Muhammad Sarbini
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

MENDAUR ULANG PERAN DAN TANGGUNG JAWAB ULAMA MASA DEPAN (DARI PERAN DAN TANGGUNG JAWAB ILMIYYAH HINGGA KHILAFAH) Muhammad Sarbini
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 1, No 02 (2013)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.639 KB) | DOI: 10.30868/am.v1i02.119

Abstract

Eksistensi elit intelektual dalam khazanah Islam dikenal bersamaan dengan munculnya ajaran Islam itu sendiri. Kelompok cendekiawan tersebut, yang lebih populer disebut ulama, disinggung baik dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi.Al-Qur’an sendiri sejak dini telah mengintrodusir tradisi ilmiah kepada orang-orang yang membacanya. Ungkapan-ungkapan seperti berpikir, merenung, memperhatikan, orang- orang  yang  menggunakan  akalnya;  adalah  term-term  dan  frasa  yang  bertebaran  pada banyak ayat Al-Qur’an.  Kata Kunci: Mendaur Ulang, Ulama, Peran dan Tanggung Jawab Ulama Masa Depan
TAFSIR FI SABILILLAH DAN IMPLIKASINYA BAGI CAKUPAN FI SABILILLAH SEBAGAI MUSTAHIK ZAKAT Muhammad Sarbini
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 6, No 01 (2018)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1106.9 KB) | DOI: 10.30868/am.v6i01.243

Abstract

ABSTRACTThis paper proposes the reinterpretation of the characteristics of the recipient of zakát  fī sabīlillāh, between a narrow meaning only for volunteer soldiers who fought in battle and the broad meaning that includes all those who observe obedience. The subject of the recipient of zakát  fī sabīlillāh has been concentrated on the scope of meaning fī sabīlillāh in language and specifically to the word fī sabīlillāh as an expression of the meaning of jihád  and war. The meaning of fī sabīlillāh in the Qur'an and tradition which is primarily meant as the meaning of warfare is felt to be irrelevant to the existence of other references explaining the meaning of sabīlillāh or jihád  for pilgrimage or study, and irrelevant by time. On the other hand, expanding the meaning of sabīlillāh to all those who observe obedience is also considered inaccurate with the purpose and function of zakát  described by the texts of revelation. Therefore, the reinterpretation of the meaning of fi sabīlillāh as jihád  as desired by the revelation itself and on the other hand by the decision of the majority of fiqh scholars mentioned previously, should the sabilillah's evolving meaning remain focused on the meaning of jihád , the purpose of jihád  and the particular characteristics of jihád. Thus, it is found that the two main sides of zakát  legal construction given to the recipient of zakát  Fī sabīlillāh are extensions of meaning based on the basic characteristics of the zakát  meaning, the main purpose, and the function of the zakát  itself which is centered on the state's finances in managing the basic needs of its people.ABSTRAKMakalah ini mengajukan reinterpretasi karakteristik mustahiq zakát  fī sabīlillāh , antara makna sempit hanya untuk tentara relawan yang ikut tempur dalam peperangan dan makna luas yang mencakup semua sisi ketaatan. Bahasan mustahiq zakát  fī sabīlillāh  selama ini terkonsentrasi pada luasnya makna fī sabīlillāh  dalam bahasa dan spesifiknya kata fī sabīlillāh  sebagai ungkapan untuk arti jihád  dan peperangan. Konsep arti fī sabīlillāh  yang di dalam Al-Qur`an dan hadis lebih terarah ditujukan untuk makna peperangan dirasakan tidak relevan dengan adanya nash-nash lain yang menjelaskan arti Fī sabīlillāh atau jihád  untuk haji atau menuntut ilmu, serta tidak relevan pula seiring perubahan zaman dan waktu. Di sisi yang berbeda, memperluas arti Fī sabīlillāh untuk semua bentuk ketaatan juga dipandang tidak akurat dengan tujuan dan fungsi zakát  yang dijelaskan oleh nash-nash wahyu. Karena itu, reinterpretasi tentang arti Fī sabīlillāh sebagai jihád  sebagaimana yang dikehendaki oleh nash-nash wahyu itu sendiri dan di sisi lain oleh keputusan mayoritas ulama fiqih terdahulu, sebaiknya pengembangan arti Fī sabīlillāh dipusatkan pada arti jihád , tujuan jihád  dan karakteristik khusus jihád . Dengan demikian, ditemukan dua sisi pokok konstruksi hukum zakát  yang diberikan kepada mustahiq Fī sabīlillāh, yaitu perluasan makna yang didasarkan pada karakteristik dasar dari makna itu sendiri serta tujuan dan fungsi utama zakát itu sendiri yang memang berpusat pada keuangan negara dalam menata kebutuhan pokok dan dasar rakyatnya.Key Word: zakát  fī sabīlillāh, mustahiq, jihad
KAEDAH-KAEDAH FIQIH KELUARGA DALAM AL-QUR`AN Muhammad Sarbini
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 4, No 08 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.611 KB) | DOI: 10.30868/am.v4i08.159

Abstract

Keluarga menurut al-Faruqi adalah mereka yang terikat oleh ikatan darah yang hidup bersama yang suasananya diliputi dengan rasa cinta, percaya dan peduli, yang terbentuk melalui suatu ikatan pernikahan antara pria dan wanita menurut persetujuan dan tanggung jawab masing-masing (mempelai) sesuai dengan hukun syari`ah.1Perhatian al-Qur`an terhadap keluarga bahagia sangat tinggi dan besar. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ayat-ayat yang berbicara rinci tentang masalah keluarga, dari masalah perkawinan hingga masalah pembagian harta warisan.Perhatian al-Qur`an terhadap keluarga tidak hanya ditunjukkan oleh adanya rincian masalah-masalah keluarga yang diatur di dalamnya, tetapi juga oleh banyaknya ayat-ayat yang berbicara tentang berbagai kaedah berkeluarga.Apa kaedah-kaedah penting keluarga dalam al-Qur`an?Apa Implikasinya terhadap hukum-hukum keluarga?
HAK-HAK WANITA DALAM FIQIH ISLAM Muhammad Sarbini
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 5, No 09 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1024.621 KB) | DOI: 10.30868/am.v5i09.184

Abstract

Di antara persoalan besar hukum sosial yang banyak menyita perhatian para jak dahulu adalah massalah wanita. Islam memandang wanita memiliki banyistimewaan dan lebih unggul dibandingkan laki-laki. Di dalam Al-Qur‟an banyak memberitahukan kepada kita semua tentang kedudukan wanita mansipasinya dengan kaum laki-laki. Wanita memiliki esensi dan identitas sama dengan laki-laki. Bahkan satu surat di dalam Al-Qur‟an mengandung namarempuan yakni surat “An-Nisa“. Rasulullah SAW ketika ditanya siapa orang paling berhak untuk dihormati dan didahulukan, beliau menjawab “ibumu! ibumu!ibumu! kemudian ayahmu“. Begitu mulianya seorang wanita di dalam pandanganIslam. Sebagaimana seorang pria, wanitapun menjadi obyek perintah-perintukum syari`at. Pahala diperuntukkan bagi siapa yang beramal dengan ikhlas mpurna. Rasulullah saw diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. tetapi, hal ini tidak menghilangkan adanya pembedaan antara pria dan wdalam beberapa hak, karena perbedaan dasar hak-hak tersebut.anita adalah saudara kandung pria. Hikmah syar`inya, Allah swt mengangkat anak Adam as sebagai khalifah di muka bumi dan untukmemakmurkannya berdasarkan syari`at-Nya. Kemudian, diciptakan dari jiwanita yang dapat membantunya menunaikan misi penting tersebut.makmuran bumi ditugaskan kepada manusia yang terdiri dari laki-laki anita. Penjabaran tugas ini dapat dilihat dalam uraian fiqih Islam yang bermat sesuai dengan fitrah dan tujuan penciptaan manusia.