Y. M. Imanuel Sukardi
Sekolah Tinggi Theologia Baptis Jakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Gereja Ekstra Biblikal dan Tanggung Jawab dalam Menyelesaikan Amanat Agung Y. M. Imanuel Sukardi
KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (614.141 KB) | DOI: 10.47167/kharis.v1i2.22

Abstract

There has emerged a kind of phenomenon of extra-biblical churches in present days. This article is a qualitative study that aimed to explain the phenomenon of the extra-biblical church. By using the descriptive analysis method on the extra-biblical church phenomenon, there are some findings concluded from this study, namely: First, the extra-biblical church is a church whose existence and legitimacy exceeds Bible standards, its pattern and behavior exceed the demands of the Bible. Secondly, the extra-biblical church legitimized by tradition, traditional and traditional forms have several deadly good traditions such as the tradition of growth not multiplication, the tradition of teaching not obedience, the tradition of service in not outreach and so on; Third, the extra-biblical church is oriented and has a mega church structure that is so complex and very expensive that it is difficult to duplicate and multiply. As a result, there is a decrease in intensity in carrying out the grand mandate. AbstrakBelakangan ini muncul semacam fenomena gereja ekstra biblikal. Ini merupakan kajian kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena gereja ekstra biblikal tersebut. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif pada fenomena gereja ekstra biblikal tersebut, ada beberapa kesimpulan yang didapat dari kajian ini, yakni: Pertama, gereja ekstra biblikal adalah gereja yang eksistensi dan legitimasinya melebihi standar Alkitab, pola dan perilakunya melampaui tuntutan Alkitab. Kedua, gereja ekstra biblika dilegitimasi oleh tradisi, berpaham dan berbentuk tradisional memiliki beberapa tradisi baik yang mematikan seperti tradisi pertumbuhan bukan pelipatgandaan, tradisi pengajaran bukan ketaatan, tradisi pelayanan ke dalam bukan penjangkauan ke luar dan sebagainaya; Ketiga, gereja ekstra biblika berorentasi dan berstruktur gereja mega yag begitu rumit dan sangat mahal sehingga sulit diduplikasi dan dimultiplikasi. Akibatnya, terjadi penurunan intensitas dalam melakukan amanat agung.
Sinyalemen Kesenjangan Religiositas Spiritualitas dalam Pergulatan Identitas Masyarakat Agamis Y. M. Imanuel Sukardi
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 2, No 2 (2020): Januari 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.438 KB) | DOI: 10.46929/graciadeo.v2i2.40

Abstract

The religious life of society is now increasing sharply both in villages and cities. Strong religious nuance is felt in almost every civilization, environment and activities, so it deserves the title of religious society. But the nature and character, behavior and actions in daily life are not directly proportional to the predicate inherent in a religious society. These situations and conditions provide a strong indication of the gap between high religiosity and low spirituality. The gap was allegedly due to the emphasis on religion as identity rather than appreciation and practice. As a result it damages social life in the face of intolerance and makes religion a humanitarian disaster through radicalism. This phenomenon is still evident before our eyes now in this country. Abstrak Kehidupan keagamaan masyarakat sekarang meningkat tajam luar biasa baik di perkampungan maupun perkotaan. Nuansa keagamaan kental terasakan hampir di setiap peradaban, lingkungan dan kegiatan sehingga layak mendapat predikat masyarakat agamis. Tetapi sifat dan tabiat, perilaku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari tidak berbanding lurus dengan predikat yang melekat sebagai masyarakat agamis. Situasi dan kondisi tersebut memberi sinyalemen kuat adanya kesenjangan antara religiositas yang tinggi dengan spiritualitas yang rendah. Kesenjangan tersebut disinyalir karena penitik-beratan pada agama sebagai identitas bukan pada penghayatan dan pengamalan. Akibat nya mmerusak kehidupan sosial dalam wajah intoleransi dan menjadikan agama sebagai bencana kemanusiaan melalui radikalisme. Fenomena tersebut masih nyata di depan mata saat ini di negeri ini.