Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Produksi Varian Menu dan Kemasan Baru Produk Teh Di Pondok Modern Darussalam Gontor Darul Qiyam Magelang Syaifullahil Maslul; Much. Iwan Agus Santoso; Achmad Rizal Syahruddin; Ahmad Alfan Arzaqi; Akhmad Novandi Nurtajuddin
Idea Pengabdian Masyarakat Vol. 1 No. 02 (2021): May
Publisher : PT.Mantaya Idea Batara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1042.77 KB) | DOI: 10.53690/ipm.v1i02.52

Abstract

Pondok Pesantren is one of the educational treasures in Indonesia. With a total education model, Islamic boarding schools have been able to survive to this day. Pondok Gontor is one of the Islamic Boarding Schools with many branches. One of branche is Pondok Gontor Darul Qiyam. Pondok Gontor Darul Qiyam has a tea factory business unit.The problem that occurred at the Tea Factory was the decline in competitiveness and buying interest from Darul Qiyam Islamic Boarding School students. On this basis, the students of the HES Study Program, Darussalam Gontor University, conducted the Thematic Community Service Program.The result of Thematic Community Service Programis the realization of three new variants of tea products from the Darul Qiyam Tea Factory, Jelly Milk Tea, Milk Tea Selasih and Lemon Tea Selasih. TThematic Community Service also initiated new packaging of tea products from Pondok Gontor Darul Qiyam Tea Factory.
SEGITIGA PENGAWASAN PILKADA NON-PEMERINTAHAN (SINERGITAS PARTISIPASI PUBLIK, PERGURUAN TINGGI DAN PERS DALAM PENGAWASAN PILKADA) Syaifullahil Maslul
Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 2 (2020): JIH FH UNRI, Vol 9 No 2: 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.642 KB) | DOI: 10.30652/jih.v9i2.7876

Abstract

Pelaksanaan Pilkada haruslah beriringan dengan proses pengawasan. Pengawasan dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan yaitu Bawaslu. Namun, hal tersebut dianggap kurang maksimal. Penulisan ini menyoal pengawasan alternatif, yaitu pengawasan non pemerintahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) untuk menjawab persoalan. Hasil dari penelitian ini adalah pengawasan non pemerintah harus disinergikan. Sinergitas ini melalui segitiga pengawasan Pilkada non pemrintahan melalui tiga elemen, masyarakat, perguruan tinggi dan pers. 
Penanganan Coronavirus Disease 2019 Covid-19 (Tinjauan Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar) Syaifullahil Maslul
Jurnal Multidisiplin Madani Vol. 2 No. 10 (2022): October 2022
Publisher : PT FORMOSA CENDEKIA GLOBAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55927/mudima.v2i10.1486

Abstract

Dengan diumumkannya pasien positif pertama Covid-19, pemerintah menentukan Penetapan Sosial Berskala Besar sebagai pilihan kebijakan. Dasar kebijakan Penetapan Sosial Berskala Besar adalah PP Nomor 21 Tahun 2020 dan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020. Tulisan ini hendak meneliti pilihan kebijakan Penetapan Sosial Berskala Besar dan Teknis Penetapan Penetapan Sosial Berskala Besar untuk suatu daerah. Penelitian ini adalah penelitian normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penulisan ini adalah, pertama pengaturan PP No 21/2020 tidak komprehensif dengan tidak diaturnya seluruh model kekarantinaan sebagaimana amanat Pasal 60 UU Kekarantinaan Kesehatan Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kedua, penetapan PSBB lebih mengedepankan prosedural administratif dari pada penanganan keadaan darurat. Kepala Daerah yang hendak mengajukan penetapan Penetapan Sosial Berskala Besar diharuskan menyediakan sejumlah data, selain itu,  teknis prosedural administratif yang dapat memperlambat penetapan Penetapan Sosial Berskala Besar bagi suatu wilayah.
Progresifitas Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian Batasan Usia Perkawinan Syaifullahil Maslul
AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 12 No. 1 (2022): Juni
Publisher : State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/alhukama.2022.12.1.127-140

Abstract

Abstract : Research aim for investigate progressive Court Constitution in Test limitation age marriage . Article 7 paragraph (1) of the Marriage Law Year 1/1974 has been give birth to form discrimination to female . This thing reflected from difference set age . _ Age limit marriage for Men is 19 years and 16) years for woman . To problematic this submit trial in Court Constitution . Later problem _ faced is Court Constitution no allowed by principles and stance for test Article 7 paragraph (1) of the Marriage Law which is a Open legal policy (Open legal policy). Purpose of study this is for knowing progressive Court Constitution in cut off case that . Study this is study normative with approach conceptual and approach regulation legislation . Result of Study this show that Court Constitution To do progress law with leave principles and stance . Court Constitution please receive application in decision the though Article tested  is Open legal policy Abstrak : Penelitiannya bertujuan untuk menyelidiki progresifitas Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian batasan usia perkawinan. Pasal 7 ayat  (1) UU Perkawinan Tahun 1/1974 telah melahirkan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini tercermin dari perebadaan usia yang diatur. Batasan usia perkawinan bagi pria adalah 19 (sembilan belas) tahun dan 16 (enam belas) tahun bagi wanit. Terhadap problematika ini diajukanlah pengujian di Mahkamah Konstitusi. Masalah yang kemudian dihadapi adalah Mahkamah Konstitusi tidak diperkenankan secara prinsip dan pendirian untuk menguji Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan yang merupakan Kebijakan Hukum Terbuka (Open legal policy). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui progresifitas Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara tersebut. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan konseptual dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil dari Penelitian ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi melakukan progrsifitas hukum dengan meninggalkan prinsip dan pendiriannya. Mahkamah Konstitusi berkenan mengambulkan permohonan dalam putusan tersebut meskipun Pasal yang diujikan adalah Kebijakan Hukum Terbuka (Open legal policy).
PENGUJIAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM TINDAKAN FAKTUAL DI PTUN (STUDI PUTUSAN PTUN NOMOR 2/P/PW/2017/PTUN.JBI) Syaifullahil Maslul
SENTRI: Jurnal Riset Ilmiah Vol. 1 No. 3 (2022): SENTRI : Jurnal Riset Ilmiah, November 2022
Publisher : LPPM Institut Pendidikan Nusantara Global

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/sentri.v1i3.264

Abstract

Tindakan faktual atau (feitelijk handelingen) mendapat pemaknaan baru seiring dengan lahirnya UU Administrasi Pemerintahan. Selain tidak konsistennya dalam penyebutan juga tidak adanya penjelasan mendetail tentang hal tersebut, yaitu berkenaan dengan apa itu tindakan faktual, tindakan admnistrasi pemerintahan dan perbuatan konkret. Dalam putusan Putusan PTUN Nomor 2/P/PW/2017/PTUN.JBI dilakukan pengujian ada tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang dalam tindakan faktual yang diambil oleh pejabat tata usaha negaranya. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yuridis dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini adalah pertama, pengujian penyalahgunaan wewenang adalah kewenangan PTUN. Kedua, dalam Putusan PTUN Nomor 2/P/PW/2017/PTUN.JBI tidak ada unusr penyalahgunaan wewenang.
KONSTRUKSI HUKUM MASA JABATAN KEPALA DESA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 42/PUU-XIX/2021 Syaifullahil Maslul
Literasi Hukum Vol 6, No 2 (2022): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.804 KB)

Abstract

Konstruksi masa jabatan kepala desa menghadirkan problematika pada saat diudangkan UU Nomor 6 Tahun 2014. Hal ini berkaitan denga perubahan pengaturan dalam pengaturan desa dalam UU Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2014. Pengaturan dalam tiga Undang-Undang tersebut memiliki perbedaan baik dari segi durasi dan masa jabatan. Terhadap persoalan tersebut, Mahkamah Konstitusi menguji konstitusionalitasnya berkaitan dengan pembatasan masa jabatan. Penelitian ini adalah penelitian doktrinal atau penelitian normatif yang memfokuskan pada putusan Mahkamah Konastitusi Nomor 42/PUU-XIX/2021 dan UU Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2014. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan atau statuta approach dan pendekatan konseptual atau conceptual approach. Hasil dari penelitian ini adalah kepala desa dan masa jabatan kepala desa memiliki pembatasan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIX/2021 membatasi masa jabatan 3 (tiga) kali masa jabatan. Penghitungan tersebut baik didasarkan pada UU Nomor 6 Tahun 2014 dan undang-undang lainnya.
JUDICIAL RESTRAINT DALAM PENGUJIAN KEWENANGAN JUDICIAL REVIEW DI MAHKAMAH AGUNG Syaifullahil Maslul
Jurnal Yudisial Vol 15, No 3 (2022): BEST INTEREST OF THE CHILD
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v15i3.496

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini menyoal penerapan asas judicial restraint oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi menerapkan asas judicial restraint dalam Putusan Nomor 85/PUU-XVI/2018 dan Nomor 30/PUU-XIII/2015. Judicial restraint adalah prinsip yang mengharuskan pengadilan atau mahkamah untuk menahan diri untuk membuat putusan yang bersinggungan dengan kewenangan legislatif. Dalam Putusan Nomor 85/PUU-XVI/2018 dan Nomor 30/PUU-XIII/2015, Mahkamah Konstitusi menerapkan prinsip ini dengan alasan bahwa Pasal 31A ayat (4) Undang-Undang Mahkamah Agung adalah open legal policy dan pasal yang sedang diuji tidak memiliki persoalan konstitusional norma. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang berfokus pada judicial restraint pada putusan a quo. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan (statuta approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil dari penelitian ini adalah munculnya implikasi terhadap pencari keadilan. Pertama, hilangnya kesempatan para pihak untuk menyampaikan pendapat selama proses judicial review. Hal ini disebabkan tertutupnya proses persidangan dan tidak mengakomodir asas audi et alteram partem. Kedua, hilangnya kepastian hukum di mana para pihak tidak mengetahui bagaimana proses pengadilan dijalankan. Ketiga, perlakuan yang tidak sama di depan hukum. Perbedaan ini muncul seiring dengan pembedaan keikutsertaan dan keterlibatan para pihak dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Proses yang tertutup tidak memberikan kesempatan untuk keikutsertaan para pihak dan tidak terbuka untuk umum. Kata kunci: judicial review; open legal policy; judicial restraint. ABSTRACT This research examines the issue of the judicial restraint principle that the Constitutional Court applied in Constitutional Court Decision Number 85/PUU-XVI/2018 and Number 30/PUU-XIII/2015. This principle requires a court or tribunal to refrain from making decisions that intersect with legislative authority. In these decisions, the Constitutional Court applied it as Article 31A, paragraph (4) of the Supreme Court Law is an open legal policy and the article reviewed did not have any constitutional norms issues. This research is a normative legal study focusing on judicial restraint on a quo decisions using a statute and conceptual approach. The results made a few implications for justice seekers. Firstly, the parties lose the opportunity to express their opinion during the judicial review process due to the closed trial process, which does not accommodate the principle of audi et alteram partem. Secondly, there was no legal certainty given that the parties were unable to monitor the court process. Thirdly, there was no equality before the law. The disparity arised corresponding to the differences in the participation and involvement of parties in judicial reviews both at the Constitutional Court and the Supreme Court. In a closed process, there is no opportunity for the participation of parties, and it is closed to the general public. Keywords: judicial review; open legal policy; judicial restraint.
KONSTRUKSI HUKUM MASA JABATAN KEPALA DESA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 42/PUU-XIX/2021 Syaifullahil Maslul
Literasi Hukum Vol 6, No 2 (2022): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konstruksi masa jabatan kepala desa menghadirkan problematika pada saat diudangkan UU Nomor 6 Tahun 2014. Hal ini berkaitan denga perubahan pengaturan dalam pengaturan desa dalam UU Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2014. Pengaturan dalam tiga  Undang-Undang tersebut memiliki perbedaan baik dari segi durasi dan masa jabatan. Terhadap persoalan tersebut, Mahkamah Konstitusi menguji konstitusionalitasnya berkaitan dengan pembatasan masa jabatan. Penelitian ini adalah penelitian doktrinal atau penelitian normatif yang memfokuskan pada putusan Mahkamah Konastitusi Nomor 42/PUU-XIX/2021 dan UU Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2014. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan atau statuta approach dan pendekatan konseptual atau conceptual approach. Hasil dari penelitian ini adalah kepala desa dan masa jabatan kepala desa memiliki pembatasan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIX/2021 membatasi masa jabatan 3 (tiga) kali masa jabatan. Penghitungan tersebut baik didasarkan pada UU Nomor 6 Tahun 2014 dan undang-undang lainnya.
TELAAH NILAI-NILAI KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM HADITS MUADZ BIN JABAL Syaifullahil Maslul; Iman Nur Hidayat
Ijtihad Vol. 15 No. 2 (2021): IJTIHAD: Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (613.206 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v15i2.6556

Abstract

Hadits Muadz bin Jabal adalah salah satu hadits yang sangat populer. Hadits ini membahas tentang pengiriman Muadz bin Jabal ke Yaman berkaitan dengan penanganan perkara atau hakim. Muatan dalam hadits ini berkenaan dengan kekuasaan kehakiman. Hal ini sebagaimana tertuang dalam percakapan Rosululloh dengan Muadz bin Jabal. Penelitian ini hendak menelaah nilai-nilai kekuasaan kehakiman dalam hadits Muadz bin Jabal dan korelasinya dengan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian pustaka dengan pendekatan konseptual (conceptual approach. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya nilai-nilai kekuasaan kehakiman dalam Hadits Muadz bin Jabal. Pertama, Putusan harus memiliki pertimbang atau dasar hukum. Kedua, Ius Curia Novit atau hakim dianggap paling tahu hukumnya dan ketiga, asas hakim tidak boleh menolak perkara karena ketiadaan hukum.