Dedi Zulkarnain Pratama
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Bambang Pur Tuan Guru Bajang, Terpilih Kembali Pratama, Dedi Zulkarnain
Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemilihan Gubernur (pilgub) secara langsung di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah berlangsung pada tanggal 13 Mei 2013. Dalam pilgub ini, Tuan Guru Bajang (TGB) terpilih untuk kedua kalinya. Sepanjang sejarah pemilihan Gubernur secara langsung, kemenangan petahana di NTB baru pertama kalinya. TGB merupakan figur petahana yang menjadi representasi politik kaum muda dan juga agamawan yang terkenal di NTB. Hal ini karena dukungan Nahdlatul Wathan (NW) sebagai organisasi non-politik juga diklaim sebagai salah satu mesin politik yang bekerja maksimal untuk kemenangan TGB. Selain itu, dukungan gabungan partai politik besar di Indonesia, seperti Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PAN, PKB, PPP, dan Gerindra sangat membantu sebagai pendulang suara sang petahana.Pendekatan modalitas yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu menjadi dasar analisis utama dalam karya ini dengan didukung oleh teori modalitas dari Kacung Maridjan, khususnya modal politik. Selain itu, digunakan pula kerangka pilkada sebagai batasan arena dalam penggunaan modalitas juga habitus atau karakter masyarakat yang telah dibentuk oleh struktur menjadi pilar utama yang harus disangga oleh modalitas. Modalitas yang dimaksud modal politik, modal ekonomi, modal sosial & budaya, dan modal simbolik. Selain itu, karya ini menggunakan tiga teknik pengambilan data, yakni observasi, wawancara, dan studi pustaka.Hasil penelitian membuktikan bahwa modalitas politik memberikan pengaruh dominan, karena TGB sebagai petahana merupakan kesempatan lebih besar untuk menunjukkan prestasi atau kinerja sehingga mampu mendapatkan kepercayaan (trust) dari masyarakat. Selain itu, modalitas akan berfungsi optimal apabila diorganisir dengan baik dan sejalan dengan karakter masyarakat. Pengorganisasian modalitas menjadi penting dilakukan, karena masing-masing modalitas yang dimiliki oleh TGB dapat berfungsi optimal. Selain itu, mencermati karakter masyarakat agar modalitas bisa diterima perlu dilakukan. Oleh karena itu, keselarasan modalitas dan karakter masyarakat dalam arena Pilgub menjadi poin utama dalam studi ini.Kata Kunci : Modalitas, Petahana, Optimalisasi, dan Karakter Masyarakat.
POLITIK ALIENASI BIROKRASI Pratama, Dedi Zulkarnain
Jurnal Transformative Vol 3, No 1 (2017): Potret Birokrasi
Publisher : Faculty of Social and Political Science Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (594.494 KB)

Abstract

This paper discusses about political process of alienation by bureaucrat in Central Lombok region. Political policy of alienation is conducted by government in purpose to punish several bureaucrats that politically oppose in local election. Alienation policy is political punishment towards bureaucrats in purpose to cut off surely their career. If it is not, the bureaucrat will be non-job. Because of that, the political policy of alienation is very frightening for local bureaucrats who dissent with head of local government.
Koalisi Semu Partai Oposisi Di Indonesia Pratama, Dedi Zulkarnain
Jurnal Transformative Vol 1, No 1 (2015): Partai Politik dan Pemilihan Umum
Publisher : Faculty of Social and Political Science Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena koalisi menjadi tren dalam sistem kepartaian di Indonesia. Partai pemenang pemilu pun harus melakukan koalisi untuk mengamankan kebijakan politik sang penguasa pemerintahan. Namun, ada pula fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari koalisi ini, yakni adanya partai oposisi. Setiap kebijakan politik yang diusulkan eksekutif, partai oposisi seolah berkoalisi menolak kebijakan tersebut jika menarik perhatian publik. Fenomena semacam ini dapat dimaknai sebagai koalisi semu. Koalisi semu ini terjadi secara informal seperti sekretariat gabungan (setgab). Cara kerjanya adalah koalisi ini dilakukan sebab ada kepentingan yang serupa akibat agenda politik yang bersebrangan dengan pemerintah dan koalisinya. Implikasinya adalah rakyat menjadi korban atas ketidakseimbangan sistem ini. Sehingga, esensinya bukan kepentingan rakyat yang diperjuangkan melainkan perebutan simpati rakyat untuk memperoleh kekuasaan.