Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KORELASI ANTARA KOMPETENSI PERAWI DENGAN MATAN HADIS DAN SUBSTANSI (STUDI ANALISIS HADIS-HADIS HAKIM IBN HIZAM DALAM SAHIH AL-BUKHARY) Noor Ikhsan Silviantoro
Al-Majaalis : Jurnal Dirasat Islamiyah Vol 3 No 1 (2015): AL-MAJAALIS : JURNAL DIRASAT ISLAMIYAH
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/almajaalis.v3i1.30

Abstract

Sebagai seorang sahabat Nabi yang mengalami masa jahiliyah dan Islam secara berimbang, kontribusi keilmuan dan kompetensi Haki>m ibn Hiza>m sangat dikenal oleh kaum muslimin, beliau memiliki 40 hadis yang diriwayatkan secara musnad sampai kepada Rasulullah saw, tetapi hanya 4 hadis yang diriwayatkan al-Bukhari di dalam S}ahihnya, 2 hadis pada kasus yang bersifat personal dan 2 lainnya juga diriwayatkan oleh sahabat-sahabat Nabi yang tidak sedikit jumlahnya. Di saat yang sama, beredar opini yang meragukan standar keilmiahan S}ahi>h al-Bukha>ri jika ditinjau dari kacamata keilmuan modern. Berawal dari fenomena ini, maka dilakukanlah library research terhadap keempat hadis tersebut dengan metode kualitatif induktif dan pendekatan deskriptif untuk mengungkap salah satu standar keilmuan al-Bukha>ri yaitu korelasi antara kompetensi rawi dengan matan dan substansi hadis yang diriwayatkannya. Berdasar data dan analisa, dapat disimpulkan bahwasanya al-Bukha>ri memiliki standar keilmuan yang sangat tinggi, tidak hanya kesahihan sanad dan matan yang dipersyaratkan bahkan kompetensi rawi sangat diutamakan. Kompetensi tersebut berupa linearitas antara pekerjaan/sisi kehidupan rawi dengan bidang keilmuan atau substansi hadis yang diriwayatkannya, bisa pula berupa keberadaan rawi sebagai subjek/pelaku kejadian, saksi, objek, dan yang semisalnya. Dengan demikian nilai-nilai keilmiahan al-Bukha>ri dan standar keilmuannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
MINAT GENERASI MUDA TERHADAP ILMU HADIS (Kendala dan Solusinya Dalam Rencana Strategi Pengembangan Prodi Ilmu Hadis) Noor Ikhsan Silviantoro
Al-Majaalis : Jurnal Dirasat Islamiyah Vol 5 No 2 (2018): AL-MAJAALIS : JURNAL DIRASAT ISLAMIYAH
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/almajaalis.v5i2.88

Abstract

Ilmu Hadis sebagai pengembangan dari Fakultas Ushuluddin adalah program studi baru yang mulai dibuka pada tahun akademik 2015-2016 di berbagai Universitas Islam Negeri di Indonesia. Bahkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baru membuka Prodi Ilmu Hadis pada tahun akademik 2016-2017. Berdasar SK Dirjen Pendis nomor : Dj.I/375/2010, STDI Imam Syafii Jember mendapat mandat untuk membuka Prodi Ilmu Hadis sejak 2010, namun acap kali mengalami pasang surut minat calon mahasiswa terhadap prodi ini. Bermula dari fenomena tersebut maka dilakukanlah penelitian lapangan dari bulan September s/d Desember 2016 dengan metode pengumpulan data dan analisa kuantitatif deduktif terhadap 500 responden dengan komposisi 25 % merupakan mahasiswa prodi ilmu hadis, 25 % mahasiswa selain prodi ilmu hadis, 50% calon mahasiswa. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan quisioner kepada mereka dengan 40 pertanyaan yang mencakup tiga variabel utama: faktor internal diri yang mempengaruhi minat, faktor internal prodi dan faktor eksternal berupa pencitraan terhadap prodi ilmu hadis. Data yang terkumpul menunjukkan bahwa 28,5% dari total responden memiliki minat di atas 50 % terhadap prodi ilmu hadis. Berdasar data yang diperoleh, dapat disimpulkan beberapa poin penting yang mempengaruhi minat generasi muda terhadap prodi ilmu hadist, diantaranya: (1)-bobot kurikulum prodi, data menunjukkan bahwa orientasi dasar para peminat prodi ilmu hadis bukanlah dunia kerja, melainkan pengembangan intelektualitas dan wawasan keilmuan. (2)-konsep kajian dan pendekatan ilmu hadis yang digariskan para ulama klasik lebih diminati daripada pendekatan dan wacana baru dari kajian modern/orientalis.(3)-kualitas, kuantitas, dan frekuensi sosialisasi serta pengenalan prodi ilmu hadis dengan seluruh profilnya kepada generasi muda, baik melalui media, maupun info positif dari para senior tentang prodi ilmu hadis. Tiga hal ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun renstra prodi dan upaya-upaya peningkatan minat generasi muda terhadap prodi ilmu hadits. Dengan demikian prodi ilmu hadits semakin memiliki kekhasan dan karakter yang kokoh dalam persaingan dengan prodi lain.
TELAAH METODOLOGI PENYAHIHAN IBNU HIBBANTERHADAP HADIS ((اقْرَؤُوا عَلَى مَوتَاكُم يس)) Noor Ikhsan Silviantoro; Sucipto; Ikmal
Al-Majaalis : Jurnal Dirasat Islamiyah Vol 6 No 2 (2019): AL-MAJAALIS : JURNAL DIRASAT ISLAMIYAH
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/almajaalis.v6i2.115

Abstract

When talking about the validation of the hadith in detail, we will understand that there are five conditions agreed upon by the clerics, and there are also additional conditions or comparisons made by some scholars.Among the scholars who have different conditions for the validation of hadith is Ibn Hibban. He has the requirements of saheeh traditions which are quite unique, which are very tight and very loose. So that with it appeared friction in establishing the keshahihan of several traditions in the Saheeh book with other scholars. This is what drives us to conduct this research. The goal is that we can find out how the methodology of Ibn Hibban in validating the hadith, how the views of scholars in assessing his methodology, and examples of disputed traditions.This study uses a qualitative approach, where we try to present a complete picture of the problems being discussed by exploring and clarifying several different views directly from the primary source, then we use analysis, to produce conclusions that can be accounted for. And we use non-interactive types of research, which do not collect data except through analysis of documents and libraries and do not involve interaction with respondents. With this research, a number of conclusions were produced, namely the methodology of Ibn Hibban considered mutasahil in giving the requirements of the saheeh hadith agreed upon by the ulama, which allowed the Majhul narrative to be in the tsiqah category, and this was criticized by the scholars. Among the examples of the hadith is the hadith about Yasin, so that the degree is weak.