Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan

SOSIALITAS MANUSIA PERSPEKTIF MARTIN BUBER DAN RELEVANSINYA DENGAN NILAI-NILAI PANCASILA Muhammad - Yunus
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 7, No 1 (2021)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/jy.v7i1.7631

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menggali konsep sosialitas manusia dalam pemikiran Martin Buber dan berupaya melihat relvensi konsep tersebut terhadap nilai-nilai pancasila. Rumusan pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep sosialitas manusia dalam perspektif filsafat Martin Buber?, dan  bagaimana relevansi konsep tersebut dalam kaitannya dengan nilai sila-sila pancasila?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber datanya adalah kepustakaan seperti jurnal, buku dan dokumen lain yang relevan. Data dianalisa dengan metode hermeneutic yang terdiri dari unsur deskripsi dan interpretasi. Hasil penelitian menemukan (1) Martin Buber membagi relasi manusia menjadi tiag jenis yaitu, Aku-Itu, Aku-Dia dan Aku-Engkau. Relasi Aku-Engkau adalah model relasi yang tepat dalam pergaulan antar sesama karena dalam relasi jenis ini manusia saling mengadakan bukan sebaliknya. Relevansi konsep Martin Buber terhadap pancasila yaitu sebagai berikut: Pertama, Engkau bagi Martin Buber tidaknya hanya terbatas pada manusia namun juga mengacu kepada Tuhan. Konsep ini relevan dengan sila ketuhanan. Kedua, dalam relasi Aku-Engkau terefleksikan bahwa aku harus memperlakukan orang lain sebagaimana aku ingin diperlakukan. Kedua,  dalam hal ini berlaku sila ke-2 yaitu anti dehumanisasi. Ketiga, Aku-Engkau sebagai pasangan yang saling mengadakan adalah berbeda dalam kesatuan dan bersatu dalam perbedaan (Sila ke-3). Keempat, dialog yang berorientasi pada sikap saling memahami, tanpa memaksakan kehendak pribadi, win-win solution, adalah nilai sila ke-4 pancasila yang juga terkandung dalam pemikiran Martin Buber. Kelima, relasi Aku-Engkau mensyaratkan manusia untuk adil, yang berarti memberikan apa yang menjadi haknya, tanpa diskriminatif.