Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PRACTICE OF POWER OF MEDICAL AUTHORITY OF THE MENTAL HOSPITAL ON THE PSYCHIATRIC PATIENT WITH STIGMA Putro, Bambang Dharwiyanto; Kumbara, AA Ngurah Anom; Wirawan, A.A. Bagus
E-Journal of Cultural Studies Volume 11, Number 1, February 2018
Publisher : Cultural Studies Doctorate Program, Postgraduate Program of Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.261 KB) | DOI: 10.24843/cs.2018.v11.i01.p05

Abstract

The matters pertaining to mental disorders are complex as they are not only related to the medical professionalism, patients, their families and society but they are also related to the stigma they have and the protection of their dignity and status. Stigma is like a prison in the social relation constructed by the apparatuses that contribute to development, the regime of knowledge, and modernism on behalf of normalization. By applying the point of view of cultural studies, namely siding with those who are suppressed, this present study is intended to identify the form of the stigma which the psychiatric patients have resulting from the practice of power of the medical authority implemented by the Mental Hospital. Observation and in-depth interview methods were employed in the present study. The data were collected through life story and library research. The collected data were analyzed descriptively, qualitatively and interpretatively using the relevant critical theories such as the theory of discourse, the theory of deconstruction, and the theory of hegemony. The result of the study shows that there are two forms of the stigma which the psychiatric patients suffer from; they are the public stigma (the stigma brought about by society) and the self-stigma (the stigma brought about the patients and their families). The factors which contribute to the stigma of mental disorders can be classified into two; they are the external and internal factors as the translation of the hegemony of power and the domination of the authority of social and medical apparatus over the psychiatric patients leading to the social and identity gap. This shows the form of the struggle involving power in order to strengthen the domination of the apparatus in different aspects of life. The psychiatric patients cannot speak and are so marginalized that they have almost never been heard. The society’s social control through the saving mission of the Mental Hospital is implemented through the nursing practice and the controlling mechanism it performs in which the authority of the medical doctors is dominant enough to show that they have power in the Mental Hospital.
PERANAN ELITE INTELEKTUAL DALAM DINAMIKA MASYARAKAT ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Bambang Dharwiyanto Putro
Humaniora Vol 12, No 2 (2000)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (764.853 KB) | DOI: 10.22146/jh.686

Abstract

Merujuk pada pendapat Keller, kaum elite adalah minoritas-minoritas yang efektif dan bertanggungjawab. lni artinya efektif melihat peaksanaan kegiatan kepenttingan dan perhatian kepada orang lain tempat golongan elit mi memberikan tanggapannya (Keller, 1995: 3). Sementara itu. Alatas (1988) melihat bahwa seseorang intelektual adalah orang yang memusatkan diri untuk memikirkan ide dan masalah nonmatenial dengan menggunakan kemampuan penalanannya. Menurut kaum intelektual menunjukkan ciri-ciri sosial. antara lain. sebagai berikut. Pertama. mereka direkrut dan segala kelas, sekalipun dalam proporsi yang berbeda-beda; Kedua. mereka dijumpai di kalangan pendukung atau penentang berbagai gerakan kebudayaan dan politik; Ketiga, bila dilihat dan pekerjaan, mereka pada umumnya bukanlab pekenja ta’gan dan bagian terbesar menjadi dosen, penyair, wartawan, dan sebagainya. Keempat, sampai pada batas tertentu mereka pada umumnya agak menjauh dan masyarakat selebihnya bergaul di dalam kelompoknya sendiri Kelima, mereka tidak hanya tertanik pada segi-segi pengetahuan teknis dan mekanis semata-mata. Ide-ide mengenai agama, seni, kebudayaan, rasa kebangsaan, ekonomi terencana, kehidupan yang lebih baik, dan sejenisnya termasuk dalam duni pemikirannya. Pada bagian lain, selanjutnya berbeda dengan spesiahs, kaum intelektual berusaha melihat hal-hal dalam perspektif yang lebih luas, yakni dalam bentuk sating hubungan dan secara total. Keenam, kelompok intelektual senantiasa merupakan bagian kecil dan mayarakat (Alatas, 1988: 12-13). mi berarti bahwa seorang intelektual memiliki pengetahuan dan wawasan yang kompleks untuk diabdikan kepada masyarakat.
Beban Ganda: Kondisi Perempuan Pemulung pada Masa Pandemi di Tempat Pengolahan Sampah Monang Maning, Denpasar Bambang Dharwiyanto Putro
Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies) Vol 10 No 2 (2020): TEKS DAN TRADISI BALI
Publisher : Pusat Kajian Bali Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (569.248 KB) | DOI: 10.24843/JKB.2020.v10.i02.p09

Abstract

The Covid-19 pandemic has devastated Bali's economy which relies on the tourism sector. The impact is felt in the informal sector, including scavengers, especially women scavengers who depend on garbage piles. The double burden position they have been doing so far has been exacerbated by the presence of the Covid-19 pandemic. This paper analyzes the condition of women scavengers at TPST Monang Maning, Denpasar, in their roles in the domestic and public spheres and reveals the implications during the pandemic. This research uses observation, interview and literature techniques. This paper uses an approach to the function of women in the domestic and public sphere and a subaltern study approach to see the implications of the double burden of women scavengers’s phenomenon during the pandemic. The results showed that the double burden phenomenon experienced by women scavengers was increasingly burdensome during the pandemic. Limited space for movement in the public sphere and additional burdens in the domestic sphere have implications for their position as a subaltern or dominated group. The patriarchal culture that led them to a subaltern position grew stronger during the pandemic.
Daya Tarik Wisata Pura Langgar: Representasi Persaudaraan Hindu-Islam di Bali Ida Bagus Gede Pujaastawa; I Putu Sudana; Bambang Dharwiyanto Putro
Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies) Vol 9 No 2 (2019): DUNIA POLITIK DAN HOSPITALITI PEREMPUAN BALI
Publisher : Pusat Kajian Bali Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.109 KB) | DOI: 10.24843/JKB.2019.v09.i02.p12

Abstract

Artikel ini membahas keberadaan Pura Langgar di Desa Bunutin, Bangli, sebagai daya tarik wisata sekaligus representasi persaudaraan antarumat beragama, khususnya Hindu dan Islam. Pura Langgar atau yang dikenal dengan sebutan Pura Penataran Agung Dalem Jawa Bunutin, merupakan kompleks tempat ibadah umat Hindu yang di dalamnya juga terdapat tempat ibadah umat Islam berupa bangunan langgar. Keberadaan Pura Langgar merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji, karena belakangan ini mulai mendapat kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan muslim. Kajian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui teknik pengamatan lapangan, wawancara, studi kepustakaan, dan pemeriksaan dokumen. Hasil analisis menyimpulkan bahwa keberadaan Pura Langgar yang mencerminkan sejarah akulturasi antara kebudayaan Hindu dan Islam merupakan pusaka budaya yang cukup potensial untuk menarik kunjungan wisatawan. Keberadaan bangunan langgar di dalam kompleks pura merepresentasikan semangat persaudaraan Hindu-Islam yang sangat penting artinya dalam membangun semangat multikulturalisme di Indonesia. Kata Kunci: Pura Langgar, representasi, daya tarik wisata, Hindu, Islam
Critical Review: Singapore: a 'NewAlexandria'of the Par East" dan " Cruel Temtation': A Case Study of a Korean Drama and its Reception in the Singaporean Community” Bambang Dharwiyanto Putro
Journal Social and Humaniora Vol 21 No 1 (2021)
Publisher : Udayana University Press bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/PJIIB.2021.v21.i01.p11

Abstract

This paper was compiled inspired by two articles previously written by experts such as: Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, MA "Singapore: a 'NewAlexandria'of the Far East" in this book Tourism, Cultural Identity, and Globalization Singapore (2007), discusses a lot about Singapore from a historical perspective by seeing Singapore as a New Alexandaria country and the work of Kellie Chen " Cruel Temtation ': A Case Study of a Korean Drama and its Reception in the Singaporean Community "(2011). Next, a critical review will be carried out and an analysis of the contribution of Cultural Studies (its paradigm, its theoretical framework) to Singapore's development (Epistemology). Cultural studies (cultural studies) is an interdisciplinary or postdisciplinary field of inquiry that explores the production and cultivation of meaning maps as well as a discursive formation.
Riak Gelombang Resiliensi Keluarga Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dalam Balutan Aspek Budaya Bali Bambang Dharwiyanto Putro
Journal Social and Humaniora Vol 19 No 2 (2019)
Publisher : Udayana University Press bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (666.676 KB) | DOI: 10.24843/PJIIB.2019.v19.i02.p06

Abstract

Keluarga yang memiliki anggota keluarga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mengalami beban berat dan berbagai macam bentuk stres yang mengakibatkan kondisi ini sulit untuk dihadapi. Hal ini dipengaruhi oleh isolasi sosial, stigmatisasi dan beban psikologis serta beban ekonomi yang makin meningkat. Namun disisi lain keluarga tetap berharap penderita dapat sembuh total. Pribadi yang mampu bertahan dalam kondisi sulit tersebut disebut dengan pribadi yang memiliki resiliensi. Resiliensi dilihat sebagai kualitas pribadi yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan, baik internal maupun eksternal, tetapi juga pada akhirnya mereka dapat menjadi lebih kuat dari pada sebelumnya. Di Bali menurut kepercayaan orang Bali yang beragama Hindu terdapat suatu konsep bahwa sehat sakit terjadi bila tidak ada keseimbangan ketiga unsur yaitu Buana Alit, Buana Agung dan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai faktor sekala atau niskala yang dapat menimbulkan gengguan pada manusia. Kepercayaan ini yang menyebabkan penderita atau keluarga akan mengunjungi dukun atau balian untuk mendapatkan petunjuk atau pengobatan. Begitu pun setelah penderita keluar dari rumah sakit, sebagian besar penderita berobat ke dokter dan balian dan ada yang lebih sering ke balian saja atau dokter saja. Jika mereka kambuh maka sebagian besar datang ke balian. Balian mampu mempengaruhi pasien dan keluarganya dan kebanyakan percaya dengan yang dinyatakan balian. Terlihat bahwa peranan budaya Bali khususnya yang ada kaitannya dengan terjadinya gangguan jiwa perlu mendapat perhatian khusus. Penulisan artikel ini ingin menunjukkan rekomendasi untuk perawatan potensial yang dapat menolong dalam tahap penyembuhan atau pemulihan paling tidak sebagai tambahan pengalaman.
The Construction of Socio-Cultural Stigmatization of Mental Disorders: A Study on the Forms and Factors of Stigma Bambang Dharwiyanto Putro
Udayana Journal of Social Sciences and Humanities Vol 1 No 1 (2017): UJoSSH, Feburary 2017
Publisher : Research and Community Services Institutes of Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.706 KB) | DOI: 10.24843/UJoSSH.2017.v01.i01.p03

Abstract

The construction of socio-cultural stigmatization on the understanding of mental disorders is particularly interesting to study in the people with mental disorders who received treatment at the Mental Hospital. Mental disorder is a disease caused by the chaos of thoughts, perceptions and behavior in which the individualaare not able to adjust to themselves, other people, society and the environment. By applying the cultural studies viewpoint that is siding with the oppressed, the study aims to determine the forms and factors causing the stigma of people with mental disorders. The research method used is observation, in-depth interviews and life history data collection. The collected data were then analyzed using qualitative descriptive and interpretative. The results showed that the forms of stigma with mental disorders are divided into two, namely the public stigma (stigma derived from the community) and self-stigma (stigma comes from the patient and his own family). The forms of the public stigma include rejection, exclusion, and violence. The self-stigma takes the forms, among others, prejudice, guilt, fear and anger. Factors behind the stigma of mental disorders are external and internal factors. External factors include, among others, the madness is a disgrace, the myth of mental illness, and people's belief regarding the role of dukun. While the internal factors are family knowledge of the etiology of mental disorders, lack of family support and feelings of shame.
Study of Local Wisdom on the Role of Culture in Maternal and Child Health in Ruteng Subdistrict, Manggarai District, NTT Province Bambang Dharwiyanto Putro; A.A. Ayu Murniasih
Udayana Journal of Social Sciences and Humanities Vol 3 No 1 (2019): UJoSSH, Feburary 2019
Publisher : Research and Community Services Institutes of Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (450.48 KB) | DOI: 10.24843/UJoSSH.2019.v03.i01.p08

Abstract

Health problems are closely related to culture or tradition in society. Cultural values in the community of Manggarai is a cultural potential that can be used as a means of agreeing to various public health issues including finding solutions to problems in the field of maternal and child health. Until now, traditional cultural values (local wisdom) still play important role in the process of maternal and child health care in the practice of pregnancy and childbirth care, and some are still handled by a traditional midwife (ata pecing). This study aims at determining the role of culture in maternal and child health practices, how health care search behavior and cultural potential of maternal and child health care practices in Ruteng sub-district are. The study was conducted by using an ethnographic approach method as one of the variants of the qualitative approach. The research activities included field assessments to understand the condition of the research location, field data collection by using interview, observation, literature and document verification techniques. The data collected from various sources were then processed, analyzed, and then presented in the form of interpretative descriptive argumentation. Manggarai community still believes in local customs and some particular behaviors for pregnant and postpartum women. A cultural conception of abstinence is intended to safeguard the safety of the mother and baby. However, the reasons revealed related to the restrictions are only symbolic. Health care providers and health workers need to understand the symbolic meaning contained in the respective abstinence.
Persepsi dan Perilaku Pengobatan Tradisional Sebagai Alternatif Upaya Mereduksi Penyakit Tidak Menular Bambang Dharwiyanto Putro
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 4 No 2 (2020)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.903 KB) | DOI: 10.24843/SP.2020.v4.i02.p05

Abstract

Permasalahan Pokok Yang Akan Diteliti Dalam Studi Persepsi Dan Perilaku Pilihan Perawatan Kesehatan Ini Adalah Bagaimana Karakteristik Para Pengambil Keputusan Pengobatan Tradisional, Dalam Hal Ini Pengobatan Tenaga Dalam (Anggota Aktif) Dalam Memilih Sumber Perawatan Kesehatan, Kepercayaan Dan Pengetahuan Tentang Pengobatan Yang Ada Serta Faktor-Faktor Yang Mendorong Proses Perilaku Pilihan Perawatan Kesehatan Tenaga Dalam. Hasil Penelitian Menunjukkan Bahwa Karakteristik Anggota Yang Paling Banyak Memanfaatkan Praktek Pengobatan Tenaga Dalam Ialah Kelompok Umur Di Atas 50 Thn – 60 Thn. Latar Belakang Pendidikan Anggota Rata-Rata Di PT/Akademi, Sedangkan Pekerjaan Anggota Sebagian Besar Ada Di Sektor Swasta. Mengenai Jenis Keluhan Gangguan/Sakit Yang Dialami Responden Sebelum Masuk Dalam Pengobatan Tenaga Dalam Sebagian Besar Berturut-Turut Adalah Kencing Manis, Hipertensi, Jantung, Sendi/Rematik, Maag, Asma, Liver, Vertigo, Batu Empedu Dan Ambein. Persepsi Anggota Terhadap Sumber Pengobatan Mempengaruhi Dalam Penggunaan Sumber Pengobatan Yang Ada. Di Antara Variabel Yang Mendukung Persepsi Anggota, Dalam Penelitian Ini Menunjukkan Bahwa Faktor Tingkat Keparahan Sakit Paling Besar Pengaruhnya Terhadap Pemilihan Sumber Pengobatan Tenaga Dalam Satria Nusantara, Disusul Faktor Kepercayaan Dan Steriotipe Anggota Aktif Satria Nusantara Terhadap Praktek Pengobatan Tenaga Dalam Satria Nusantara. Sumber Dan Jenis Informasi Tentang Pengobatan Berpengaruh Pula Dalam Proses Pemilihan Dan Pengambilan Keputusan Mereka. Hasil Penelitian Menunjukkan Pula Bahwa Besar Kecilnya Biaya, Baik Biaya Pengobatan Ataupun Biaya Perjalanan, Bagi Anggota Satria Nusantara Tidak Menjadi Prioritas Utama, Selama Pengobatan Tersebut Membawa Hasil Yang Positif Yaitu Sembuh Dari Sakit Dan Mereka Merasa Nyaman Untuk Melakukan Pengobatan. Diharapkan Para Pelaku Pengobatan Medis Modern Dan Juga Para Pelaku Pengobatan Tradisional (Alternatif) Mampu Melihat Dari Segala Kemungkinan Usaha Untuk Dapat Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Sehingga Kehadiran Para Penyembuh Tradisional Dan Para Dokter Dapat Berjalan Seiring Di Masyarakat Tanpa Memandang Salah Satu Pihak Yang Lebih Unggul Dibandingkan Yang Lain.
Persepsi dan Perilaku Pengobatan Tradisional Sebagai Alternatif Upaya Mereduksi Penyakit Tidak Menular Bambang Dharwiyanto Putro
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 2 No 2 (2018)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.967 KB) | DOI: 10.24843/SP.2018.v2.i02.p03

Abstract

Permasalahan pokok yang akan diteliti dalam studi persepsi dan perilaku pilihan perawatan kesehatan ini adalah bagaimana karakteristik para pengambil keputusan pengobatan tradisional, dalam hal ini pengobatan tenaga dalam (anggota aktif) dalam memilih sumber perawatan kesehatan, kepercayaan dan pengetahuan tentang pengobatan yang ada serta faktor-faktor yang mendorong proses perilaku pilihan perawatan kesehatan tenaga dalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik anggota yang paling banyak memanfaatkan praktek pengobatan tenaga dalam ialah kelompok umur di atas 50 thn – 60 thn. Latar belakang pendidikan anggota rata-rata di PT/Akademi, sedangkan pekerjaan anggota sebagian besar ada di sektor swasta. Mengenai jenis keluhan gangguan/sakit yang dialami responden sebelum masuk dalam pengobatan tenaga dalam sebagian besar berturut-turut adalah kencing manis, hipertensi, jantung, sendi/rematik, maag, asma, liver, vertigo, batu empedu dan ambein. Persepsi anggota terhadap sumber pengobatan mempengaruhi dalam penggunaan sumber pengobatan yang ada. Di antara variabel yang mendukung persepsi anggota, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor tingkat keparahan sakit paling besar pengaruhnya terhadap pemilihan sumber pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara, disusul faktor kepercayaan dan steriotipe anggota aktif Satria Nusantara terhadap praktek pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara. Sumber dan jenis informasi tentang pengobatan berpengaruh pula dalam proses pemilihan dan pengambilan keputusan mereka. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa besar kecilnya biaya, baik biaya pengobatan ataupun biaya perjalanan, bagi anggota Satria Nusantara tidak menjadi prioritas utama, selama pengobatan tersebut membawa hasil yang positif yaitu sembuh dari sakit dan mereka merasa nyaman untuk melakukan pengobatan. Diharapkan para pelaku pengobatan medis modern dan juga para pelaku pengobatan tradisional (alternatif) mampu melihat dari segala kemungkinan usaha untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga kehadiran para penyembuh tradisional dan para dokter dapat berjalan seiring di masyarakat tanpa memandang salah satu pihak yang lebih unggul dibandingkan yang lain.