Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Historisitas Aliran Neo-Klasik Dalam Kesusastraan Arab Sitti Maryam
Al-Irfan : Journal of Arabic Literature and Islamic Studies Vol 2 No 1 (2019): March
Publisher : Arabic Literature Department STIBA DUBA PAMEKASAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/al-irfan.v2i1.3388

Abstract

Arabic literature has undergone such a long journey from the time of the beginning of the time of Jahili, the period of Islam, the period of Muawiyah service, Abasiah, the Ottoman dynasty, and the modern period until now. In each period of this development, Arabic literature experienced innovations that differentiated it from other periods. In the modern phase in particular, it turns out that Arabic literature has a variety of literary schools that have appeared alternately, both because of the motivation of criticism of the literary models that emerged before and because of refining other streams that emerged in the same period of time. The emergence of this neoclassical school was initially a reaction to Napoleon's arrival in Egypt in 1798, which marked the entry of French culture into the Arab world. This school also maintains strong Arabic poetry rules, for example the necessity to use wazan, qāfiyah, the number of words is very large, the uslūb is very strong, the themes still follow the previous period, such as madah, ritsa (lamentations), ghazal, fakhr, and the movement from one topic to another in one qasidah (ode) Problems raised in this study include: 1. What is the history of Arabic literature? 2. What are the factors that arouse Arabic literature? 3. Who are the pioneers of the neoclassical school? The results in this study are: 1. The history of Arabic literature has experienced such a long journey from the period beginning at the time of Jahili, the period of Islam, the period of Muawiyah's service, Abasiah, the Ottoman dynasty, and the modern period until now. During the Abbasid period there was a period of emotion in Arabic literature, and suffered a setback during the Ottoman period until the beginning of this phase since the reign of Muhammad Ali in Egypt after colonialization Francis ended in 1801. 2. The factors include: Al-Madaris (School -school), Al-Mathba'ah (Printing), Ash-Shuhuf / Al-Jaro'id (Newspaper), and Tarjamah.3. One of the pioneers of the neoclassical school of Arabic poetry or commonly called al-Muhāfizun is Mahmud Sami al Barudi Keywords: arabic literary history, factors, flow, neo classical figure
KOMPETENSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PKK KONSENTRASI TATA BUSANA DALAM RANGKA MENGEMBANGKAN LAPANGAN KERJA WIRAUSAHA BUSANA Sitti Maryam
HomeEC Vol 9, No 1 PEB (2010)
Publisher : HomeEC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konsep “link & match” antara perguruan tinggi dengan dunia usaha khususnya usaha busana, semacam irisan yang menjembatani antara program perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia usaha. Namun pada prakteknya, terutama di Indonesia masih sering jauh dengan kenyataan, sebagai contoh, kebijakan di dunia pendidikan tinggi Indonesia membuat pihak perguruan tinggi mempertahankan bahwa jenjang pendidikan akademis haruslah melewati jenjang seperti D2, D3, S1, S2 dan S3 dan tidak ada kredit apapun yang bisa diperoleh tanpa melewati suatu ujian atau kuliah secara formal, termasuk juga pengalaman bertahun-tahun di dunia kerja atau lapangan. Hal ini juga dikarenakan sifat perguruan tinggi yang lebih “lecture center oriented” dibandingkan “student center oriented“, sehingga bila terjadi argumentasi mahasiswa dengan dosen, maka sulit memperoleh nilai grade yang baik atau bahkan sulit lulus. Perilaku tersebut di atas menumbuhkan budaya apatis di kebanyakan kalangan mahasiswa, meskipun tidak semua dosen berperilaku demikian (Tshahindra 2009 dalam Ana Rahmi (2010). Sedangkan dunia usaha busana sendiri juga sering beranggapan bahwa lulusan Sarjana itu masih belum bisa langsung “on the fly” pada praktek di lapangan. Alias masih dianggap nol, belum tahu apa-apa, paling hanya 20% ilmu yang diserap selama kuliah yang dapat dipergunakan di dunia kerja. Akibatnya, sering ada pelatihan berkesinambungan bagi para “fresh graduate” seperti program: graduate trainee, management trainee dan lain lain, untuk memberikan kesiapan bagi para lulusan baru bekerja di dunia usaha busana. Ke dua pihak ini tentunya memberi iklim yang tidak baik, dimana dunia usaha memerlukan tenaga kerja yang memang handal dan aplikatif di bidangnya, sedangkan lulusan perguruan tinggi yang melimpah justru belum mendapatkan pekerjaan dengan bidang yang sesuai jurusannya. Hal yang perlu dilakukan merupakan salah satu upaya membentuk jembatan yang lebih erat antara pihak perguruan tinggi dan dunia usaha. Melalui pendidikan usaha dibidang ilmu tertentu misalnya sandang  (busana), maka bisa diketahui harapan pihak dunia usaha khususnya usaha busana mengenai program usaha yang selama ini dijalankan oleh mahasiswa, sebagai salah satu kesiapan mahasiswa bila sudah lulus nanti, tidak mengalami kesenjangan dengan kebutuhan dunia usaha.   Key Words: Kompetensi mahasiswa, Jurusan PKK Tata Busana, wirausaha busana
ANALISIS BUSANA MUSLIM SEBAGAI BUSANA POPULER MENOLAK MODERNISASI BUSANA YANG EROTIS Sitti Maryam
HomeEC Vol 8, No 1 NOV (2009)
Publisher : HomeEC

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dengan bangkitya Islam di seluruh dunia yang mulai pada tahun 1970’an, busana Muslim menjadi populer di Indonesia. Pada masa lalu, hubungan di antara agama Islam dan politik Indonesia kurang begitu harmonis.  Pemerintah mencoba menghambat dukungan agar syariah Islam dilaksanakan di Indonesia.  Akibatnya, penduduk Indonesia tidak suka fanatisme Islam.  Oleh karena itu, perempuan yang berbusana Muslim dianggap sebagai orang fanatik, dan berbusana Muslim dianggap sebagai perlawanan terhadap negara Indonesia.  Tetapi, suasana agama menjadi lebih terbuka sesudah kebangkitan Islam. Sejak saat itu semakin banyak perempuan yang berbusana Muslim.Ternyata berbusana Muslim sudah diterima oleh masyarakat dan sudah dianggap sebagai hal yang biasa.  Busana Muslim menjadi unsur kebudayaan populer di Indonesia, dan industri busana Muslim berkembang pesat.  Karena berbusana Muslim menjadi populer di Indonesia, ada orang yang berpendapat bahwa  keterkaitan agama dengan busana Muslim sudah hilang, tetapi ternyata pendapat ini tidak benar.  Orang-orang ini tidak menyadari bahwa seseorang bisa berbusana Muslim sambil mendapat kesenangan dari tindakan itu, dan kesenangan tidak harus memperkecil alasan agama.  Kalau meneliti industri busana, harus memahami semua lapis-lapis industri itu, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi busana Muslim. Profil-profil tentang orang yang membuat dan mendistribusikan busana Muslim misalnya perancang mode Islam, seorang tailor busana Muslim, dan pemilik toko busana Muslim  memberi informasi tentang industri busana Muslim di antara konteks agama, sosial, politik dan ekonomi di Indonesia.  Cara mengiklankan busana Muslim, melalui majalah, televisi dan koran tabloid dengan jelas memberi kesan bahwa perempuan teladan di Indonesia adalah perempuan yang berbusana Muslim. Dari profil-profil itu bisa mendapat gambaran yang lebih dari hanya sekedar industri busana Muslim saja, tetapi juga bisa menemukan pikiran perempuan yang berbusana Muslim tentang arti berbusana Muslim, motivasi pribadi dalam berbusana Muslim, dan apa maksud perempuan teladan di Indonesia.   Key words : Busana Muslim, Busana Populer, Modernisasi