keliru.