Endang Retnowati
Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Implication of Recognition Principle in the Administraton of Village Governance Retnowati, Endang; Krisharyanto, Edi; Trihastuti, Noor
Jurnal Notariil Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Notary Department, Post Graduated Program, Warmadewa University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/jn.3.2.872.116-121

Abstract

This study aims to analyze the implications of the existence of the principle of recognition to the administration of village governance. The method used is normative method with juridical, statute, and doctrinal approaches. The principle of recognition brings the existence of the village to play an independent role in the administration of village governance and the affairs of the village while increasing the participation of the village community in realizing good governance. This principle of recognition is also an alternative in exploring the origin of the village in question, especially for villages that are beginning to forget their origins. Notwithstanding, basically the principle of recognition is recognizable as long as it is still alive and applies in the village concerned.
MAKNA BUDAYA TRADISIONAL BELU BAGI MULTIKULTURALISME: TINJAUAN FILSAFAT Retnowati, Endang
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol 19, No 2 (2017)
Publisher : P2KK LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.641 KB) | DOI: 10.14203/jmb.v19i2.504

Abstract

Masyarakat Belu merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang masih melestarikan kebudayaan tradisional mereka. Walaupun sudah ada peraturan daerah untuk meneguhkan pelestarian budaya tradisional di wilayah Belu, tetapi saat ini kebudayaan tradisional Belu dihadapkan pada tantangan budaya global. Apabila masyarakat Belu masih mempraktikkan budaya tradisional di tengah perkembangan budaya global, apa makna budaya tradisional Belu di tengah budaya global bagi multikulturalisme? Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan pemahaman mengenai makna budaya tradisional Belu bagi multikulturalisme di Indonesia dari perspektif filsafat. Budaya tradisional Belu merupakan warisan nenek moyang beberapa suku bangsa yang hidup di Belu dan luar Belu seperti Timor Leste, Kalimantan, dan pulau-pulau lain di Indonesia. Hingga kini mereka memiliki kebebasan untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai di dalamnya di atas dasar hukum. Sejak Indonesia merdeka para pendahulu kita melindungi budaya tradisional melalui konstitusi, kemudian negara turut melindungi melalui beberapa peraturan, yaitu melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri hingga bentuk Peraturan Daerah Kabupaten Belu.Budaya tradisional Belu merupakan salah satu budaya yang memiliki andil bagi predikat multikulturalisme di Indonesia.Pada perkembangannya kini sebenarnya tantangan terhadap budaya tradisional datang dari budaya global yang membangun nilai hedonis-konsumeris pada generasi muda. Budaya global banyak menawarkan kemudahan-kemudahan. Dengan demikian apa makna budaya tradisional Belu di tengah budaya global bagi multikulturalisme? Artikel ini disusun berdasarkan data pustaka dan lapangan. Data kemudian ditata, dideskripsikan, dipahami, dan direfleksikan sesuai dengan kerangka pemikiran.Atas dasar itu semua ditemukan bahwa makna budaya tradisional Belu adalah sebagai jalan merawat multikulturalisme di tengah kehidupan global. Nilai-nilai di dalamnya mampu memelihara persatuan dan kesatuan di antara mereka.Pelestarian budaya tradisional, dalam hal ini pelestarian nilai-nilai tradisional yang memiliki kekuatan sebagai alat integrasi bangsa sama artinya dengan merawat multikulturalisme di tengah kehidupan global. Di sini peran setiap anggota masyarakat sebagai homo religiosus sangat penting. Karena itu pendidikan tentang budaya tradisional atau multikulturalisme perlu diberikan kepada generasi muda. The purpose of this study is to express an understanding of meaning of Belu's traditional cultural for multiculturalism in Indonesia from a philosophical perspective. Belu traditional culture is the heritage of some ancestors who live in Belu and outside Belu such as Timor Leste, Kalimantan, and other islands in Indonesia. Until now they have the freedom to maintain and develop their values on the basis of the law. Since Indonesia's independence our Bapak Pendiri protect the traditional culture through the Constitution, then the state protects through several regulations, namely the Minister of Home Affairs Regulation to form the Regional Regulation of Belu Regency. The traditional culture of Belu is one of the cultures that has contributed to the predicate of multiculturalism in Indonesia. In its development is now actually a challenge to traditional culture comes from global culture that is able to build a hedonic-consumtive values in the younger generation. Global culture offers many conveniences. What is the meaning of Belu's traditional culture in the middle of a global culture for multiculturalism? This article is based on library and field data. The data is then organized, described, understood, reflected in accordance with the frame of thought. On the basis of it all found that the meaning of Belu traditional culture is a way of caring for multiculturalism in the midst of global life. Values in it are able to maintain unity and unity among them. Preservation of traditional culture, in this case the preservation of traditional values that have the power as a tool of national integration is tantamount to caring for multiculturalism in the middle of global life.Here the role of each member of society as homo religiosus is very important. Therefore, education on traditional culture or multiculturalism should be given to the younger generation.
CHANGES ON SERUM TROPONIN T LEVEL BEFORE AND AFTER TAKING STANDARD THERAPY MEDICATION IN HEART FAILURE PATIENTS Indrawijaya, Yen Yen Ari; Suharjono, Suharjono; Aminuddin, Muhammad; Retnowati, Endang; Rahman, Gilang Mauladi
Folia Medica Indonesiana Vol 56, No 1 (2020): March
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/fmi.v56i1.18444

Abstract

Patients with advanced heart failure (NYHA FC III and IV heart failure) had positive cardiac troponin levels in previous cohort studies. In heart failure, cardiac troponin T (cTnT) is a biomarker that is sensitive to myocardial damage, especially myocardial necrosis. However, there is still little information regarding changes in cTnT levels during standard therapy. This prospective observational study is aimed at evaluating changes in cTnT levels before and after the administration of standard therapy and evaluating symptom improvement before and after the administration of standard therapy in patients with severe heart failure. Measurement of cTnT levels and symptom improvement parameters before treatment was carried out on the first day of the inpatient and measurement after therapy was carried out on the last day of the inpatient. Sampling was done by consecutive sampling and found 30 patients in the inpatient room of the SMF Cardiovascular Disease, Dr. Soetomo Hospital, Surabaya during the months of May-July 2017. The results of the study obtained the average cTnT levels before therapy 33.48 + 31.88 pg/ml and the average cTnT levels after therapy 46.32 + 52.68 pg/ml. Based on the statistical difference test with the Wilcoxon sign-ranked test, there was no significant change in cTnT levels (p = 0.318). On the parameter of clinical symptom improvement, there was a significant decrease in pulse, respiratory rate, blood pressure, and mean arterial pressure before and after administration of therapy (p <0.05). There was no change in troponin T levels before and after the administration of therapy meant there was no worsening of myocardial necrosis.
PROBLEMATIKA PEMBENTUKAN RELAWAN DEMOKRASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAK 2019 Kusumaputra, Ardhiwinda; Retnowati, Endang; Winarno, Ronny
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 4, No 1 (2020): VOLUME 4 ISSUE 1, JANUARY 2020
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v4i1.37515

Abstract

AbstrakPembentukan Relawan demokrasi adalah bagian dari strategi Komisi Pemilihan Umum untuk meningkatkan partisipasi masyakat dalam menyalurkan hak pilihnya. Hal ini mengingat bahwa pemilihan umum tahun 2019, adalah pemilihan serentak yang pertama kali dilangsungkan dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia. Namun, pada tatanan regulasi terdapat disharmonisasi, khususnya pada aspek pembentukan dan kedudukan relawan demokrasi. Perlu dilakukan suatu kajian/penelitian yang komprehensif untuk menelusuri bentuk disharmonisasi tersebut dan implikasi yang ditimbulkan. Pada dasarnya metode yang digunakan didasarkan pada metode penelitian yuridis normatif. Menariknya, Surat Komisi Pemilihan Umum Nomor: 32/PP.08-SD/06/KPU/I/2019, tertanggal 9 Januari 2019, tidak dapat menjadi dasar dalam memberikan wewenang kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk membentuk relawan demokrasi. Hal tersebut menunjukkan adanya disharmonisasi, dan dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Selain itu, implikasi yang ditimbulkan atas disharmonisasi mengarah pada ketidakjelasan kedudukan relawan demokrasi, tugas relawan demokrasi hingga pada status relawan demokrasi. Oleh karena itu menjadi penting untuk dilakukan kajian secara komprehensif guna menjadi dasar dalam perbaikan tata hukum ke depan.
PENGUATAN LEGALITAS CROWDFUNDING SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN GUNA MENUMBUHKAN EKONOMI NASIONAL Kusumaputra, Ardhwinda; Winarno, Ronny; Retnowati, Endang
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 17, No 3 (2020): Jurnal Legislasi Indonesia - September 2020
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan teknologi informasi terus meningkat, yang mendorong terciptanya inovasi. Salah satu bentuk inovasi yang dilakukan adalah dengan munculnya crowdfunding sebagai teknologi keuangan. Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis alasan urgensi penguatan crowdfunding, terutama jika diarahkan sebagai alternatif pembiayaan untuk pengembangan daerah pedesaan. Tulisan ini menggunakan metode normatif, yang dilakukan dengan pendekatan teoretis dan perundang-undangan. Data sekunder yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dalam bentuk deskriptif. Pada dasarnya, crowdfunding adalah kegiatan untuk mengumpulkan dana yang dimaksudkan untuk merealisasikan dan mengembangkan ide, ide, atau proyek tertentu secara online. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam crowdfunding juga sejalan dengan karakter dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu gotong royong. Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dalam crowdfunding membuktikan bahwa kegiatan ini dapat memberikan manfaat dan kenyamanan bagi masyarakat. Selain itu, crowdfunding juga bisa menjadi salah satu sarana dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, perlu untuk memperkuat keberadaan crowdfunding ini, terutama sebagai alternatif pembiayaan. Pengembangan kegiatan crowdfunding diarahkan pada skema pendanaan untuk pengembangan daerah pedesaan. Penjabaran dua hal ini dimungkinkan untuk membantu meningkatkan perekonomian nasional. Ini karena keduanya juga menjadi indikator pertumbuhan ekonomi nasional. Penguatan juga dilakukan melalui tiga pendekatan dasar, yaitu substansi, struktur dan budaya