Ach. Khoiri
Universitas Islam Madura

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Kontrol Politik Kyai dan Blater dalam Pelaksanaan Pemilu; Kajian Kelemahan Ketentuan Hukum Pemilu Menghadapi Rezim Kembar Politik di Madura Ach. Khoiri
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 1 No 2` (2017): September 2017
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (910.278 KB)

Abstract

Pemilihan umum adalah perwujudan dari sistem demokrasi yang dianut oleh kebanyakan negara di dunia. Pelaksanaan pemilihan umum secara langsung dimaksudkan sebagai representasi dari ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”. Fenomena yang terjadi di Madura ialah kebalikan dari makna pasal tersebut karena kuatnya pengaruh figur kyai dan blater dalam percaturan Pemilu. Fakta yang terjadi bahwa selama beberapa periode terakhir empat kabupaten di Madura dipimpin oleh Kyai. Masyarakat Madura menganggap bahwa peran dan fungsi guru lebih ditekankan pada konteks moralitas yang dipertalikan dengan kehidupan eskatologis terutama dalam aspek ketenteraman dan penyelamatan diri dari beban atau derita di alam kehidupan akhirat.
Fikih Sebagai Produk Filsafat Hukum Islam Ach. Khoiri
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 2 No 1 (2018): Maret 2018
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.613 KB)

Abstract

Menurut Hasan Ahmad al-Khatib dalam kitabnya, bahwa Fiqih ialah sekumpulan hukum syara' yang sudah dibukukan dalam berbagai madzhab, baik dari madzhab yang empat atau dari madzhab lainnya, dan yang dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat thabi'in. Sedangkan Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam. Ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam. Maka, filsafat hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum Islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya. Pertama, Filsafat Hukum Islam merupakan hasil pemikiran manusia. Kedua, seluruh kajian dalam Filsafat Hukum Islam tidak pernah meragukan substansi hukum yang telah ditetapkan oleh Hukum Islam, yaitu mengenai hakekat hukum Islam sebagai Hukum Tuhan yang sudah tentu memenuhi tujuan-tujuan hukum.
Pemikiran Politik Islam di Indonesia (Studi Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid Tentang Hubungan Islam dan Negara) Ach. Khoiri
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 3 No 1 (2019): Maret 2019
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (693.657 KB)

Abstract

Hubungan Islam dan Negara selalu menjadi wacana aktual di Indonesia meskipun telah diperdebatkan beberapa tahun yang lalu, dan mengalami fluctuative discourse dalam percaturan politik di Indonesia, akan tetapi wacana ini selalu survive pada momen-momen tertentu. Hampir bisa dipastikan ketegangan dan perdebatan ini muncul menjelang pemilu karena momen ini merupakan kesempatan besar bagi semua golongan yang ingin memperjuangkan aspirasi politiknya, baik itu yang berideologikan nasionalis, maupun Islam. Sejak pancasila dijadikan dasar ideologi formal Republik Indonesia pada tahun 1945 oleh Soekarno, pancasila menjadi bagian perdebatan politik yang tak terelakan oleh Politikus dan Agamawan, khususnya Islam. Pada tahun 1950-1955 melahirkan sistem multipartai, ini merupakan kesempatan besar bagi Partai Islam untuk memperjuangkan Islam sebagai asas Negara, akan tetapi apa yang dicita-citakannya masih belum bisa dicapai sampai sekarang. Hal yang sama terjadi pada 1999 tahun lalu yang menggunakan sistem multipartai dan lagi-lagi Islam belum cukup kuat untuk meletakkan ideologi Islam sebagai dasar negara. Pada tahun 1978-1985 telah terjadi ideologisasi pancasila yang diinstruksikan oleh Soeharto, dan kemudian menimbulkan perdebatan yang luar biasa di kalangan tokoh dan gerakan ideologi Islam. Insiden politik semacam itu sempat terulang kembali pada tahun 1990 di negeri ini, yakni mengenai perdebatan ideologi. Sebenarnya sumber perdebatan itu adalah relasi Islam dan negara, khususnya mengenai sistem negara apa yang akan dipakai untuk membangun Indonesia, apakah berasaskan Islam atau sekuler.
Analisis Etika Profesi Hakim di Indonesia dalam Perspektif Hukum Islam Ach. Khoiri
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 4 No 1 (2020): Maret 2020
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Etika sendiri adalah merupakan landasan suatu profesi sehingga menjadi perhatian bersama karena sering terjadi gejala-gejala penyalahgunaan terhadap profesi. Munculnya wacana pemikiran tentang kode etik profesi hakim karena berangkat dari realitas para penegak hukum (khususnya hakim) yang mengabaikan nilai-nilai moralitas. Meskipun para pelaku professional (hakim) sudah memilki kode etik profesi hakim sebagai standar moral, ternyata belum memberikan dampak yang positif, terutama belum bisa merubah image masyarakat terhadap wajah peradilan untuk menjadi lebih baik. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk menganalisis terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik profesi hakim dalam sudut pandang etika hukum Islam. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan, analisa dan penilaian terhadap kode etik profesi hakim dari sudut pandang etika Islam. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktisi dan pengambil kebijakan bagi penegakan kode etik profesi hukum. Menurut jenisnya penelitian ini termasuk penelitian pustaka karena menjadikan bahan pustaka sebagai bahan kajian. Dengan pendekatan fhilosofis-Normatif dan analisa kualitatif dengan metode berfikir induktif dan deduktif, sehingga penelitian ini mendapatkan beberapa kesimpulan. Pertama., Kode etik profesi hakim pada prinsipnya mengandung nilai-nilai moral yang mendasari kepribadian secara professional, yaitu kebebasan, keadilan dan kejujuran. Kedua. Etika profesi hakim dan hukum adalah merupakan satu kesatuan yang secara inheren terdapat nilai-nilai etika Islam yang landasannya merupakan pemahaman dari al-Qur'an, sehingga pada dasarnya Kode etik profesi hakim sejalan dengan nilai-nilai dalam sistem etika Islam. Etika hukum Islam dibangun di atas empat nilai dasar yaitu yaitu nilai-nilai kebenaran, keadilan, kehendak bebas dan pertanggung jawaban
Peraturan Daerah yang Demkoratis dalam Sistem Pemerintahan; Transparan, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Ach Khoiri
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 5 No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (580.551 KB)

Abstract

Pemerintahan daerah yang demokratis dapat dikaji dari dua aspek, yakni aspek tataran proses maupun aspek tataran substansinya. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dikatakan demokratis secara proses, apabila pemerintahan daerah yang bersangkutan mampu membuka ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam semua pembuatan maupun pengkritisan terhadap sesuatu Peeraturan daerah yang dilaksanakan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dikatakan demokratis secara substansial apabila kebijakan-Peraturan daerah yang dibuat oleh para penguasa daerah mencerminkan aspirasi masyarakat. Sesuatu pemerintahan daerah dikatakan akuntabel, apabila ia mampu menjalankan prosedur-prosedur yang telah ada dan dapat mepertanggungjawabkannya kepada publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kebijakan-Peraturan daerah yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat maupun peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, demikian pula dengan tidak adanya keterpaduan dalam mekanisme pembuatan Peeraturan daerah antara kepala daerah dengan DPRD, menimbulkan permasalahan di berbagai daerah. Dengan demikian tidak ada kejelasan mengenai produk hukum daerah, yang dapat mendukung proses mengalirnya partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembuatan Peeraturan daerah dan atau pengkritisan atas suatu pelaksanaan setiap Peeraturan daerah. Dengan perkataan lain tidak ada kejelasan mengenai pranata hukum daerah yang mengatur mekanisme penyaluran aspirasi masyarakat guna mewujudkan suatu pemerintahan daerah yang bersih bebas dari KKN
Analilsi Hukum Adat dalam Sistem Pemerintahan Desa Ach. Khoiri
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 5 No 2 (2021): September 2021
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sifat penelitian adalah diskriptif, untuk menerangkan secara jelas perihal eksistensi Hukum Adat dalam system Pemerintahan Desa, berdasarkan data yang dikumpulkan, setelah sebelumnya melalui proses analisis kwalitatif dan untuk kemudian hasilnya didiskripsikan untuk menjawab pokok permasalahan penelitian. Kesimpulan: (1) Sejak zaman kerajaan-kerajaan di nusantara Pemerintahan Desa telah ada, tapi dengan nama dan system pemrintahan yang berbeda-beda karena sangat diwarnai kemauan politik yang ada pada zamannya. Begitu juga tentang eksistensi Hukum Adat dalam Penyelenggaraan. Pemerintahan Desa Hukum Adat secara langsung pada warga masyarakat dalam bentuk pelayanan untuk kepentingan keagamaan/ adat; sedang Desa Dinas mengaplikasikan secara tidak langsung, yaitu dalam Peraturan Desa untuk melayani kebutuhan kemasyarakatan berdasarkan kebersamaan dan gotong-royong; (2) Dampak penerapan Hukum Adat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa terutama pada faktor sikap dan prilaku warga masyarakat terhadap penyelenggaraan System Pemerintahan Desa. Dengan berperannya Hukum Adat warga masyarakat merasa ikut bertanggungjawab terhadap terselenggaranya System Pemerintahan Desa. Masyarakat mematuhi aturan Hukum Adat/Keagamaan karena mereka takut akan sanksi Hukum Adat bila dia melanggarnya; (3) Kendala untuk diterapkannya Hukum Adat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa bila terjadi perbedaan norma antara Hukum Negara dan Hukum Adat, diperlukan solusi antisipasi yang bijak dan tepat.
Tinjaun Yuridis dan Hukum Islam terhadap Dispensasi Pernikahan di Bawah Umur Ach. Khoiri
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 6 No 1 (2022): Maret 2022
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Undang-undang perkawinan disebutkan bahwa usia ideal menikah untuk laki-laki 19 tahun sedangkan untuk perempuan 16 tahun, jika belum memenuhi usia tersebut mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama. Sedangkan dalam Islam tidak ada batasan umur pernikahan namun persyaratan yang umum adalah sudah baligh, berakal sehat, mampu membedakan mana yang baik dan buruk sehingga dapat memberikan persetujuan untuk menikah. Permohonan dispensasi kawin adalah sebuah perkara permohonan yang diajukan oleh pemohon perkara agar pengadilan memberikan izin kepada yang dimohonkan dispensasi untuk bisa melangsungkan pernikahan, karena terdapat syarat yang tidak terpenuhi oleh calon pengantin tersebut, yaitu pemenuhan batas usia perkawinan. Perkawinan merupakan momentum yang sangat penting bagi perjalanan hidup manusia. Setelah perkawinan, kedua belah pihak akan menerima beban yang berat dan tanggung jawab sesuai kodrat masing-masing. Dimana perkawinan dibawah merupakan hal yang tidak boleh dilakukan karena di dalam Undang-Undang perkawinan telah menetapkan batas untuk seorang laki-laki dan perempuan melansungkan perkawinan. Adapun tujuan dari penulisan jurnal ini ialah untuk mengetahui pengaturan mengenai dispensasi dalam perkawinan terhadap anak di bawah umur dan akibat hukum dari pemberian dispensasi perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Penelitian normatif ialah metode penlitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti suatu bahan pustaka. Hasil dari penulisan jurnal ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai dispensasi perkawinan anak di bawah umur diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada pasal 7 ayat 1. Dan juga akibat dari pemberian dispensasi perkawinan di bawah umur ialah anak tersebut telah dianggap dewasa dan dianggap cakap dalam melakukan perbuatan hukum atau ia tidak berada dibawah pengampuan orang tuanya lagi.